Selamat Datang Pada BLOG SYAFA'AT semoga bermanfaat
Home » » Ahirnya Wafat di Tenda mina

Ahirnya Wafat di Tenda mina

Ahirnya Wafat di Tenda Mina
Sore itu kami sudah merencanakan bahwa saya, Dokter Idha dan Sari Nurani dari paramedis, sehabis Maghrib melonjar Jumroh, sementara Gus Achmad Sidiq dan Mas Hari santoso yang akan menjaga jamaah di tenda. Rencananya sekitar 60 orang jamaah yang akan berangkat setelah Maghrib, dan kami akan bergabung bersama mereka. Dokter Idha Prasetyowati belum pernah ke Jamarat, meskipun malam sebelumnya sudah berada di pintu terowongan jamarat, namun tidak melontar Jumroh. Kami saat itu sedang mengurus administrasi jamaah haji yang wafat, sehingga meski sudah sangat dekat dengan jamarat, kami harus segera kembali ke tenda, karena kami berangkat dengan rombongan pengurus Maktab, sedangkan Mbak Sari Nurani, perawat yang mahir berbahasa Inggris baru datang dari Rumah Sakit Arofah karena harus mengawal jamaah yang masuk Rumah sakit, sehingga tidak bersamaan ke Mina. Kedua orang petugas medis tersebut saat melontar Jumroh Aqobah diwakilkan oleh Mas Hari Santoso.
Dalam hal melontar jumroh, kami tidak melakukan secara runtut dalam serah terima perwakilan melontar sebagaimana saat bimbingan manasik, dimana harus ada serah terima batu kerikil dari yang akan diwakili. Hal ini terjadi karena kondisi kami yang tidak dapat melakukan hal tersebut. Dan kami yakin apa yang kami lakukan juga sah menurut hukum, sebagaimana orang yang berada di Rumah sakit juga tidak menyerahkan batu kerikil miliknya yang diperoleh di Muzdalifah untuk melontar. Bagi kami, perwakilan tersebut cukup dengan media WhatsAap, kadangkala kami melontarkan dulu baru kemudian menyampaikan bahwa kami telah mewakili orang tersebut untuk melontar jumroh. Bahkan Mabit di Muzdalifah dan Mina pun tidak dapat kami lakukan dengan sempurna. Suatu saat saya harus kembali ke Arofah untuk menjenguk jamaah yang sedang dirawat disana, dan jamaah yang dirawat ini juga tidak kami bawa untuk mabit di mina dan langsung ke Makkah, karena terlalu beresiko jika harus bersama kami di Mina.
Adzan Maghrib telah dikumendangkan, beberapa jamaah bersiap untuk menjalankan ibadah Sholat Maghrib untuk kemudian keluar tenda menuju jamarat. Saya juga bersiap untuk bersama jamaah tersebut, namun hingga jamaah siap berangkat, kami belum juga dapat menyelesaikan berbagai masalah yang sedang kami hadapi. Beberapa jamaah membutuhkan penanganan secara intensif, terlebih ada seorang jamaah yang sedang diinfus di tenda dengan ditemani seorang isterinya. Jamaah tersebut terlihat baik baik saja meski dalam kondisi sakit, namun semangatnya untuk menjalankan Ibadah Haji dengan sempurna patut di apresiasikan. Bahkan jamaah ini pernah ingin ikut Tarwiyah bersama rombongannya, dan dengan berbagai cara kami berhasil membujuknya saat itu. Mulai dari Makkah jamaah ini sudah terlihat sakit dan harus memakai kursi roda. Kondisi semakin drop setelah sehari semalam berada di Arofah, dan kondisi tidak semakin membaik sesampainya di tenda Mina, meski tidak separah dua orang jamaah kami yang sempat dibawa ke Rumah Sakit mina Al wadi.
Rombongan yang melontar jumroh telah berangkat, dan kami massih tetap ditenda merawat jamaah yang sakit tersebut. Sore hari saya masih sempat mengganti pakaiannya, saat itu saya melihat kotorannya berwarna hitam pekat, saya merasakan ada firasat kurang baik dari orang orang yang biasanya kotoran seperti ini, namun saya hanya diam saja. Terlebih sepertinya orag ini sudah sangat pasrah dan rela jika harus wafat dalam menjalankan Ibadah haji. Tidak selamanya kita dapat mempercepat yang seharusnya lambat, atau memperlambat yang seharusnya cepat. Berbagai upaya telah kita lakukan agar jamaah ini sehat hingga Armina usai, namun tekdir berkehendak sesuai jalannya. Jamaah ini ahirnya wafat ketika rombongannya sudah beberapa ratus meter menuju jamarat. Saya menghubungi pengurus maktab, tak pelak tangis sang istripun pecah ditengah kesunyian tenda.
Kami menenangkannya, sementara yang lain merawat jenazah, membaringkannya dengan sempurna. Gus Achmad Siddik menyelimuti jamaah tersebut dengan helai Ihram miliknya. Mungkin ini salah satu manfaat kami membawa tiga helai kain Ihram, disaat tertentu bisa dimanfaatkan untuk membantu jamaah. Beberapa saat kemudian datang si ayyub, Pemuda Ganteng Asli Arab yang fasih berbahasa Indonesia ini menenangkan jamaah. Saya tida menyangka pemuda yang banyak fans dari jamaah dan pernah bersama Rina Nose dalam episode jalan jalan di trans 7 ini pandai meragkai kata yang menyejukkan jamaah. Gus Achmad Siddiq memimpin pembacaan Yasin dan tahlil dalam tenda, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, seluruh jamaah yang masih berada ditenda bersama sama mengikuti tahlilan tersebut.

Rencana ke jamarat bertigapun jadi tak terlaksana. Kami harus berbagi, dan lagi laghi dokter Idha Prasetyowati yang tidak dapat mengikuti kami untuk melontar Jumroh. Dokter berkacamata yang seakan tak pernah llelah ini harus membuat COD di tenda KKHI Mina, dalam hati saya berjanji bahwa pada saatnya nanti saya akan mengajaknya ke Jamarat. Ini adalah jamaah ketiga yang dibuatkan surat kematian.  
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

No comments:

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2013. Blog Syafa'at - Semua Hak Dilindungi
Template Modify by Blogger Tutorial
Proudly powered by Blogger