Selamat Datang Pada BLOG SYAFA'AT semoga bermanfaat
Home » » Tarian Itu Terukur dan Teratur

Tarian Itu Terukur dan Teratur


Tarian Itu Terukur dan Teratur
Oleh : Syafaat
Sebenarnya malam itu tidak ada agenda untuk mengikuti anak anak yang sedang melakukan latihan di Stadion, namun kawan saya yang kebetulan belum bersuami tetap ngeyel ingin ditemani. Padahal tahun lalu dia berangkat sendiri mengawal anak anak yang berlatih berkalaborasi untuk menyamakan gerak dalam pagelaran kolosal seni tari yang akan dilakukan beberapa hari lagi. Sebuah tarian kolosal dengan melibatkan seribu penari dengan gerakan tari yang teratur dan terukur. Saya sudah lama tidak bersentuhan dengan anak anak yang berlatih tari, namun entahlah mengapa malam itu saya tertarik dan terpanggil untuk menemani rekan rekan yang mengawal anak Madrasah tersebut berlatih bersama dengan penari dari sekolah dan sanggar tari lainnya.
Dulu ketika saya masih menjadi sekretaris sanggar seni sebuah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), beberapa kali saya mencoba mengikuti latihan tari gandrung yang kebetulan pelatihnya seorang laki-laki, jadi saya tidak canggung untuk mencoba mengikuti, meski hanya beberapa rekan laki laki saya yang juga mencoba mengikutinya, karena selebihnya adalah para guru perempuan dari TK dan SD yang belajar tari untuk melatih anak didiknya. Saya merasakan betapa susahnya melakukan tarian yang tersebut dimana harus teratur dan terukur dengan pakem irama. Bagaimana tangan dan kaki ini serasa kram pertama mengikuti latihan tersebut. Tarian dengan gerak yang tidak begitu lambat saja seperti ini rasanya, bagaimana dengan tari tari dengan gerakan sangat lambat sebagaimana tari jawa ??. sementara bagi yang menikmati pagelaran seni tari, mereka hanya menikmati gerakan lemah gemulai mengikuti irama, tanpa tahu bagaimana perjuangan penari untuk melakukan gerakan tari dengan sempurna tersebut.
Ketika suatu ketika anak perempuan saya meminta izin mengikuti latihan tari untuk pentas ahir tahun ajaran disekolahnya, saya juga mengizinkannya, karena saya menganggap itu merupakan salah satu pembelajaran bagi anak anak untuk melatih disiplin dan keberanian, dimana mereka harus memadukan gerak dalam tari dan sebuah tim yang sudah ditentukan pakemnya, menghafalkan gerakan dengan irama tersebut tidaklah mudah, diperlukan daya ingat yang kuat. Karenanya butuh latihan khusus untuk memainkan sebuah tarian, terlebih tarian tradisional dimana sudah ada juklak dan juknisnya. Baik gerak maupun pakaiannya, meskipun hal ini bukanlah sebuah aturan baku yang tidak dapat dirubah, karena budaya dan tradisi tersebut dinamis mengikuti perkembangan zaman, sebagaimana pakaian dimana juga berkembang sesuai dengan waktu dan kondisi. Generasi yang lahir tahun tujuh puluhan akan berbeda dengan generasi sembilan puluhan, dimana generasi yang lahir tahun tujuh puluhan atau dibawahnya, masih dianggap wajar ketika ke sekolah tanpa menggunakan sepatu dan alas kaki, dan hal ini dianggap tidak wajar jika dilakukan generasi yang lahir diatas tahun sembilan puluhan. Saat awal tahun delapan puluhan beberapa madrasah belum mewajibkan jilbab bagi siswinya, dan bagi siswapun masih menggunakan celana pendek diatas lutut. Saat ini ketentuan pakaian tersebut sudah berubah dimana siswi pada Madrasah diwajibkan memakai jilbab dan siswa menggunakan celana panjang.
Begitupun dengan tari gandrung yang konon dulu hanya dipentaskan oleh penari laki laki yang pada perkembanganya dipentaskan oleh perempuan bahkan nyaris tidak ada laki laki yang memainkannya, seperti profesi bidan yang hanya laku jika di profesi tersebut dilakukan oleh perempuan. Namun dalam perkembangannya dimana seni gandrung ini banyak diminati kembali, gandrung bukan sekedar seni tari yang di lakukan dibawah terop diatas tanah yang hanya dilapisi tikar plastik, dimana para penikmat seni tari ini dulu sebagian lebih senang jika menikmati tarian tersebut dengan secangkir minuman memabukkan yang saat ini hanya dapat diperoleh ditempat tertentu, karenanya tarian gandrung yang sebetulnya tidak mempunyai kesalahan apapun tersebut dikaitkan dengan kemaksiatan yang oleh norma agama dilarang.
Anak anak hanya melakukan sedikit hoby yang ada dalam dirinya disela kesibukannya menimba berbagai macam ilmu. Sebagian besar mereka tidak benar benar ingin menjadi seorang penari dimana dulu harus melalui proses wisuda sebelum benar benar terjun sebagai penari. Mereka hanya memerlukan restu dari orang tuanya untuk mengikuti kegiatan ekstra di sekolahnya, dan para gurupun mendukung dengan kegiatan yang dianggap dapat membawa nama baik sekolah yang bersangkutan, terlebih pakaian yang digunakan penari gandrung saat ini sesuai dengan kondisi dimana siswa Madrasah dalam berpakaian gandrung menutupi semua aurat, mereka juga tidak meninggalkan sembahyang yang menjadi kewajibannya.
Saat ini banyak seni dan budaya dari luar yang secara tidak langsung terimpor ke Indonesia, dan dari beberapa budaya tersebut banyak yang teradopsi tanpa filter dan dianggap sebagai ajang mencari sensasi bagi mereka yang baru unjuk diri, dimana mereka menyanyi dan berjoget tanpa pakem yang jelas, gerakannya tak terukur dan tak teratur. Dengan pakaian yang semestinya hanya pantas dilakukan diwilayah tanpa adanya norma dan budaya yang menjunjung tinggi nilai nilai budi pekerti. Nilai nilai yang dapat merusak moral, dimana anak anak dapat melakukan tindakan yang semestinya baru dapat dilakukan oleh orang dewasa.
Kami pernah disuguhi tarian gandung oleh penari dari madrasah, mereka begitu mempesona dan sempurna dalam membawakan tariannya. Ketika mereka memperkenalkan diri dengan membuka ompyok, baru kami tahu bahwa mereka sebenarnya para lelaki gagah yang sedang memainkan peran sebagai seorang penari gandrung, dimana dulu pada awalnya gandrung dimainkan oleh para lelaki. Dan tariannya tak kalah indah dibandingkan penari perempuan yang lemah gemulai. Mungkin hanya gandrunglah dimana tarian tersebut dapat dilakukan oleh laki laki maupun perempuan dengan tarian yang sama.
Mendistory semua seni dan budaya  tanpa memilah dan menganggap semua berbau maksiat adalah sesuatu yang kurang arif. Tidak semua tarian dan seni mengandung maksiat, hal ini tergantung tingkah dan perilaku dalam membawakan tarian tersebut. Peran agama bukan untuk mengganti sebuah tradisi dan budaya luhur sebuah bangsa, namun bagaimana tradisi dan budaya tersebut berkembang dengan dengan tidak bertentangan dengan nilai sebuah agama, tradisi dan budaya akan berkembang dinamis sesuai dengan perkembangan waktu, pikiran dan perilaku Manusia.
Diwilayah paling timur pulau jawa ini dimana tempat bertemunya seni Jawa dan Seni Bali, berkembang berbagai macam seni dan budaya yang berbeda yang mempunyai ciri khas tersendiri, baik seni tersebut terpengaruh dengan seni Bali maupun seni dari Jawa dimana menghasilkan seni dan tari yang berbeda dari tari dan seni Jawa maupun Seni dan tari Bali. Pengaruh datangnya Agama Islam  juga banyak memberikan nuansa baru dalam perkembangan seni yang ada di Kabupaten Banyuwangi, beberapa kesenian dari pengaruh agama Islam tersebut ada dalam seni tari maupun seni pertunjukan.
Syafaat
Penikmat Seni Dari Sumberberas


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

No comments:

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2013. Blog Syafa'at - Semua Hak Dilindungi
Template Modify by Blogger Tutorial
Proudly powered by Blogger