Sebuah tradisi
yang dilakukan berulang ulang dan turun temurun setiap Idul Fitri adalah
tradisi Mudik atau pulang kampung. Orang atau keluarga yang merantau serasa
belum ber-Idul Fitri jika belum pulang kampong, walaupun mungkin dalam pelaksanaan
Ibadah Ramadhan tidak melaksanakan puasa atau tidak menjalankan Sholat lima
waktu, namun dalam ber-Idul fitri berupaya semaksimal mungkin bagaimana dapat
pulang kampung dan melaksanakan Sholat Id di kampung halaman dengan baju baru
dan penampilan baru, atau barangkali memperkenalkan istri atau suami baru,
bertemu dengan keluarga dan handai taulan.
Segala cara
ditempuh untuk dapatnya pulang kampung tersebut, tidak peduli dengan
pelanggaran lalu lintas dan kelayakan kendaraan yang digunakan dijalan jalan
yang rusak akibat kurang perawatan dari pemerintah untuk pulang kampung, baik
dengan kendaraan umum yang berdesak desakan yang kadangkala harus naik melalui
lubang jendela, kereta api yang juga kadang harus naik diatas gerbong atau
duduk didepan WC, sepeda motor dengan modifikasi sehingga dapat membawa seluruh
keluarga dan muatan barang bawaan untuk dibawa ke kampung halaman, membawa
kendaraan dinas milik Negara atau menyewa kendaraan sehingga dimata keluarga
terkesan sukses diperantauan. Satu bulan sebelum lebaran atau bahkan beberapa
bulan sebelumnya sudah ada planning
tentang pulang kampung. Bahkan tiket kereta api kelas bisnis dan eksekutif
konon sudah habis dua puluh hari sebelum idul fitri. Belum lagi resiko
diperjalanan, dengan ruas jalan yang tidak sesuai dengan jumlah kendaraan yang
melintas atau banyak yang sudah berlubang mengakibatkan banyaknya kecelakaan
yang berakibat kematian disetiap acara mudik lebaran.
Pulang kampung
disamping untuk melepas rasa kangen di kampung halaman, dengan sanak saudara,
mempererat tali silaturahim, juga kadangkala untuk menunjukkan kesuksesan dalam
perantauan, sehingga bagi yang tidak benar benar sukses kadangkala berupaya
bagaimana dimata orang orang kampung terlihat sukses, atau setidak tidaknya
hidupnya lebih baik daripada masih berada dikampung.
Setiap orang
nantinya juga akan melaksanakan pulang
kampung yang sebenarnya, yakni kampung akhirat, dan sebagaimana orang yang boro kerja dan melakukan pulang kampung
di setiap lebaran, kitapun mestinya juga harus mempersiapkan bekal yang cukup dan benar untuk kita
bawa ke kampung akhirat, dimana di kampung akhirat semua amal perbuatan yang
kita lakukan saat boro di dunia harus
kita pertanggung jawabkan dan tidak ada yang tertinggal sedikitpun, apakah kita
sudah melaksanakan semua perintah-Nya, dan menjauhi semua laranga-Nya, dan amanah
saat diberi harta? Apakah harta yang kita dapatkan dengan cara yang halal dan
sudah kita bayarkan zakatnya?. Ataukah ketika kita boro di dunia kita tidak ingat bahwa suatu saat yang tidak dapat
dipastikan waktunya kita harus mudik
ke akhirat?, sehingga kita pulang dalam keadaan tidak membawa bekal dan bahkan
kita membawa hutang (Dosa) yang dapat
membawa diri kita dikampung akhirat nantinya terjermus kedalam neraka.
Bila kita
menyadari bahwa kampung halaman yang sebenarnya adalah akhirat, dan kita yakin
bahwa di akhirat kelak akan diminta pertanggung jawaban selama kita boro atau hidup didunia, maka kita akan
benar benar mempersiapkan diri apabila sewaktu waktu mudik ke akhirat, sehingga perjalanan kita mudik ke kampung akhirat dengan kendaraan laik
jalan yang tidak menyalahi aturan lalu
lintas sehingga perjalanan didunia menuju
akhirat dengan satu satunya jalur
mudik yang diridloi dapat dilalui
dengan aman dan selamat, dengan bekal yang cukup sehingga dapat bersilaturahim
dengan sesama penghuni surga.
No comments:
Post a Comment