Tarian
Itu Terukur dan Teratur
Sebenarnya
malam itu tidak ada agenda untuk mengikuti anak anak yang sedang melakukan
latihan di Stadion, namun kawan saya yang kebetulan belum bersuami tetap ngeyel
ingin ditemani. Padahal tahun lalu dia berangkat sendiri mengawal anak anak
yang berlatih berkalaborasi untuk menyamakan gerak dalam pagelaran kolosal seni
tari yang akan dilakukan beberapa hari lagi. Sebuah tarian kolosal dengan
melibatkan seribu penari dengan gerakan tari yang teratur dan terukur. Saya
sudah lama tidak bersentuhan dengan anak anak yang berlatih tari, namun
entahlah mengapa malam itu saya tertarik dan terpanggil untuk menemani rekan
rekan yang mengawal anak Madrasah tersebut berlatih bersama dengan penari dari
sekolah dan sanggar tari lainnya.
Dulu
ketika saya masih menjadi sekretaris sanggar seni sebuah PKBM (Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat), beberapa kali saya mencoba mengikuti latihan tari gandrung
yang kebetulan pelatihnya seorang laki-laki, jadi saya tidak canggung untuk
mencoba mengikuti, meski hanya beberapa rekan laki laki saya yang juga mencoba
mengikutinya, karena selebihnya adalah para guru perempuan dari TK dan SD yang
belajar tari untuk melatih anak didiknya. Saya merasakan betapa susahnya
melakukan tarian yang tersebut dimana harus teratur dan terukur dengan pakem
irama. Bagaimana tangan dan kaki ini serasa kram pertama mengikuti latihan
tersebut. Tarian dengan gerak yang tidak begitu lambat saja seperti ini
rasanya, bagaimana dengan tari tari dengan gerakan sangat lambat sebagaimana
tari jawa ??. sementara bagi yang menikmati pagelaran seni tari, mereka hanya
menikmati gerakan lemah gemulai mengikuti irama, tanpa tahu bagaimana
perjuangan penari untuk melakukan gerakan tari dengan sempurna tersebut.
Ketika
suatu ketika anak perempuan saya meminta izin mengikuti latihan tari untuk
pentas ahir tahun ajaran disekolahnya, saya juga mengizinkannya, karena saya
menganggap itu merupakan salah satu pembelajaran bagi anak anak untuk melatih
disiplin dan keberanian, dimana mereka harus memadukan gerak dalam tari dan
sebuah tim yang sudah ditentukan pakemnya, menghafalkan gerakan dengan irama
tersebut tidaklah mudah, diperlukan daya ingat yang kuat. Karenanya butuh
latihan khusus untuk memainkan sebuah tarian, terlebih tarian tradisional
dimana sudah ada juklak dan juknisnya. Baik gerak maupun pakaiannya, meskipun
hal ini bukanlah sebuah aturan baku yang tidak dapat dirubah, karena budaya dan
tradisi tersebut dinamis mengikuti perkembangan zaman, sebagaimana pakaian
dimana juga berkembang sesuai dengan waktu dan kondisi. Generasi yang lahir
tahun tujuh puluhan akan berbeda dengan generasi sembilan puluhan, dimana
generasi yang lahir tahun tujuh puluhan atau dibawahnya, masih dianggap wajar
ketika ke sekolah tanpa menggunakan sepatu dan alas kaki, dan hal ini dianggap
tidak wajar jika dilakukan generasi yang lahir diatas tahun sembilan puluhan.
Saat awal tahun delapan puluhan beberapa madrasah belum mewajibkan jilbab bagi
siswinya, dan bagi siswapun masih menggunakan celana pendek diatas lutut. Saat
ini ketentuan pakaian tersebut sudah berubah dimana siswi pada Madrasah diwajibkan
memakai jilbab dan siswa menggunakan celana panjang.
Begitupun
dengan tari gandrung yang konon dulu hanya dipentaskan oleh penari laki laki
yang pada perkembanganya dipentaskan oleh perempuan bahkan nyaris tidak ada
laki laki yang memainkannya, seperti profesi bidan yang hanya laku jika di
profesi tersebut dilakukan oleh perempuan. Namun dalam perkembangannya dimana
seni gandrung ini banyak diminati kembali, gandrung bukan sekedar seni tari
yang di lakukan dibawah terop diatas tanah yang hanya dilapisi tikar plastik, dimana
para penikmat seni tari ini dulu sebagian lebih senang jika menikmati tarian
tersebut dengan secangkir minuman memabukkan yang saat ini hanya dapat
diperoleh ditempat tertentu, karenanya tarian gandrung yang sebetulnya tidak
mempunyai kesalahan apapun tersebut dikaitkan dengan kemaksiatan yang oleh
norma agama dilarang.
Anak
anak hanya melakukan sedikit hoby yang ada dalam dirinya disela kesibukannya
menimba berbagai macam ilmu. Sebagian besar mereka tidak benar benar ingin
menjadi seorang penari dimana dulu harus melalui proses wisuda sebelum benar benar terjun sebagai penari. Mereka hanya
memerlukan restu dari orang tuanya untuk mengikuti kegiatan ekstra di sekolahnya,
dan para gurupun mendukung dengan kegiatan yang dianggap dapat membawa nama
baik sekolah yang bersangkutan, terlebih pakaian yang digunakan penari gandrung
saat ini sesuai dengan kondisi dimana siswa Madrasah dalam berpakaian gandrung menutupi
semua aurat, mereka juga tidak meninggalkan sembahyang yang menjadi
kewajibannya.
Saat
ini banyak seni dan budaya dari luar yang secara tidak langsung terimpor ke
Indonesia, dan dari beberapa budaya tersebut banyak yang teradopsi tanpa filter
dan dianggap sebagai ajang mencari sensasi bagi mereka yang baru unjuk diri,
dimana mereka menyanyi dan berjoget tanpa pakem yang jelas, gerakannya tak terukur
dan tak teratur. Dengan pakaian yang semestinya hanya pantas dilakukan diwilayah
tanpa adanya norma dan budaya yang menjunjung tinggi nilai nilai budi pekerti.
Nilai nilai yang dapat merusak moral, dimana anak anak dapat melakukan tindakan
yang semestinya baru dapat dilakukan oleh orang dewasa.
Kami
pernah disuguhi tarian gandung oleh penari dari madrasah, mereka begitu
mempesona dan sempurna dalam membawakan tariannya. Ketika mereka memperkenalkan
diri dengan membuka ompyok, baru kami
tahu bahwa mereka sebenarnya para lelaki gagah yang sedang memainkan peran
sebagai seorang penari gandrung, dimana dulu pada awalnya gandrung dimainkan
oleh para lelaki. Dan tariannya tak kalah indah dibandingkan penari perempuan
yang lemah gemulai. Mungkin hanya gandrunglah dimana tarian tersebut dapat
dilakukan oleh laki laki maupun perempuan dengan tarian yang sama.
Mendistory
semua seni dan budaya tanpa memilah dan
menganggap semua berbau maksiat adalah sesuatu yang kurang arif. Tidak semua
tarian dan seni mengandung maksiat, hal ini tergantung tingkah dan perilaku
dalam membawakan tarian tersebut. Peran agama bukan untuk mengganti sebuah
tradisi dan budaya luhur sebuah bangsa, namun bagaimana tradisi dan budaya
tersebut berkembang dengan dengan tidak bertentangan dengan nilai sebuah agama,
tradisi dan budaya akan berkembang dinamis sesuai dengan perkembangan waktu,
pikiran dan perilaku Manusia.
Diwilayah
paling timur pulau jawa ini dimana tempat bertemunya seni Jawa dan Seni Bali,
berkembang berbagai macam seni dan budaya yang berbeda yang mempunyai ciri khas
tersendiri, baik seni tersebut terpengaruh dengan seni Bali maupun seni dari
Jawa dimana menghasilkan seni dan tari yang berbeda dari tari dan seni Jawa
maupun Seni dan tari Bali. Pengaruh datangnya Agama Islam juga banyak memberikan nuansa baru dalam
perkembangan seni yang ada di Kabupaten Banyuwangi, beberapa kesenian dari
pengaruh agama Islam tersebut ada dalam seni tari maupun seni pertunjukan.
Syafaat
No comments:
Post a Comment