Arofah ; Medan Terberat Jamaah Haji Indonesia
Saya
duduk mnenunggui Pasien di tenda TGC ( Team Gerak Cepat ) yang berada sekitar
70 meter dari tenda saya di Arofah. Disebelah saya B Idha Prasetyowati dan Mas
Hari Santoso yang beberapa saat kemudian harus kembali ke tenda karena ada
jamaah yang perlu perawatan. Ada kemungkinan pasien jamaah ini harus segera
dirujuk ke rumah sakit. Bayangan kami seakan terbang tak tararah, tak seperti
bayangan dua orang yang duduk dipelaminan membayangkan malam pertama, namun
seperti bayangan nahkoda bajak laut yang mengarahkan kapalnnya tanpa tahu
dimana dermaganya. Bayangan yang tidak menentu, dari dua orag petugas kloter
yang belum pernah melaksanakan ibadah Haji. Jika Pasien harus dibawa keluar
Arofah, maka kami membayangkan bahwa
saya atau diantara kami yang harus
mengantarkannya, dan itu artinya kami atau diantara kami harus keluar dari
Arofah sebekum waktu wukuf dimulai. Dan itu artinya kami tidak mengikuti wukuf
dan gagal dalam melakukan Ibadah Haji. Kami hanya pasrah, jika harus keluar
dari Arofah, maka itu adalah resiko dari seorang petugas kloter yang harus
mengedepankan tugas dibandingkan dengan Ibadah Haji.
Adzan
mulai dikumandangkan, pratanda prosesi wukuf akan segera dimulai. Pasien
berangsur angsur membaik. Meski masih harus bermandikan es batu dan belum
sadarkan diri sepenuhnya, pakaiannyapun sudah diganti dengan pakaian bersih
seperti jamaah saat wukuf pada umumnya. Saya mengambil wudlu dan bergabung
dengan kloter Kota Malang yang kebetulan gandeng dengan tenda TGC untuk Sholat
Jamak Dzuhur dan Ashar, sementara Idha Prasetyowati bergabung dengan tenda
sebelaahnya. Mestinya kami ikut kloter kami dalam prosesi ini, namun kondisilah
yang membuat kami harus berpencar, dan hanya Gus Achmad Siddiq selaku
Pembimbing Ibadah ditemani Mas Hari Santoso sebagai paramedis yang ada di tenda
Kloter. Android selalu menyala untuk
selalu berkomunikasi dan memantau jamaah. Bebeerapa saat kemudian Bu Idha Prasetyowati
harus mengantar pasien Jamaah ke Tenda KKHI Arofah.
Saya
kembali ke tenda ketika Mas Hari Santoso sedang mendorong seorang jamaah yang
kena heatstrokee untuk dilarikan ke TGC. Saya memberhentikannya,
menggantikannya mendorong jamaah
tersebut ke TGC, untuk memaksa satu satunya tenaga medis laki laki itu untuk
berhenti istirahan dan makan siang karena saya tahu sejak pagi dia belum
beristirahat. Saya hanya ingin memastikan bahwa seluruh team dalam kondisi
sehat, karena hari hari yang melelahkan akan segera dimulai. Saya meneruskan Japri
Mbak Sari Nurani yanng berada di tenda KKHI, karena hampir tiap menit ada
jamaah yang heatstrokee, agar jamaah banyak minum dan menyemprot wajahnya
dengan air. Dan itu benar benar diterapkan, para ketua regu dan rombongan tak
henti hentinya mengingatkan dan menyemprot jamaah. Ada sekitar enam orang yang heatstroke
di Arofah, satu orang dilarikan ke tenda KKHI dan satu orang ke RSAS di Arofah.
Saya
mengajak Ketua Regu untuk menjemput jamaah yang mulai membaik di tenda KKHI,
namun ketua regu itu keberatan, dengan alasan di Arofah waktunya untuk
memperbanyak dzikir dan doa, saya tidak dapat memaksanya, karena di Arofah
memang waktunya untuk banyak berdzikir dan memanjatkan doa doa. Berdzikir tidak
harus duduk bersila dalam tenda. Duduk bersila dalam tenda yang lebih luas dan
nyaman dibandingkan dengan tenda tahun lalu hanya dapat dilaksanakan oleh
jamaah, kami berdzikir sambil mendorong jamaah di kursi rodanya beratus ratus
meter, atau tenaga medis berdzikir sambil memasang infus dan merawat jamaah
yang mengalami heatstrokee yang seakan tak henti. Tenda yang begitu besar
seolah tak muat dengan jamaah yang membutuhkan pertolongan dengan segera.
Bongkahan es batu yang dikampung halaman dibuat campuran es sendol aaau
berbagai jenis minuman es segar lainnya, disini digunakan untuk mengompres
jamaah. Nyaris jamaah yang mengalami heatstrokee seperti salat buah diantara es
batu disekujur tubuhnya.
Sebenarnya
tenda di Arofah sudah cukup besar untuk menampung jamaah, namun karena panas
yang menyengat yang melanda hamparan dibawah Jabal Rahmah tersebut, ditambah
sapaan badai gurun yang menyambut kedatangan kami di Arofah membuat kami harus
menutup empat pintu tenda yang mengakibatkan kuragnya oksigenyang ada di dalam
tenda. Meskipin ada AC dan Blowers dalam tenda, namun oksigen kurang memadai
untuk dihirup puluhan jamaah dalam satu tenda.
Saya
benar benar memelototi android seperti anak yang kecanduan game, powerbank
sudah saya siapkan agar android tersebut tidak mati sedetikpun. Hal ini saya
lakukan karena saya harus terus memantau kondisi seluruh jamaah dari android
tersebut, terlebih kondisi banyaknya jamaah yang mengalami heatstrokee
mengakibatkan team kloter benar benar harus bisa berbagi, agar dalam tenda
tidak pernah kosong dari team klorrer dan tenaga medis. Dlama android tersebut
sudah saya siapkan data seluruh jamaah yang saya foto dari data jamaah yang
kami dapatkan dari siskohat. Sehingga ketika saya membutuhkan data jamaah
tersebut jika saya tidak mendapatkan data jamaah dari Dapih B, maka saya dapat
membuka android. Hal ini sangat membantu saya ketika ada jamaah yabg wafat di RSAS
yang gelang identitasnya hilang entah kemana, sementara tas pasport yang berisi
dapih B miliknya dibawa suaminya yang belum diketahui keberadaannya. Saya bisa
cepat mengindentifikasi data jamaah tersebut dari data yang ada di android
lengkap dengan alamatnya.
No comments:
Post a Comment