Orang itu Pingsan di depanku
Setelah
Sholat subuh di Masjid Nabawi saya tidak langsung pulang, seperti biasa saya
jalan jalan disekitar Masjid yangsampai saya meninggalkan Masjid ini belum
pernah mengitarinya, sehingga tidak tahu pasti bersapa luas Masjid ini
sebenarnya. Seperti biasa saya berdiri pada sebuah tembok sekitar satu setengah
meter diluar pintu enam, pintu dimana menuju hotel kami. Saya bisa melihat
ribuan jamaah yang keluar dari pintu tersebut, dan jamaahpun bisa mengensali
saya, kadangkala mereka mendekati saya dan ingin pulang bersama secara
rombongan. Maklumlah dihari hari awal di kota Madinah banyak jamaah yang sesat
jalan karena salah dalam memilih gang atau keliru saat berbelok arah, meski
sebenarnya hotel kami sangat mudah untuk dicari dari pintiu enam ini.
Beberapa
jamaah berhenti sebentar disekitar taman diluar pintu enam dimana banyak burung
dara bertebaran disini, pedaagang dengan lapak lapak kecil juga t6ak henti
hentinya menawarkan dagangan dengan bahasa Indonesia yang terlihat kaku.
Beberapa jamaah mampir di Masjid Umamah yang ada di luar pintu enam. Masjid ini
tidaklah besar, tempatnya disebelah kiri setelah keluar dari pintu enam ,
Umamah adalah Nama Shahabat Nabi dari Kaum Anshor yang mula mula masuk Islam,
sebelah kanan ada Masjid Abu Bakar yang juga tidak terlalu luas. Beberapa
jamaah menyempatkan diri ziarah dan masuk kedalam masjid tersebut.
Pagi
itu setelah saya berkeliling sekitar pintu enam, saya ingin ke Musium
Perjalanan Nabi, seperti pagi sebelumnya, saya duduk duduk disekitar taman
burung ( sebutan kami untuk menandai tempat dari hotel menuju pintu enam yang
banyak burung daranya, meskio tidak banyak tanaman ), saya mulai mendekati
kembali ke Halaman Masjid Nabawi setelah payung payung raksasa mulai mekar,
sebuah pemandangan yang tidak didapatkan ditempat lain. Saya memasuki Masjid
lagi untuk melalukan Sholat Dhuha. Saya sengaja Sholat didalam masjid sambil
mengambil air zamzam daan memasukkan kedalam botol semprotan. Saya sudah
berjanji dengan beberapa jamaah untuk berangkat bersama ke Musium Perjalanan
Nabi dan dilanjutkan ke Maqom Baqi’, kita sepakat berkumpul di Carpacking 5,
sebuah tempat dihalaman belakang Masjid Nabawi dimana dibawahnya ada tempat
parkir Mobil, memang karena adanya perluasan halaman Masjid Nabawi, jalanan
disekitar Masjid berada di terowongan dibawah halaman tersebut, termasuk tempat
parkirnya, begitu juga dengan tempat wudlu yang berada di bawah halaman.
Ketika
saya keluar dari Masjid Manawi, tepat didepanku secara mengejutkan ada seorang
laki laki sekira usia lima puluhan diatas kursi roda kejang kejang, dari
mulutnya keluar sedikit busa, beberapa tentra keamanan Masjid mendekat
memberikan pertolongan dengan mengangkat orang tersebut dan membaringkan ke
lantai. Tidak ada jamaah yang oleh mendekat, mungkin takut terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan. Mata saya memburu diantara jamaah, mungkin ada teman atau
saudara dari jamaah tersebut, ternyata tidak ada, sayajuga heran, mengapa juga
jamaah dengan kursi roda ini ke Masjid sendirian, ahirnya merep[otkan juga saat
terjadi musibah seperti ini.
Saya
mendekati jamaah tersebut dan menunjukkan kartu identitas sebagai petugas PPIH,
karena dalam kondisi seperti ini hanya petugas dengan identitaslah yang
diperkenankan mendekat, namun saya tidak dapat berbuat banya selain mengamankan
barang barang terpenting miliknya. Kondisi jamaah masih juga belum membaik
hingga datang ambulan dari RSAS. Tidak ada pilihan bagi petugas yang sedang
menghadapi jamaah yang sedang memburuhkan pertol;ongan meskibukan dari anggota
jamaah kloternya keculi ikut dalam ambulan tersebut dengan mengabaikan rencana
ke Musium perjuangan nabi.
Ambulan
membawa jamaah ke RSAS Al Anshor, sebuah rumah sakit yang berlokasi di sekitar
Masjid Nabawi, rumah sakit ini tidaklah terlalu besar, namun fasilitasnya
sangat komplit. Pasien yang datang langsung mendapatkan penangan, pemeriksaan
lengkap untuk mengetahui secata detail penyakitnya. Saya menanda tangani berkas
berkas dalam bahasan Arab dan inggris yang diperlukan dari jamaah yang ternyata
dari Embarkasi Solo ini. Sekali kali saya membuka kamus bahasa Arab pasaran
yang saya simpan dalam android, agar saat berkomunikasi dengan pegawai rumah
sakit tidak terlalu terlihat plonga plongo, sesekali terpaksa dengan Bahasa
Inggris jika sudah mentok tidak dapat menggunakan Bahasa Arab, yang terpenting
kami sama sama memahami maksudnya.
Saya
menghubungi Ketua Kloter dari pasien dengan menggunakan Android yang dibawa
pasien tersebut, sambil menunggu tim kloternya datang, saya berjalan jalan
melihat kondisi sekitar rumah saki, kebetulan ada dua orang jamaah asal Medan
yang ingin menjenguk saudaranya yangdirawat di RSAS Al Anshor, dia menunjukkan dapih
B sebagai identitas saudaranya yang dirawat dirumah sakit tersebut, saya
mengarahkannya untuk menemui resepsionis, dan oleh resepsionil diberikan sebuah
catatan kecil dengan menggunakan bahasa Arab tanpa harokat dan yang kemudian
diarahkannya ke loket. Beberapa saat kemudian kedua orang ini kembali dengan
tersenyum bingung menunjukkan kepada saya bahwa dia diberi obat saat berada di
loket.
Saya
ingin menolong orang ini, namun saya juga harus menjaga pasien yang saya bawa
sertaa menunggu tiem kloternya, ahirnya kedua jamaah tersebut saya suruh untuk
bertanya kepada petugas yang ditemuinya dengan menunjukkan Dapih B serta
berkata Aena Pasien Hadha hingga
kemudian ditunjukkan tempatnya. Ternyata ampuh juga mantra yang saya berikan
kepadanya.
Hari
menjelang siang ketika Team Kloter dari Solo datang, kedatangannya agak lambat
karena harus berkoordinasi dengan sektor sebab tidak tahu alamat RSAS Al
Anshor, sementara saya juga tidak tahu bagaimana nanttinya saya kembali ke
Hotel dimana saya menginap. Jika saya harus jalan kaki, saya harus melangkahkan
kaki ini kemana ?? sedangkan saya tidak tahu arah didaerah mana saya sekarang
berada.dan satu satunya jalan untuk sampai ke Hotel adalah saya harus naik
taksi sendiri denhan sopir yang tiodak mengeti Bahasa Indonesia sama sekali,
apalagi bahasa Osing.
No comments:
Post a Comment