PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2007
TENTANG
PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan
ketentuan mengenai pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4235).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung
jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam
lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan
pengadilan.
2.
Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan
seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang
lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak
tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.
3.
Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu
tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
4.
Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat,
mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
adat kebiasaan.
5.
Lembaga pengasuhan anak adalah lembaga atau organisasi sosial atau
yayasan yang berbadan hukum yang menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar dan
telah mendapat izin dari Menteri untuk melaksanakan proses pengangkatan anak.
6.
Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok dan organisasi
sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
7.
Pekerja sosial adalah pegawai negeri sipil atau orang yang
ditunjuk oleh lembaga pengasuhan yang memiliki kompetensi pekerjaan sosial
dalam pengangkatan anak.
8.
Instansi sosial adalah instansi yang tugasnya mencakup bidang
sosial baik di pusat maupun di daerah.
9.
Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
Pasal 2
Pengangkatan
anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan esejahteraan
anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
(1) Calon
orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
(2) Dalam
hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.
Pasal 4
Pengangkatan
anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua
kandungnya.
Pasal 5
Pengangkatan
anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai
upaya terakhir.
Pasal 6
(1) Orang
tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan
orang tua kandungnya.
(2)
Pemberitahuan asal-usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
BAB II
JENIS PENGANGKATAN ANAK
Pasal 7
Pengangkatan
anak terdiri atas:
a.
pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; dan
b.
pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing.
Bagian Pertama
Pengangkatan Anak Antar Warga Negara Indonesia
Pasal 8
Pengangkatan
anak antar Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
a,
meliputi:
a.
pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat; dan
b.
pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
(1)
Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a, yaitu
pengangkatan anak yang dilakukan dalam satu komunitas yang nyatanyata masih melakukan adat dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat.
(2)
Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat dapat dimohonkan penetapan
pengadilan.
Pasal 10
(1)
Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 8 huruf b mencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan
anak
melalui lembaga pengasuhan anak.
(2)
Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.
Bagian Kedua
Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga
Negara Asing
Pasal 11
(1)
Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, meliputi:
a.
pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing; dan
b.
pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara Indonesia.
(2)
Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui putusanpengadilan.
BAB III
SYARAT-SYARAT PENGANGKATAN ANAK
Pasal 12
(1) Syarat
anak yang akan diangkat, meliputi:
a. belum
berusia 18 (delapan belas) tahun;
b.
merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
c. berada
dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
d.
memerlukan perlindungan khusus.
(2) Usia
anak angkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. anak
belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;
b. anak
berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun,sepanjang
ada alasan mendesak; dan
c. anak
berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas)tahun,
sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.
Pasal 13
Calon
orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:
a. sehat
jasmani dan rohani;
b. berumur
paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima)
tahun;
c.
beragama sama dengan agama calon anak angkat;
d.
berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
e.
berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
f. tidak
merupakan pasangan sejenis;
g. tidak
atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
h. dalam
keadaan mampu ekonomi dan sosial;
i.
memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
j. membuat
pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi
anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
k. adanya
laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
l. telah
mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan
diberikan; dan
m.
memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.
Pasal 14
Pengangkatan
anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf a, harus memenuhi syarat:
a. memperoleh izin tertulis dari
pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon
yang ada di Indonesia;
b. memperoleh izin tertulis dari
Menteri; dan
c. melalui lembaga pengasuhan
anak.
Pasal 15
Pengangkatan
anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf b, harus memenuhi syarat:
a.
memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah Republik Indonesia; dan
b.
memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah negara asal anak.
Pasal 16
(1)
Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh Warga
Negara Indonesia setelah mendapat izin dari Menteri.
(2)
Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada
kepala instansi sosial di provinsi.
Pasal 17
Selain
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, calon orang tua
angkat Warga Negara Asing juga harus memenuhi syarat:
a. telah
bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 (dua) tahun;
b.
mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara pemohon; dan
c. membuat
pernyataan tertulis melaporkan perkembangan anak kepada untuk Departemen Luar
Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pasal 18
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12,
Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB IV
TATA CARA PENGANGKATAN ANAK
Bagian Pertama
Pengangkatan Anak Antar Warga Negara Indonesia
Pasal 19
Pengangkatan
anak secara adat kebiasaan dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku di
dalam
masyarakat yang bersangkutan.
Pasal 20
(1)
Permohonan pengangkatan anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke
pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan.
(2)
Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke instansi
terkait.
Pasal 21
(1)
Seseorang dapat mengangkat anak paling banyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu
paling singkat 2 (dua) tahun.
(2) Dalam
hal calon anak angkat adalah kembar, pengangkatan anak dapat dilakukan
sekaligus dengan saudara kembarnya oleh calon orang tua angkat.
Bagian Kedua
Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga
Negara Asing
Pasal 22
(1)
Permohonan pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing
yangtelah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan
pengadilan.
(2)
Pengadilan menyampaikan salinan putusan pengangkatan anak ke instansi terkait.
Pasal 23
Permohonan
pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara Indonesia berlaku
mutatis mutandis ketentuan Pasal 22.
Pasal 24
Pengangkatan
anak Warga Negara Indonesia yang dilahirkan di wilayah Indonesia maupun di luar
wilayah Indonesia oleh Warga Negara Asing yang berada di luar negeri harus dilaksanakan
di Indonesia dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
Pasal 25
(1) Dalam
proses perizinan pengangkatan anak, Menteri dibantu oleh Tim Pertimbangan Perizinan
Pengangkatan Anak.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB V
BIMBINGAN DALAM PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
Pasal 26
Bimbingan
terhadap pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat
melalui kegiatan:
a.
penyuluhan;
b.
konsultasi;
c.
konseling;
d.
pendampingan; dan
e.
pelatihan.
Pasal 27
(1)
Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dimaksudkan agar
masyarakat mendapatkan informasi dan memahami tentang persyaratan, prosedur dan
tata cara pelaksanaan pengangkatan anak.
(2)
Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a.
meningkatkan pemahaman tentang pengangkatan anak;
b.
menyadari akibat dari pengangkatan anak; dan
c.
terlaksananya pengangkatan anak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1)
Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, dimaksudkan untuk
membimbing
dan mempersiapkan orang tua kandung dan calon orang tua angkat atau pihak
lainnya
agar mempunyai kesiapan dalam pelaksanaan pengangkatan anak.
(2)
Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a.
memberikan informasi tentang pengangkatan anak; dan
b.
memberikan motivasi untuk mengangkat anak.
Pasal 29
(1)
Konseling sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, dimaksudkan untuk
membantu mengatasi masalah dalam pengangkatan anak.
(2)
Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a.
membantu memahami permasalahan pengangkatan anak; dan
b. memberikan
alternatif pemecahan masalah pengangkatan anak.
Pasal 30
(1)
Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d dimaksudkan untuk membantu
kelancaran pelaksanaan pengangkatan anak.
(2)
Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a.
meneliti dan menganalisis permohonan pengangkatan anak; dan
b.
memantau perkembangan anak dalam pengasuhan orang tua angkat.
Pasal 31
(1)
Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e dimaksudkan agar petugas
memiliki
kemampuan dalam proses pelaksanaan pengangkatan anak.
(2)
Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a.
meningkatkan pengetahuan mengenai pengangkatan anak; dan
b.
meningkatkan keterampilan dalam pengangkatan anak.
BAB VI
PENGAWASAN PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
Pasal 32
Pengawasan
dilaksanakan agar tidak terjadi penyimpangan atau pelanggaran dalam pengangkatan
anak.
Pasal 33
www.hukumonline.
Pengawasan
dilaksanakan untuk:
a. mencegah
pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
b.
mengurangi kasus-kasus penyimpangan atau pelanggaran pengangkatan anak; dan
c.
memantau pelaksanaan pengangkatan anak.
Pasal 34
Pengawasan
dilaksanakan terhadap:
a. orang
perseorangan;
b. lembaga
pengasuhan;
c. rumah
sakit bersalin;
d.
praktek-praktek kebidanan; dan
e. panti
sosial pengasuhan anak.
Pasal 35
Pengawasan
terhadap pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat.
Pasal 36
Pengawasan
oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan oleh Departemen Sosial.
Pasal 37
Pengawasan
oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan antara lain oleh:
a. orang
perseorangan;
b.
keluarga;
c.
kelompok;
d. lembaga
pengasuhan anak; dan
e. lembaga
perlindungan anak.
Pasal 38
(1) Dalam
hal terjadi atau diduga terjadi penyimpangan atau pelanggaran terhadap
pelaksanaan pengangkatan anak, masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada
aparat penegak hukum dan/atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia, instansi
sosial setempat atau Menteri.
(2)
Pengaduan diajukan secara tertulis disertai dengan identitas diri pengadu dan
data awal tentang adanya dugaan penyimpangan atau pelanggaran.
BAB VII
PELAPORAN
Pasal 39
Pekerja
sosial menyampaikan laporan sosial mengenai kelayakan orang tua angkat dan perkembangan
anak dalam pengasuhan keluarga orang tua angkat kepada Menteri atau kepala instansi
sosial setempat.
Pasal 40
Dalam hal
pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing, orang tua angkat
harus melaporkan perkembangan anak kepada Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat paling singkat sekali dalam 1
(satu) tahun, sampai dengan anak berusia 18 (delapan belas) tahun.
Pasal 41
Semua
administrasi yang berkaitan dengan pengangkatan anak berada di departemen yang bertanggung
jawab di bidang sosial.
Pasal 42
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan bimbingan, pengawasan, dan pelaporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 32, dan Pasal 39 diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
Pada saat
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pengangkatan anak tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 3 Oktober 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 3 Oktober 2007
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ANDI
MATTALATTA
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 123
www.hukumonline.com
www.hukumonline.
PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2007
TENTANG
PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
I. UMUM
Anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita
perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Untuk
mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan
sejak dini yang berlangsung secara terus menerus demi kelangsungan hidup,
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak. Kondisi ekonomi
nasional yang kurang mendukung sangat mempengaruhi kondisi perekonomian
keluarga dan berdampak pada tingkat kesejahteraan anak Indonesia. Kenyataan
yang kita jumpai sehari-hari di dalam masyarakat masih banyak dijumpai anakanak
yang hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan, dimana banyak ditemui anak jalanan,
anak terlantar, yatim piatu dan anak penyandang cacat dengan berbagai permasalahan
mereka yang kompleks yang memerlukan penanganan, pembinaan dan perlindungan,
baik dari pihak Pemerintah maupun masyarakat.
Komitmen
Pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap anak telah ditindak lanjuti
dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang ini mengatur tentang berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan,
pemenuhan hak–hak dan peningkatan kesejahteraan anak. Salah satu solusi untuk
menangani permasalahan anak dimaksud yaitu dengan memberi kesempatan bagi orang
tua yang mampu untuk melaksanakan pengangkatan anak. Tujuan pengangkatan anak
hanya dapat dilakukan bagi kepentingan terbaik anak dan harus berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan/atau berdasarkan pada adat kebiasaan setempat.
Mengingat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat
atas pelaksanaan pengangkatan anak, yaitu pengangkatan anak dilakukan tanpa melalui
prosedur yang benar, pemalsuan data, perdagangan anak, bahkan telah terjadi
jual beli organ tubuh anak. Untuk itu, perlu pengaturan tentang pelaksanaan
pengangkatan anak, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat,
yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah.
Peraturan
Pemerintah ini dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pengangkatan anak yang
mencakup ketentuan umum, jenis pengangkatan anak, syarat-syarat pengangkatan anak,
tata cara pengangkatan anak, bimbingan dalam pelaksanaan pengangkatan anak, pengawasan
pelaksanaan pengangkatan anak dan pelaporan. Dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah ini juga dimaksudkan agar pengangkatan anak dilaksanakan sesuaidengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga dapat mencegah terjadinya
penyimpangan
yang pada akhirnya dapat melindungi dan meningkatkan kesejahteraan anak demi
masa depan dan kepentingan terbaik bagi anak.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”setempat”
adalah setingkat desa atau kelurahan.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pengangkatan
anak secara langsung” adalah pengangkatan anak
yang dilakukan oleh calon
orang tua angkat terhadap calon anak angkat yang berada
langsung dalam pengasuhan
orang tua kandung.
Yang dimaksud dengan “pengangkatan
anak melalui lembaga pengasuhan anak” adalah
pengangkatan anak yang
dilakukan oleh calon orang tua angkat terhadap calon anak angkat
yang berada dalam lembaga
pengasuhan anak yang ditunjuk oleh Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”sepanjang
ada alasan mendesak” seperti anak korban
bencana, anak pengungsian
dan sebagainya. Hal ini dilakukan demi kepentingan
terbaik bagi anak.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”anak
memerlukan perlindungan khusus” adalah anak dalam
situasi darurat, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas
dan terisolasi; anak
tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan; anak yang
menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat
adiktif lainnya (napza); anak korban penculikan, penjualan dan
perdagangan; anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental; anak yang
menyandang cacat; dan anak
korban perlakuan salah dan penelantaran.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”orang
tua tunggal” adalah seseorang yang berstatus tidak menikah
atau janda/duda.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi
terkait” adalah Mahkamah Agung melalui Panitera
Mahkamah Agung, Departemen
Sosial, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui
Direktorat Jenderal
Imigrasi, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan, Departemen
Dalam Negeri, Kejaksaan
Agung dan Kepolisian Republik Indonesia.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 20
ayat (2).
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Tim
Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak” yaitu tim yang
dibentuk oleh Menteri, yang
bertugas memberikan pertimbangan dalam memperoleh izin
pengangkatan anak dan
beranggotakan perwakilan dari instansi yang terkait.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”konseling”
adalah kegiatan yang dilakukan setelah tahap konsultasi
dalam hal terjadinya
permasalahan pengangkatan anak.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Komisi Perlindungan Anak
Indonesia adalah suatu badan yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang bertugas:
1. Melakukan sosialisasi
seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perlindungan
anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima
pengaduan masyarakat,
melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan
pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak.
2. Memberikan laporan,
sasaran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam
rangka perlindungan anak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
www.hukumonline.com
www.hukumonline. TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4768
No comments:
Post a Comment