Detik Detik Yang
Menegangkan.
Waktu
wukuf masih beberapa jam lagi, orang orang berdzikir didalam tenda, saya
memilih Tenda dekat kamar mandi bersama belasan jamaah haji yang memakai kursi
roda. Kami saya masih ingat ketika masih di Embarkasi, menurut hitungan petugas
saat itu, di Kloter kamilah paling banyak yang memakai kursi roda. Tidak ada
yang dapat kami lsayakan selain mensyukuri semua yang kami terima seraya berharap
Tuhan memudahkan semua urusan kami. Semua yang memakai kursi roda dan jamaah
yang risti kami jadikan satu tenda di Arofah, agar lebih mudah bagi kami untuk
merawatnya. Letak tenda kami hanya sekitar 100 meter dari tenda TGC ( Team Gerak
Cepat ). Beberapa jamaah memilih diluar tenda, dibawah Akasia yang tumbuh di
Arofah, meski tidak serindang di tanah air, namun sudaah cukup untuk menambah
kesejukan dari udara yang menyengat.
Satu jamaah harus dilarikan ke tenda KKHI
yang letaknya sekitar satu Kilometer, tak ada kendaraan kesana, becakpun juga
tiada. Jamaah tua yang saat di Pesawat juga bikin heboh kiarena asmanya kumat
tersebut didorong dengan kursi roda ke Klinik KKHI, Istri Jamaah dan Sari
Nurani yang mengantarnya, Gadis Paramedis ini memang yang merawat Jamaah sejak
di Embarkasi, saat di pesawatpun dia yang aktif merawat ketika orang ini
sesaknya kambuh. Mbak Sari Nurani adalah Team kami yang paling lancar berbahasa
Inggris. Ini adalah tugasnya yang kedua sebagai TKHI, sehingga lebih mengenal
medan Arafah dibandingkan dengan lainnya.keberaniannya yang luar biasa mentegakanku
untuk melepas dia berangkat sendiri.
.
Satu jamaah perempuan keluar dari tenda,
jilbabnya sudah dilepaskannya. Dia seperti tak ingat apa apa, berjalan ke pojok
tenda, buang air kecil seolah berada di kamar Kecil rumahnya, Saya mengenalnya
disini, ketika sebagian ingatannya terbang terbawa angin panas Arofah. Dari
foto yang tertempel pada Dapih B masih tergurat sisa kecantikanmu meski engkau
tak muda lagi.saya membiarkannya, bukan karena saya tidak peduli, kami harus
merawat jamaah yang lain, beberaapa diantaranya Headstrtoke. Dua orang jamaah
perempuan yang satu regu dengannya saya minta bantuannya untuk mengawasi,
mengganti bajunnya dengan yang bersih secara lengkap menutupi semua auratnya,
kebetulan ada jamaah yang mau meminjamkan baju miliknya, sementara baju jamaah
ini semuanya sudah kotor terpakai. Beberapa jamaah meneteskan air mata seraya
beristighfar melihat pemandangan tersebut.
Beberapa
saat kemudian Jamaah ini pingsan, saya minta bantuan ketua regu dan rombongan
untuk menolongnya, tetapi mereka tidak bersedia. Mereka takut kena dam karena
menyentuh perempuan. Ahirnya saya dan beberapa jamaah perempuan yang
menolongnya. Saya tidak berfikir apakah saya kena dam atau tidak. Saya yakin
bahwa hukum agama itu fleksibel, bisa berubah karena kondisi. Saya bersama
Dokter Idha Prasetyowati membawa ke TGC untuk mendapat perawatan darurat.
Sementara Mas Hari Santoso menjaga di tenda. Dia satu satunya tenaga medis yang
tersisa menjaga tenda. Sementara itu kami tidak berani mengganggu Gus Sidik
selaku pembimbing Ibadah yang sedang mengatur pelaksanaan wukuf yang sebentar
lagi dilaksanakan. Empat tenda yang berbeda narus disiapkan empat orang yang
melakukan khutbah wukuf.
Beberapa
saat lagi Wukuf dimulai, beberapa tenda telah menyiapkan perlengkapannya. Sayup
sayup adzan mulai dikumandangkan. Di TGC kami menunggu jamaah yang sedang
dirawat. Sekujur tubuhnya digerojok dengan es batu. Ada kemungkinan jamaah ini
harus segera dirujuk dirumah sakit.seperti juga yang disediakan di setiap pintu
masuk tenda. Beberapa es batu dalam drum disediakan oleh Muassasah yang berguna
untuk mengkompres jamaah. Saya juga melakukannya, meletakkan satu buah es batu
tepat di belakang leher, dan membahasi wajah dengan air dingin.
Saya
duduk bersebelahan dengan Bu Idha, kami saling diam, seperti dua orang
berpacaran yang ingin menyampaikan kata cinta. Hanya kami berdua yang tahu
bagaimana perasaan kami saat itu, pikiran dan perasaan kami seakan melayang seperti
layang layang putus dari benang. Ketika Bu Idha menyampaikan bahwa ada
kemungkinan jamaah yang sakit parah tersebut harus dibawa ke Rumah sakit. Bayangan
kami jadi tidak menentu, bagaimana jika harus dibawa ke Rumah sakit diluar
Arofah ?? tentunya diantara kami atau kami berdua yang harus mengawalnya. Dan jika
hal itu dilakukan, maka kami tidak jadi ikut wukuf, dan itu artinya kami tidak
jadi ikut menjalankan Ibadah haji, begitu juga dengan jamaah yang sakit parah
tadi. halusinasi pada sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Bukankan jamaah yang
sakit parahpun juga di Safari Wukufkan ??? dan tidaklah mungkin Jamaah yang
berada di Arafah dibawa keluar untuk perawatan.
Saya
mengambilkan baju Bu Idha di tenda sebagaimana perintahnya. Saya buka tas
tenteng yang berisi baju lengkap tersebut, dari baju seragam sampai daelmanpun
ada. Saya tidak tahu apakah, apakah memegang seluruh perlengkapan baju milik
perempuan yang bukan istri saya ini kena dam atau tidak ?? saya diam sesaat. Haruskah
saya memberi baju bagi jamaah yang sakit tersebut dengan baju seragam petugas
??. saya masih ingat bahwa ketika Ibu Ibu jamaah mengganti baju jamaah yang
sakit ini satu jam yang lalu, mereka mencuci bajunya. Saya bergegas ke kamar
kecil khusus perempuan, beberapa Ibu terlihat antri mengambil wudlu, mata saya
tertuju pada jemuran baju milik Ibu ibu tersebut. Dengan tidak memperdulikan
tatapan beberapa mata jamaah, saya mengambil baju milik jamaah sakit yang telah
kering tersebut.
No comments:
Post a Comment