Madrasah
Inklusif
Oleh
: Syafa’at, SH, MHI
Ujian
sekolah tingkat dasar telah diumumkan oleh masing masing satuan lembaga
pendidikan dengan berbagai macam nilai yang diperoleh masing masing peserta
didik, dari yang mempunyai hasil nyaris sempurna hingga nilai yang nyaris tanpa
nilai. Hal ini tidak lepas dari kemaampuan anak yang memang berbeda antara satu
dengan lainnya, meskipun mendapatkan materi yang sama, namun daya tangkap dan
penalarannya tidak mesti sama.
Pada
tahun ini ada dua anak berkebutuhan khusus ( ABK ) penyandang tuna Grahita yang
mengikuti Ujian, baik UNBK, UNBD maupun UAM di satuan Madrasah Ibtidaiyah di
Kabupaten Banyuwangi, dan keduanya ada dalam satu lembaga pendidikan, dimana
dalam kesehariannya juga berbaur menyatu dengan anak anak sebayanya, baik dalam
maupun diluar kelas. Anaka anak penyandang tuna Grahita ini juga berhak
mendapatkan raport dan ijazah yang sama di satuan pendidikan tersebut dengan
ijazah yang diterima oleh anak anak pada umunya, tidak ada perbedaan apapun
dari bentuk dan tulisan dari surat tanda taman belajar tersebut, karena mereka
sekolah pada pendidikan umum tingkat dasar.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: Tunanwicara,
Tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunallaras, kesulitan belajar, ganngguan
perilaku, anak berbakat anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak
berkebutuhan khusus adalah Anak Luar Biasa dan Anak cacat.Sebenarnya
ada sekolah khusus bagi para penyandang cacat yang disebut dengan Sekolah Luar
Biasa, baik tingkat dasar, menengah pertama sampai tingkat atas, namun ada
beberapa perttimbangan bagi penyandang Tuna Grahita serta beberapa penyandang
cacat lainnya untuk sekolah di lembaga khusus tersebut, salah satunya adalah
tidak semua wilayah ada lembaga pendidikan tersebut, sehingga jika dipaksakan
untuk sekolah di lembaga tersebut maka biaya transportasinya juga relatif
tinggi. Namun demikian tidak semua ABK dapat diterima di sekolah umum, hal ini
berkaitan dengan kemampuan lembaga untuk menyediakan guru pembimbing yang
sesuai dengan kebutuhan ABK tersebut.
Butuh
kesabaran ekstra dalam penangan anak anak istimewa (cacat) tersebut, hal ini
dikarenakan adanya sedikit perbedaan daya pikir dan perilaku serta fisik dari
anak anak berkebutuhan khusus dimaksud, dimana mereka tidak dapat disamakan
begitu saja dengan anak anak normal pada umumnya. Mereka juga berhak memperoleh
pendidikan yang layak sebagaimana anak anak pada umunya, masa kanak kanak juga
berhak mereka dapatkan pada dunia permainan anak anak pada umumnya.
Anak
anak istimewa ( terutama tunagrahita ) tersebut ketika
mendapatkan pendidikan yang sama dan jadi satu dengan anak anak lainnya, namun
dalam penangannya juga sedikit mendapatkan perbedaan, dengan mengingat faktanya
daya pikir dan penalaran mereka jauh berbeda dengan lainnya. Dalam melaksanakan
ujian sekolah, mereka juga mendapatkan soal soal yang berbeda dengan siswa pada
umumnya, karena mereka tidak mungkin untuk mendapatkan soal yang sama sebagaima
yang lainnya. Karena pada hakekatnya mereka adalah berbeda.
Dalam
penanganan pendidikan anak berkebutuhan khusus (terutama tunagrahita) tersebut
bukan hanya guru pembimbing yang harus mempersiapkan diri untuk menangani
sistim pendidikan ini, namun lembaga pendidikan juga harus dapat menciptakan
lingkungan yang nyaman bagi mereka, dimana anak anak sebaya dengan mereka juga
rekan sekelasnya dapat memperlakukan mereka secara manusiawi, tidak menjadikan
bahan olok olok dari anak berkebutuhan khusus tersebut. Sebutan lama dalam
istilah tunagrahita atau keadaaan
keterbelakangan mental dengan istilah yang membuat anak dan keluarganya
terganggu harus dihilangkan, keadaaan
keterbelakangan mental Anak tunagrahita memiliki IQ di bawah rata-rata anak
normal pada umumnya, sehingga menyebabkan fungsi kecerdasan dan intelektual
mereka terganggu yang menyebabkan permasalahan-permasalahan lainnya yang muncul
pada masa perkembangannya. Hal ini dibutuhkan pendekatan secara khusus
bukan hanya terhadap anak berkebutuhan khusus tersebut, namun juga kepada rekan
sekelasnya yang setiap hari berinteraksi baik didalam maupun diluar kelas.
Pendidikan
yang dilakukan terhadap penyandang Tuna Grahita serta ABK lainnya lebih
ditekankan terhadap pembinaan karakter dan kemandirian yang bersangkutan, pencarian
bakat dan pengembangan potensi diri yang bersangkutansangat diperlukan guna
memperoleh kepercayaan diri dan kemandirian yang bersangkutan dalam hidup
bermasyarakat.
Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, menjelaskan
bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus.
Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan
pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau
peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara
inklusif.
Bagi anak anak dengan kecerdasan Istimewa, ada Madrasah
yang memperlakukan mereka dan mengelompokkan kedalam Peserta Didik Cerdas
Istimewa ( PDCI ) dimana dalam jenjang sekolah menengah ( MTs/MA ) mereka
menempuh pendidikan dengan menempuh sistim SKS penuh, sehingga hanya menempuh
empat semester atau dua tahun untuk mendapatkan ijazah. Penanganan
pendidikan anak dengan keserdasan istimewa ( dengan IQ diatas rata rata ) yang
diperlakukan khusus dengan menyendirikan dalam satu kelas istimewa juga harus
memperhatikan perkembangan sosial dari yang bersangkutan, sehingga anak anak
ini tidak merasa sangat excellnt dibandingkan dengan anak anak dengan kemampuan
biasa, hal ini sangat dibutuhkan untuk perkembangan sosial yang bersangkutan.
Pembauran siswa ( dalam kegiatan ektra ) menjadi salah satu cara agar antar
siswa dapat berinteraksi antara satu dengan lainnya, karena tidak semua anak anak
yang dikelompokkan kedalam kelas istimewa tersebut akan mendapatkan nikkai yag
istimewa.
Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3)
menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a.
tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f.
tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki
gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang,
dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain.pasal 130 (1) menjelaskan
bahwa Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan
pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan
pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau
satuan pendidikan keagamaan.
Pasal 133 ayat (4) Peraturan Pemerintah tersebut juga menetapkan
bahwa Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara
terintegrasi antarjenjang pendidikan dan/atau antarjenis kelainan. Juga
dijelaskan dalam Permendiknas No. 70 tahun 2009 Pasal 3 ayat (1) bahwa Setiap
peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan
secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
Penulis adalah Analis Data dan Informasi
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Agama Kabupaten
Banyuwangi
No comments:
Post a Comment