Terjebak dalam Hotel
Adzan
subuh mulai berkumandang yang di relay di Loby hotel. Orang orang bergegas
menuju Masjid hampir secara bersamaan, sehingga Lift yang ada seakan tidak mencukupi
dengan kebutuhan jamaah, padahal ada empat lift ditempat hotel tingkat
tigabelas tersebut.Saya juga ersiap menuju Masjid Nabawi untuk menunaikan
Sholat Subuh berjamaah, saya juga inngin menuntaskan Arbain yang dimukai
hitungan pada Sholat subuh ini. Namun langkah kaki seakan terhenti sesampainya
di Loby hotel. Seperti ada yang menggerakkan diriku untuk menuju Hotel Soraya
dfipagi buta tersebut.
Ada
sekitar 25 Jamaaah yang berada di hotel tersebut, itupun jamaah haji campuran
titipan dari jamaah kloter terdahulu yang gagal berangkat karena sakit. Jamaah dari
Kabupaten Situbondo dan Bondowoso tersebut ada yang hanya bisa berbahasa
Madura, untungnya ada Jamaah dari Bondowoso yang bersedia jadi penterjemah jika
harus berkomunikasi dengan jamaah lainnya yang tidak dapat mengerti bahasa
Madura. Sebagian besar penghuninya dari negara Pakistasn dan India,
perawakannya leih tinggi dibandingkan dengan jamaah Indonesia yang berada
disana. Untungnya jamaah saya berada dalam satu lantai yang sama, sehingga satu
lantai tersebut hanya ditempati jamaah Haji Indonesia, namun saat berada daalam
Lift, sering harus bersama dengan jamaah India dan Pakistan tersebut.
Perbedaan
Bahasa kadang membuat suasana menjadi lucu, saya yang beberapa kali mendatangi mereka juga merasakan hubungan
mereka yang kadang bercakap cakap dengan bahasanya sendiri sendiri juga merasa
aneh. Beruntung saya mempunyai mertua Madura, dan pernah belasan tahun bertugas
diwilayah suku Madura, sehingga meskippun tidak fasih berbahasa Madura, namun
sedikit sedikit mengerti dan bisa nyambung saat harus menghadapi jamaah madura.
Saya jadi teringat dulu ketika harus berkomunikasi nengan Ibu dari mertua saya
yang tidak dapat berbahasa Jawa, namun mengerti maksudnya, dimana saat bercakat
cakat tersebut saya tetap menggunakan Bahasa Jawa, karena takut salam dalam
melafalkan bahasa madura, sedangkan Ibu dari Mertua saya yang artinya juga
nenek dari istri saya tetap menggunakan bahasa Madura. Jadilah percakapan
dengan menggunakan dua bahasa yang berbeda, namun dimengerti oleh keduanya.
Ternyata
mengerti banyak bahasa itu sangat berarti ketika kita harus berkomunikasi
dengan orang lain, seperti halnya di Madinah ini. Ketika akan berangkat dulu
saya merasa tenang dan tidaak akan terkendala dengan Bahasa, karena dua orang
team saya pernah melaksanakan Ibadah haji, Pembimbing Ibadah adalah pimpinan
Pondok pesantren yang juga seorang dosen yang mahir berbahasa arab, sementara
salah satu paramedis juga sangat mahir berbahasa inggris, namun pada
kenyataannya ketika harus bernegosiasi dengan pihak hotel, kebetulan pas saya
sendirian, sehingga mau tidak mau saya harus menggunakan bahasa Arab dan atau
inggris seadanya, yang terpenting kami saling memahami dengan maksud dan
tujuannya. Begitu juga saat berada di kantot, ketika ada warga asing yang mau
menikah, saya yang harus menghadapinya, namunberuntung karena sekarang blanko
untuk akta ada Bahasa inggrisnya, sehingga keti awawancara kami tidak mengalami
kesulitan. Berbeda dengan MoU dengan pihak hotel yang hanya menggunakan Bahasa
Arab dan Inggris, dimana saya harus melakukan sendiri tanpa didampingi H Achmad
Siddiq yang pandai bahasa inggris atau Mbak Sari Nurani yang mahir Bahasa
Inggris.
Saya
bersyukur mempunnyai team hebat seperti mereka. Saya tidak menyangka jika harus
satu team dengan mereka. Dulu saya pernah satu team dengan Neng Ana, adik
kandung beliau ketika sama sama aktif di Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi,
tak menyangka dalam musim haji ini bisa satu team dengan kakaknya. Saya juga
heran mengapa ketika saya membutuhkan teman untuk berkomunikasi dengan pihak
hotel yang hanya menggunakan Bahasa arab dan bahasa inggris dimana saya masih
ragu untuk menggunakannya, saya selalu sendiri ???, saya hanya bisa berbahasa
arab yang berkaitan dengan pernikahan, terlebih massalah maskawin yang
kadangkkala menggunakan angka pecahan, begitu juga dengan bahassa inggris
dimana saya hanya fasih dan faham kata I love you.
Saya
naik ke lantai tujuh Hotel Soraya disambut dengan teriakan jamaah perempuan
yang nampaknya sangat kebingungan, sementara jamaah laki laki sudah lebih dahulu
turun menjuju Masjid. Beberapa perempuan paruh baya tersebut nampak menyeka air
mata. “Alhamdulillah Pak Doa saya terkabul, ahirnya njenengan datang juga”. Saya
terkejut dengan ucapannya. Dan Benar juga bahwa mereka terjebak dalam hotel dan
tidak dapat turun karena tidak dapat menggunakan lift. Mereka bercerita bahwa
barusaja masuk Lift bersama jamaah perempuan asal india hingga salah lantai,
mereka disuruh keluar oleh orang India tersebut tepat di Baseman, bersyukur
mereka bisa kembali ke lantai tempat mereka menginap hingga saya temukan.
No comments:
Post a Comment