Revolusi Mental Hari Keempat
(Building Raport)
(Building Raport)
Revolusi Mental Hari Keempat
(Building Raport)
(Building Raport)
Saya tidak
mempedulikan dengan perempuan paroh baya tersebut hingga saya berbincang pagi
hari di meja makan, kutatap wajahnya pelan pelan dimana saya menemukan hal
berbeda, sepertinya saya pernah mengenalnya, namun saya lupa entah kapan atau
dimana. Saya terus mengingatnya sambil menikmati segelas kopi dipagi hari. tidaklah
terlalu penting untuk dibahas dimana saya pernah bertemu dengannya, entah di
Makkah, di Madinah ataukah di Kuala Lumpur. Yang jelas kami berada dalam satu
team dimana harus saling mengenal untuk menggapai tujuan bersama.
Saya terus
ngobrol dengannya tentang berbagai hal sebagaipembuka percakapan, sambil
sesekali saya mencuri pandang melirik “dada” perempuan tersebut. Saya hanya ingin
memastikan bahwa entah kapan saya pernah mengenalnya hinngga dalam kesimpulan sebelum
segelas kopi habis bahwa saya belum
pernah mengenalnya. Dan itu bukanlah hal yang penting untuk diingat karena kita
menatap kedepan meskipun tidak harus melupakan yang belakang. Tidak
ada salahnya saya mengingat perempuan cantik paruh baya tersebut, karena Hasil penelitian empiris bahwa manusia
cenderung menyukai
kesamaan sehingga kita tiba-tiba
menyukai atau merasa nyaman dengan seseorang, kita menemukan kesamaan antara
diri kita dengan orang lain.
Saya teringat
dengan cerita seseorang yang pernah bertugas sebagai Ketua Kloter Jamaah Haji
Indonesia, dimana dian harus mengorganisir jamaah haji dari berbagai strata
sosial dan pendidikan dan dari berbagai daerah. Petugas tersebut menggunakan
komunikasi Non Verbal kepada para jamaahnya. Petugas tersebut serinng melakukan
visitasi ke kamar jamaah sekedar untuk saling mengenal dan “ngopi bersama” dimana
dalam satu kloter dengan beberapa Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH)
tersebut ada pimpinan masing masing dimana komunikasi sangat diperlukan untuk
membetuk sebuah team yanng solid.
Banyak masalah
yang dapat diselesaikan dengan “ngopi bareng” atau makan bersama meski tidak
harus ditempat yang mewah. Setidaknya hal tersebut dapat mencairkan suasana
meski komunikasi verbal masih diperlukan. Mungkin ini juga yang saya coba
lakukan dalam sarapan pagi dengan beberapa rekan yang baru tergabung dalam team
meski saya lupa masing masing namanya. Saya malu untuk menanyakan nama terhadap
perempuan berkulit putih paruh baya sambil saya menikmati kopi dipagi hari di
taman. Kami memang memilik tempat sarapan ditaman, karena ada sensasi yang
berbeda dalam menikmati makanan tersebut. Dan konsep makan ditempat terbuka ini
sudah banyak diadopsi oleh para pengusaha kuliner dimana kita tidak hanya
monoton sekedar memasukkan makanan kedalam mulut. Sarapan sambil ngobrol atau
menikmati panorama alam sangat bermanfaat, karena kita bukan hanya memberikan
asupan gizi pada tubuh kita, tetapi juga dapat membuat pikiran semakin fres.
Secangkir kopi
sedikit demi sedikit saya nikmati sambil sesekali melirik “dada” perempuan
paruh baya tersebut. Dimana kartu peserta yang tergantung di dada kiri tersebut
sangat membantu dalam mengingat siapa nama perempuan tersebut. Kertu tersebut
sangat berguna agar kita mengingat siapa namanya, meski dihari pertama Building
Service Commitmen (BSC) kita sudah saling memperkenalkan diri, namun
sebagaimana sifat pelupa pada manusia pada umumnya, tidaklah mudah untuk
mengingat semua nama.
Masih
sepertiga kopi dalam gelas, kami masih tetap ngobrol berbagai hal tanpa tema
yang jelas, peremouan paruh baya tersebut bercerita tentang kompetisi yang
sedang diikuti oleh rekannya untuk mendapatkan sebuah jabatan, dimana rekannya
tersebut menggunakan berbagai cara untuk mendapatkannya, bahkan politik paling
kotorpun dia lakukan untuk mendapatkannya. Saya hanya mendengarkan dia
melanjutkan ceritanya, karena dalam berkompetisi sebagaiamana Elang terbang sangat tinggi dan sendiri tanpa
burung merpati atau burung kecil lainnya. Tidak ada burung yang dapat mencapai
ketinggian terbang seekor elang. Jauh dari merpati ataupun burung gagak. Elang
hanya terbang dengan elang. Hidup adalah sebuah kompetisi tanpa akhir,
elang mengajarkan kepada kita untuk selalu menjadi yang terbaik dan lebih baik
dan menggantungkan cita-cita dengan tinggi.
Saya masih meresapi cerita peremppuan paruh baya yang bercerita
tentang temannya tersebut sambil sesekali melepas senyum manisnya. Mungkin agar
saya tidak jenuh mendengarkanya. Bahaya yang terbesar di abad ini adalah bukan turbulensinya, tetapi
bahayanya bagi organisasi adalah kalau organisasi dikelola dengan menggunakan
logika masa lampau. (it’s danger if you still act with your yesterday logic) saya tidak bisa membayangkan bagaimana dengan seseorang yang
mencapai kedudukan tingginya dengan cara kotor tersebut.
No comments:
Post a Comment