Selamat Datang Pada BLOG SYAFA'AT semoga bermanfaat
Home » » Jamaah Pertama yang mendapat Tiket Surga

Jamaah Pertama yang mendapat Tiket Surga

Mata masih terasa ngantuk saat telepon berdering ditengah malam sekira Jam 2 PM (Post Meidiem) sepertinya dari rumah pemandian jenazah yang beberapa jam lalu kami tinggalkan. Saya agak kesulitan bercakap dengan orang diseberang, bahasanya terlalu cepat sehingga agak sulit aku mencernanya, maklumlah Bahasa Arabku pas pasan, bisa dikatakan kurang untuk ukuran ketua Kloter. Saya hanya bisa menangkap bahwa orang tersebut menanyakan posisi saya, saya hanya bisa menjawab Ana fi funduk Masakin Al hayat. Selebihnya saya tidak biosa menjawab meski saya mengerti maksudnya. Saya membangunkan Gus Siddiq, TPIHI yang kebetulan pimpinan pondok pesantren yang Bahasa Arabnnya lumayan. Kami diminta segera ke Rumah pemandian jenazah karena akan segera di Sholatkan di Masjidil Haram usai Sholat Subuh. Kami diminta segera kesana.
            Segera kami ambil seragam kebesaran sebagai petugas kloter, saya menyiapkan tanda pengenal yang biasanya ditanyakan saat menghadapi masalah. Sementara para jamaah sudah banyak yang berangkat ke Masjid untuk Tahajut diteruskan Sholat Subuh. Saya kesulitan mencari baju saya, entah mungkin efek dari tergesa gesa sehingga baju itu tak ditemukan juga, sementara waktu terus berjalan tanpa kompromi. Gus Sddiq sudah ada di Lift, sementara saya belum menemukan baju saya. Di almari memang ada beberapa baju seragam, namun saya tidak menemukan baju saya, padahal jam sebelas tadi masih saya pakai untuk mengurusi jenazah dari Rumas Sakit Arab Saudi Al Noor hingga ke Pemakaman. Tidak mungkin baju itu tertukar dengan dokter Idha yang bersama sama dengan Mas Hari Santosomengurusi jenazah pertama yang wafat di kloter kami.
            Mungkin pandangan mata ini yang mulai kabur akibat kurang tidur, maklumlah mulai sehabis maghrib kami berada di Rumah sakit Al Noor mengurusi jenazah hingga dibawa ke Rumah Pemandian Jenazah. Dan ini adalah pengalaman pertama kami dalam pengurusan jamaah yang wafat dalam pelaksanaan Ibadah Haji, kami juga tidak tahu bagaimana tatacara pemakaman disini, karena setahu kami butuh lobi khusus agar jenazah dapat di sholatkan di Masjidil Haram, namun penjelasan dari Maktab bahwa saat ini semua jamaah yanbg wafat dalam Ibadah Haji akan disholatkan di Masjidil haram tanpa biaya.  Saya ingin mengikuti semua proses perawatan jenazah disini, dan ketika saya berada di Rumas Sakit Arab Saudi Al Noor saya agak kaget ketika mendapati jenazah sudah dibungkus dengan kain putih, saya hanya diperlihatkan wajahnya, untuk memastikan bahwa itu benar benar jebazah jamaah saya. Saya agak kaget ketika diperlihatkan jenazah dengan perawakan brewok, sebab seingatku jamaah saya yang wafat tidak berewok, kemudian petugas rumah sakit mengecek kembali ke administrasi untuk mengecek data yang benar, dan ahirnya kami dapat menemukan jenazah yang kami maksud. Jenazah itu sepertinya belum dimandikan, namun sudah terbungkus kain kafan, saya tidak tahu apakan jenazah itu benar benaqr sudah dimandikan atau belum, hingga kami diajak bersama jenazah tersebut ke suatu tempat dengan menggunakan kereta jenazah.
            Malam itu benar benar menyita waktu dan tenaga, kami berempat berada di Rumah Pemandian Jenazah, saya menyelesaikan administrasi sebelum jenazah dimandikan. Saya menemui pihak administrasi yang sepertinya orang Afrika, saya menggunakan Bahasa Inggris dicampur bahasa Arab, yang penting kami mengeti maksudnya, kadangkala kami tersenyum karena bahasa yang nggak nyambung tersebut. Dokter Idha dan Mas Hari Santoso yang menemani Ibu dari jamaah yang berada diluar mungkin mendengar saat petugas tersebut tertawa, namun mereka nggak tahu kenapa ada tawa saat pengurusan jenazah tersebut, sayapun terpaksa ikut tertawa dengan bahasa yang saya miliki yang setelah saya reviw kembali ternyata artinya nggak nyambung dengan pertanyaan petugas tersebut.
            Kuakui bahwa saya tidak terlalu mahir Bahasa Inggris, tidak seperti Mbak Sari Nurani yang begitu mudah cas cis cus, atau dokter Idha yang nyambung bila diajak bahasa Inggris, di Kantor biasanya jika ada orang luar negeri yang berurusan dengan kantor, memang saya yang menangani, namun hanya menanyakan identitas dan yang berkaitan dengan keperluan lainnya, harus kuakui bahwa bahasa Inggrisku sangat jauh dengan yang dikuasai istri saya, maklumlah mertua saya adalah Guru Bahasa Inggris, dulu saat masih pacaran saya pernah dikirimi surat dengan bahasa inggris oleh calon istrti saya, dan saya membalasnya dengan ucapan singkat “Yes I Love you”. Dan saat seperti inilah saya benar benar merasakan bahwa Bahasa Inggris dan Bahasa Arab sangatlah perlu, saya tidak dapat selalu mengandalkan Gus Siddiq yang bahasa Arabnya agak lumayan, sebab kami tidak selalu bisa bersama sama,
            Saat pemandian jenazah, dari pihak nkeluarga atau tim klrter yang laki laki dipersilahkan ikut memandikannya, saya tidak menyia nyiakan kesempatan ini, karena saya ingin tahu bagaimana tata cara memandikan jenazah di rumah pemandian jenazah ini. Mas Hari Santoso saya tawari untuk ikut masuk ke kamar pemandian jenazah tidak bersedia, sehingga sayya dan dua orang petugas yang sepertinya berkebangsaan Afrika yang memandikannya, diruangan itu karena jenazah yang dimandikan adalah laki laki, maka perempuan tidak diperkenankan untuk masuk.
            Barangkali benar yang disampaikan banyak orang, bahwa apa yang kita lakukan di tanah air juga akan kita dapatkan di tanah Arab, namun menurut saya itu hanyalah kebetulan saja, saya ikut memandikan jenazah bukan semata mata saat ditanah air salah satu tugas saya sebagai Pembantu PPN ditingkat desa adalah merawat jenazah, namun hanya kiebetulan saja jamaah saya ada yang meninggal, dan saya berkesempatan ikut memandikan ahli surga yang dimandikan dan dikafani dengan layak tersebut.
            Hari sudah larut malam, jenazah barusaja selesai dikafani, Istri almarhum yang diberi kesempatan melihat wajah suaminya untuk terahir kalinya juga tidak mau melihatnya, dia sangat takut jika akan menangis saat melihat wajah almarhum suaminya, Bel;liau menelpon anaknya yang berada di tanah air, saya yang diminta untuk berbicara untuk menjelaskan kondisi almarhum ayahnya. kami hanya bisa menghiburnya, dan berpamitan kepada petugas rumah pemandian jenazah untuk pulang ke Hotel dengan naik taksi.
            Jam 12 malam atau jam 12 PM (Post Meidiem) saya bersama rombongan baru sampai hotel, sebenarnya kami sudah pasrah dan percaya bahwa jenazah akan disholatkan di Masjidil Haram dan dimakamkan dengan layak, namun petugas tetap menginginkan petugas dan keluarga mengikuti prosesi pemakaman jenazah, dan kini hampir jam setengah tiga kami haruss kembali ke Rumah Pemandian jenazah, bisa dimaklumi jika saya masih lelah menahan kantuk untuk sekedar mencari baju seragam, sementara Gus Siddik yang berada di Lift sudah siap untuk turun, dan ternyata baju saya dipakainya, sehingga saya harus membawa baju Gus Siddiq dan berlari kearah Lift.

            Saya tidak bisa membayangkan bagaimana saat kami bertukas baju didalam Lift tersebut diketahui orang lain, bisa bisa terjadi salah faham dan kami dianggap apalah kok bertukas baju sesama jenis, namun kondisi tergesa yang mengakibatkan kami harus melakukann hal ini. Belum lagi saat mencari kendaraan yang dapat mengantarkan kami ke Rumah Pemandian jenazah, tidak ada sopir taksi yang dapat mengenali tempat tersebut, seandainya tidak secara kebetulan ada polisi yang kebetulan berpakaian sipil dan sedang mengendarai mobilnya dan bersedia mengantarkan kami ke rumah pemandian jemnazah tersebut, belum tentu kami dapat datang kesana sebelum sholat subuh dimulai. 
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

No comments:

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2013. Blog Syafa'at - Semua Hak Dilindungi
Template Modify by Blogger Tutorial
Proudly powered by Blogger