PENDJELASAN UMUM.
Maksud peraturan ini ialah untuk mengatur:
1. Tjara memeriksa mereka jang menikah, menalak dan merudjuk.
2. Tjara mengakadkan nikah, memberi tuntutan mengiqrorkan talak dan rudjuk.
3. Tjara mengisi buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk.
Ketjuali itu mengatur pa kewadjiban-kewadjiban pegawai pentjatat nikah jang bersangkut-paut dengan hal-hal tersebut diatas.
Hingga
kini
belum ada peraturan jang tertentu sehingga masing-masing
mempunjai tjara-tjara sendiri-sendiri. Hal serupa ini patut diubah
serta patut diadakan peraturan jang satu untuk seluruh tanah Djawa dan
Madura. Pasal 2 ajat (1)
Undang-undang No. 22 tahun 1946 tentang pentjatatan
nikah, talak dan rudjuk hanja mengharuskan membuat tjatatan tentang
segala nikah jang diakadkan dibawah pengawasan pegawai pentjatat nikah,
serta tentang talak dan rudjuk jang
diberitahukan kepadanja, tetapi belum ditentukan pa
bagaimana tjara-tjaranja. Peraturan ini dimaksudkan pa untuk mengisi
kekurangan itu.
Selandjutnja
berhubung belum ada peraturan tentang tjara-tjara mengisi buku
pendaftaran nikah, talak dan rudjuk sering terdjadi peristiwa-peristiwa
jang gandjil jang apabila diadakan
peraturan dapat ditjegah, umpamanja:
a.
Ada seorang isteri A, telah ditalak oleh suaminja B, kemudian setelah
habis iddah kawin lagi dengan C, dengan C ini djuga tidak tjotjok ingin
tjerai tetapi si C
tidak mau mendjatuhkan talak; mestinja isteri A
harus mengadu pada Pengadilan Agama, akan tetapi oleh karena ini
dipandangnja sukar, sedang ia (A ingin lekas tjerai dan kawin lagi
dengan djalan jang mudah, maka A minta salinan
surat talak jang lama; dan dengan ini dapat menikah
lagi dengan lain orang). Hal serupa ini mestinja tidak boleh, sebab A
masih terikat dengan tali perkawinan jang sah dengan C, sedang si A pun
melanggar pasal 279 Buku Hukum
Pidana. Berhubung belum ada peraturan jang dapat
mentjegah kedjadian serupa ini maka peristiwa serupa ini sering
terdjadi.
b.
Sering pa terdjadi seorang isteri ditalak oleh suaminja, kemudian
dirudjuk kembali.
Tetapi oleh karena kelalaian pegawai pentjatat
nikah, rudjuk tidak disampaikan pada si-isteri. Kemudian sesudah habis
iddah dan merasa tidak dirudjuk kembali, si-isteri kawin lagi dengan
lain orang. Tiba-tiba datanglah suami
jang lama, sehingga perkawinan jang baru itu
dibatalkan. Peraturan ini bermaksud pa mentjegah kedjadian-kedjadian
tersebut diatas itu. Selandjutnja peraturan ini mewadjibkan pada pegawai
pentjatat nikah supaja memberi
nasehat-nasehat, keterangan-keterangan jang
sebenarnja tentang hukum agama Islam jang mengenai nikah, talak dan
rudjuk pada mereka jang hendak menikah, menalak atau merudjuk, jang
kurang mengetahui tentang hukum-hukum jang
bersangkut-paut dengan nikah, talak dan rudjuk itu.
Banjak terdjadi pertjeraian tidak djadi dilangsungkan atau suka merudjuk
kembali setelah pegawai pentjatat nikah memberi nasehat atau penerangan
tentang hal talak dan rudjuk,
akan tetapi berhubung belum ada aturan, maka djarang
sekali pegawai pentjatat nikah memberi nasehat atau penerangan itu,
sehingga pada masa ini djumlah talak hampir sama (kurang-lebih 3/4)
dengan djumlah pernikahan, sedang
djumlah rudjuk sangat sedikitnja.
PENDJELASAN PASAL-PASAL.
Pasal 1.
(1)
Dalam praktek jang datang melapurkan pada pegawai pentjatat nikah,
ialah wali, bakal si-isteri, kaum dari kampung atau desa, dimana bakal
si-isteri
bertempat-tinggal dan seorang saksi.
Bakal
suami biasanja pada melapurkan itu tidak atau djarang diperiksanja,
pemeriksaan bakal suami dilangsungkan pada waktu nikah akan diakadkan.
(2)
Kaum perlu
dibawa, sebab kaum jang dianggap sebagai orang jang
mengetahui hal-ihwal penduduk didesa atau kampungnja, dapat memberi
keterangan-keterangan jang dibutuhkan oleh pegawai pentjatat nikah. Dari
itu harus diandjur-andjurkan pada
kaum, supaja selalu berhubungan rapat dengan
penduduk diwilajahnja masing-masing, terutama dengan Kepala Rukun
Tetangga.
Kaum
diwadjibkan menjelidiki lebih du tentang kebenaran
keterangan-keterangan jang nanti akan
disampaikan pada pegawai pentjatat nikah.
Pelapuran-pelapuran itu tertis dalam sebuah buku jang dikuatkan oleh
Kepala Kampung (Lurah Desa) (Lihat tjontoh).
Djika
menurut adat-istiadat disalah satu daerah tiada
ada kaum, umpamanja di Djakarta-Kota, maka
keterangan kaum dapat diganti dengan keterangan Lurah Kampung (Kepala
Desa) (Lihat tjontoh).
Pasal 2.
(2) I. Nama.
Banjak terdjadi orang mengaku bernama A, jang sebetnja
bukan itu namanja. Peristiwa sedemikian itu banjak terdjadi dikota-kota
besar, dimana penduduknja tidak tetap, sering bertukar-tukar, sehingga
kaum djuga belum begitu
kenal-mengenal pada penduduknja diwilajahnja
masing-masing, terutama dikota-kota banjak pengungsi, maka agak sedikit
sukar untuk menjelidiki tentang kebenaran dari keterangan jang
disampaikan pada pegawai pentjatat nikah. Dari itu
dikota-kota terlebih-lebih perlu diandjur-andjurkan pada
kaum supaja berhubungan rapat dengan penduduknja terutama dengan Kepala
Rukun Tetangga. Biasanja penduduk jang suka berpindah-pindahan itu
termasuk dalam golongan pegawai
negeri, kaum buruh atau pedagang serta biasanja
kantor-kantor perusahaan-perusahaan atau lain-lain jang mengeluarkan
legitimatie-bewijs, hendaknja legitimatie-bewijs itu diperiksa pa.
II. Umur.
Dari
para mempelaipun penting pa, diandjur-andjurkan djangau sampai
anak-anak dibawah umur dinikahkan. Hendaknja
diperingatkan pada walinja tentang manfaatnja dan madhorotnja dari
perkawinan dibawah umur bersandar atas Hadith Nabi
s.a.w.
Koidah usijah:
Madhorotnja
lebih besar dari pada manfaatnja; manfaatnja ialah antara lain
umpamanja djika ada seorang tua merasa akan meninggal dunia sedang
kuatir
sekali tentang anaknja perempuan, kepada siapakah ia
mempertjajakan anak perempuan itu, maka sebaiknja ialah bakal suaminja,
jang besok harus pa memeliharanja. Dengan djalan demikian, maka anak dan
harta-benda lantas terpelihara.
Pertimbangan
itu dapat dibilang tepat terlebih-lebih du memang belum ada rumah piatu
jang teratur baik serta belum ada budel-kamer.
Djuga
peristiwa pernikahan Rassulullah s.a.w. dengan Siti Aisjah
dibuat mendjadi alasan untuk mengandjurkan pernikahan
dibawah umur. Akan tetapi djika dilihat dari sudut luas, maka ternjata,
bahwa ketika Raslah s.a.w. nikah dengan Siti Aisjah, maka Raslah baru
kehilangan Abu Tholib serta
Siti Chadidjah, kedua-duanja mempunjai pengaruh besar di
masjarakat Quraisj; sehingga Raslah kehilangan bantuan jang amat besar
sekali untuk kepentingan Islam. Pada saat itu hanja Abu Bakar r.a. sadja
jang tertua dalam kalangan
Quraisj, serta jang ditunduki oleh para kaum Quraisj,
berhubung dengan usia beliau. Dari itu untuk semata-mata kepentingan
Islam Raslah mengambil tindakan untuk mengawin Siti Aisjah, agar
mendapat bantuan jang besar. Djika
tidak begitu, mungkin djalannja riwajat tidak sebagai
sekarang. Agama Islam mungkin terhambat kemadjuannja.
Dari
itu salah suatu pendapat dari ahli fiqh ialah Ibnu Sjubrumah 400 tahun
jang lalu dalam kitab Mahalli
djuz 9 muka 459, ialah bahwa tentang halnja Siti Aisjah
(pernikahannja dengan Raslah s.a.w.) adalah chusus bagi Nabi s.a,w.
seolah-olah ia (Aisjah) diberikan kepada Nabi s.a.w. sebagai djuga Nabi
s.a.w. bersuami lebih dari 4
orang, sedang untuk ummat manusia biasa, hanja
diperbolehkan nikah dengan 4 orang sadja.
Dari itu ummat manusia djuga hanja diperbolehkan nikah dengan isteri jang sudah akil baligh.
Sedang
dalam
kitab Nahajat Muchutadi djuz 6 katja 182 diterangkan,
bahwa jang utama ialah menikah dengan isteri jang sudah akil baligh.
Adapun madhorotnja lebih banjak dari pada manfaatnja, umpamanja:
a.
Pernah kedjadian beberapa kali ada seorang menikahkan anaknja dibawah
umur, kemudian si-suami pergi ke Mekkah untuk bermukim, sedang
perkawinannja tidak
pakai taliq al talaq. Kemudian sesudah anak mendjadi
baligh perang petjah hingga sekarang tidak ada kabar dari sang suami,
sedang sudah banjak orang jang melamar si-perempuan itu. Tentu dapat
dibajangkan bagaimana melaratnya
si-isteri itu, sebab sebagai diketahui, orang isteri
hanja mempunjai 4 djalan untuk mendapat pertjeraian, jakni chu‘, sjiqaq,
fasah dan penuduhan pelanggaran taliq al-talaq.
Oleh
karena sjarat-sjarat jang
ditentukan untuk menempuh salah satu djalan itu tidak
ada, maka si-isteri tetap melarat adanja. Dilihat dari sudut agama Islam
tentang pernikahan, maka maksud dari pernikahan itu ialah antara lain
untuk:
1.
Supaja mendapat keturunan. Djika demikian, maka untuk mendjaga bahwa
turunan itu baik, jang dibutuhkan bet oleh nusa, bangsa dan agama kita
jang baru
sadja merdeka, maka kemungkinan-kemungkinan jang dapat
mengurangkan kesehatan, ketjerdasan, kepandaian dari bangsa kita itu
harus ditjegah. Salah satu jang dapat mengurangkan kesehatan,
ketjerdasan, kepandaian, ialah perkawinan
dibawah umur, sebagai telah dibuktikan oleh para tabib
jang mashur-mashur. Dari itu di Negeri-negeri Islam jang lain sebagai di
Turky, Syrie, Irak (Undang-undang tertanggal 8 Muharram 1336 atau 17
Mei 1937). Mesir (Undang-undang
tertanggal 11 Desember 1924), Afghanistan (Undang-undang
tahun 1921). Iran (Perzie pada Undang-undang tahun 1931), India
(Undang-undang tahun 1928) pernikahan dibawah umur telah dilarang. Djuga
dilain-lain negara dimana penduduknja
banjak jang menganut agama Islam sebagai di Albania,
Yugoslavia, Rumania, Bgarie dan Criek, perkawinan dibawah umur telah
dilenjapkan.
2. Maksud nikah itu ialah untuk menghalalkan
pertjampuran antara laki-isteri jang djika belum nikah, maka haram
adanja. Dari itu kewadjiban-kewadjiban si-laki sebagai membajar maskawin
nafkah, kiswah dan sebagainja, baru lahir,
djika sudah bakda duch, djika sudah tamkinattam, djika
si-isteri telah menjerahkan badannja pada si-laki. Djika demikian, maka
tidak ada perlunja mengchalalkan pertjampuran jang belum ada.
b.
Sunnah si-gadis diminta menontoni bakal suaminja sedang makruh djika
gadis dipaksa, apabila dipaksa harus pa beberapa sjarat dipenuhi antara
lain antara si-wali
mudjbir dan sigadis tidak ada permusuhan, walaupun
permusuhan bathin begitu pa antara si-gadis dan bakal suaminja. Djika
demikian, maka bagaimana dapat ditentukannja, apabila antara bakal suami
dan bakal isteri serta bakal isteri
dan wali mudjbirnja itu ada permusuhan atau tidak, dan
bagaimana dapatnja ditentukan si-anak telah memberi idzin atau tidak,
sedang maksud tentang pernikahanpun belum mengerti. Semua-mua itu
membutuhkan bahwa si-isteri telah tjukup
umur untuk menentukan mana jang baik, mana jang tidak
baik untuk dirinja sendiri.
c.
Si-wali mudjbir mengawinkan atau hanja diperbolehkan mempergunakan hak
memaksa itu semata-mata untuk kepentingan anaknja, supaja
anak (tjutjunja) berbahagia dengan perkawinan itu. Djika
anak peremupuan itu masih anak-anak, sudah barang tentu belum dapat
menentukan, apakah ia suka (tjinta) pada bakal suaminja atau tidak,
sebab belum berahi. Djika nanti
sesudah berahi, maka achirnja tidak suka bagaimana hanja
dengan anak itu. Sebagai diketahui djalan untuk mendapat pertjerain
bagi pihak perempuan hanja terbatas adanja.
d.
Selain dari pada itu hendaknja pa
diperhatikan aturan-aturan jang bersangkut-paut dengan
urusan negara. Menurut pasal 288 Buku Hukum Pidana, maka barangsiapa
jang bersetubuh dengan isterinja, jang diketahui atau dapat dikira-kira,
bahwa isterinja itu masih dibawah
umur, dapat dihukum dengan hukuman-kurungan
selama-lamanja 4 tahun djika si-isteri mendapat luka-luka; hukuman
kurungan itu dapat diperpandjang hingga 8 tahun, apabila si-isteri
mendapat luka-luka berat: djika luka-luka itu sampai
mendjadi wafatnja si-isteri, maka hukuman dapat
diperpandjang hingga 12 tahun.
Berhubung
dengan hal-hal tersebut diatas serta mengingat, bahwa di Negeri Islam
lain, pernikahan dibawah umur telah dilenjapkan, maka
sudah sepatutnja djika pegawai pentjatat nikah berusaha
serta mengandjurkan agar supaja pernikahan dibawah umur tidak terdjadi
lagi.
III. Wali.
Sering
terdjadi seorang perempuan mengaku sudah tidak punja wali lagi,
sebetnja masih mempunjainja. Peristiwa sedemikian itu kebanjakan
terdjadi
dikota-kota besar, dimana penduduknja tidak tetap,
teristimewa ditempat-tempat jang banjak pengungsinja. Pemeriksaan soal
wali hendaknja didjalankan dengan teliti, akan tetapi djuga djangan
sedemikian rupa sehingga hadjat menikah
sampai terhalang. Di Indonesia ini hanja terdapat wali
nasab dan wali‘an. Wali walak tidak ada. Sebagai diketahui jang dapat
mendjadi wali ialah asabat (agnati) serta menurut urutan jang tertentu
jakni:
1. Ajah, kakak (ajahnja ajah) kakek bujut, mojang dan seterusnja.
2.
Saudara lelaki terdekat gradnja, diantara turunan ajah (saudara lelaki
seibu
seajah kemudian saudara lelaki seajah sadja kemudian
turunan lelaki dari saudara lelaki seibu seajah dan seterusnja).
3.
Saudara lelaki jang terdekat gradnja, diantara turunan kakek (saudara)
ajah lelaki (paman)
seibu seajah, kemudian saudara ajah lelaki seajah
sadja, kemudian turunan-turunan lelaki dari paman-paman itu.
Kakek
lambung (wedrah, zijlinie) saudaranja kakek seibu sebapak, kemudian
kakek lambung sebapak sadja; selandjutnja turunan lelaki dari
kakek-kakek lambung ini. Kemudian kakek bujut lambung, saudara lelaki
sebapak sadja,
seterusunja turunan lelaki dan kakek bujut lambung dan
seterusnja.Seterusnja wali walak, jang di Indonesia ini tidak terdapat: apabila wali nasab, wali walak, tidak ada maka baru pernikahan harus dilangsungkan dengan wali Hakim.
Selandjuntnja hendaknja diperhatikan, bahwa seorang wali harus beragama Islam telah akil baligh, sehat pikirannja, adil tidak bisu dan ti; apabila wali aqrab, tidak memenuhi salah satu sjarat-sjarat ini, maka kewalian beralih pada wali ab‘ad.
Selain dari apa jang tersebut diatas tentang wali Hakim, maka pernikahan harus pa dilangsungkan dengan wali Hakim apabila:
1. Walinja enggan mewaleni (mogok, minta bajaran tidak mufakat, bersembunji dan sebagainja)
2. Walinja sendiri akan kawin dengan si-isteri sedang tidak mempunjai wali lagi jang sesama (segrad) dengan
wali jang akan nikah itu,
3. Walinja mafkud,
4. Walinja berada didjarak jang djauh, lebih dari 92,50 km dari tempat-tinggal si-isteri.
5. Walinja sedang menderita sakit pitam (djawat ajat).
6. Walinja ada didalam tahanan (pendjara) dan tidak dapat ditemui.
7. Isteri menderita sakit madjenun, sedang tidak mempunjai wali mudjbir.
Perlu
diperingatkan disini, bahwa bakal si-isteri, itu harus telah akil
baligh, bakal si-suami sekufu dengan si-isteri; apabila si-isteri tidak
keberatan tentang hal tidak sekufu itu, maka dapat pa pernikahan
dilangsungkan.
Adapun
tjara bakal si-isteri meminta pada Hakim supaja perkawinan
dilangsungkan dengan wali Hakim dapat didjalankan sebagai berikut:
Kami minta pada Tuan Hakim, supaja kami dinikahkan dengan (nama
bakal si-suami) dengan maskawin sebesar (besarnja maskawin) hutang (kontan).
Sedang Hakim dapat mengakadkan nikah itu sebagai berikut:
Saudara (nama si-laki) kami menikahkan kamu dengan (nama
si-isteri) jang telah meminta idzin pada kami, dengan maskawin (besarnja maskawin) hutang (kontan).
IV. Ta‘lik talak jang diutjapkan oleh si-laki sesudah nikah.
Antara
suami-isteri dapat diadakan perdjandjian-perdjandjian biasanja di Tanah
Djawa dan Madura
si-suami menggantungkan talaknja serta talak itu djatuh,
apabila si-suami melanggar djandjinja sendiri. Lain dari pada ta‘lik
talak itu dapat pa diadakan perdjandjian antara laki-isteri asal sadja
tidak melanggar hukum-hukum
agama Islam umpamanja ,,Djika saja memadu isteri saja
dengan tidak idzinnja, maka djatuh talak saja 1 atas isteri nama
si-Fan”. Hal-hal serupa ini oleh pegawai pentjatat nikah diterangkannja.
Ta‘lik
talak serta
lain-lain djandji ditjatat dalam buku pendaftaran nikah.
Apabila pernikahan djadi didjalankan maka dalam surat nikah itu harus
pa ditjatat perdjandjian-perdjandjian jang telah disetudjuinja serta
diutjapkan pada waktu akad nikah.
Dalam surat nikah jang sekarang telah ditjetak pa ta‘lik talak jang biasa berlaku untuk Tanah Djawa dan Madura.
V. Djanda atau perawan.
Ini wadjib pa diperiksa dengan teliti, sebab hukum serta sjarat-sjarat terhadap djanda dan perawan berlainan.
Kadang-kadang terdjadi seorang isteri, jang ditinggalkan
suaminja untuk beberapa lama, mengaku masih perawan serta ingin kawin
dengan lain orang, sedang sebenarnja masih terikat dengan tali
perkawinan jang sjah dengan suaminja jang
du.
Kemudian datanglah suami jang lama, sehingga mendjadi perkara. Perempuan jang sedemikian itu dapat dituntut menurut pasal 229
(bigamie) Buku Hukum Pidana.
Apabila
jang diperiksa itu djanda, maka harus diminta surat
talaknja. Djika surat talak telah hilang atau tidak ada
lagi, maka pegawai pentjatat nikah harus berusaha mendapat salinan surat
talak itu dari pegawai pentjatat nikah jang mengeluarkan surat talak
itu. Apabila djanda mati maka
harus dimintanja dari jang berkepentingan surat
keterangan kematian dari Kepala (Lurah) desa (kampung), dimana si-djanda
bertempat-tinggal menurut tjontoh terlampir ini.
Kemudian
diselidiki lebih landjut, apakah pernikahan itu
akan dilangsungkan sesudah habis 'iddah dan apakah ada
kemungkinan bahwa djanda itu telah dirudjuk kembali atau tidak.Untuk menghindarkan keragu-raguan itu maka pegawai pentjatat nikah harus berusaha mendapat keterangan dari pegawai pentjatat nikah jang mengeluarkan surat talak itu. Kesukaran-kesukaran akan terdapat, apabila menemui pengungsi-pengungsi dari daerah pertempuran, sedang meminta keterangan dari pegawai pentjatat nikah dari daerah jang diduduki Belanda (Surabaja, Semarang. Bandung dan lain-lain), pada masa sekarang itu belum mungkin. Ada kalanja seorang pengungsi isteri mengaku telah ditalak oleh suaminja serta telah luar dari iddahnja atau menerangkan, bahwa suaminja telah mati dimedan pertempuran. Mengingat keadaan sekarang jang serba sit ini, keadaan dhorurat, serta mengingat bahwa lebih maslachah apabila pernikahan itu dipermudah dari pada dipersukar, sebab mungkin mereka akan berga bersama-sama dengan tidak menikah, maka djika ada kedjadian jang serupa itu hendaknja pegawai pentjatat nikah memperkuat keterangannja dengan sumpah menurut nass dari Kitab Muhadzab djuz 2 katja 303.
Djika ada orang datang mendakwa dan menerangkan bahwa ia bebas dari sesuatu, maka pengakuan itu diterima setelah ia mendjalankan sumpahnja.
Apabila
maksud seorang djanda, jang telah ditalak untuk kawin lagi, sungguh
dilangsungkan,
maka pegawai pentjatat nikah jang melangsungkan atau
menjaksikan pernikahan itu, memberi kabar pada pegawai pentjatat nikah
jang mengeluarkan surat talak du sebagai berikut:
Karanganjar (Kabupaten Demak)
tanggal 13 Mei 1947.
Hal: Nikah.
No. 76/1947.
M e r d ek a !
Bersama ini dipermaklumkan bahwa seorang perempuan
bernama A, jang telah ditalak oleh suaminja B pada tanggal ..........
1947, di Kenaiban Tuan (surat talak No. 0057/15/1947) telah menikah lagi
pada tanggal .......... 1947 dengan C
(surat nikah No. 0357/1947). Diminta supaja hal ini
ditjatat dalam buku pendaftaran talak Tuan seperlunja.
Demikianlah.
Naib Karanganjar
(Kabupaten Demak)
Tanda tangan.
Tjap.
Kepada
Jth. Tuan Naib Kota
di
REMBANG.
VI. Tempat-tinggal.
Perlu
diselidiki apakah si-isteri itu sudah lama bertempat-tinggal didesanja
(kampung) apa asal dari lain daerah, apabila baru sadja
bertempat-tinggal didesa (kampung) itu
serta pegawai pentjatat nikah merasa kurang pertjaja
pada keterangan-keterangan jang diperoleh dari isteri itu, maka baiklah
minta keterangan lebih landjut (tabajun) pada pegawai pentjatat nikah
dimana isteri du
bertempat-tinggal. Apabila apa jang tersebut terachir
ini (tabajun) tidak mungkin, berhubung tempat-tinggalnja du termasuk
daerah jang diduduki Belanda, sedang hubungan tidak mungkin. (Surabaja,
Semarang, Tanah Seberang) maka
dapatlah pegawai pentjatat nikah menerima
keterangan-keterangan itu dengan menjumpah isteri itu mengingat nass
kitab Muhadzah djuz 2 katja 303 tersebut diatas. Pada masa sekarang
banjak pengungsi jang mengaku masih perawan, atau
telah ditalak lakinja, sedang surat talak telah hilang
dan tidak mungkin minta keterangan (tabajun) pada pegawai pentjatat
nikah dari tempat-tinggalnja jang dahu, sebab termasuk dalam daerah jang
diduduki oleh Belanda.
Djika demikian, maka keterangan si-isteri dapat diterima, asal dikuatkan oleh sumpahnja menurut nass tersebut diatas.
VII. Agama.
Tentang
agama perlu diselidiki apakah si-isteri
memeluk agama Islam, apakah pernah memeluk agama lain
dari pada agama Islam, djika ja sedjak kapan ia memeluk agama Islam,
apakah baru-baru sadja dan hanja untuk keperluan menikah ini. Apabila
si-isteri du memeluk agama Nasrani
serta pemelukan agama Islam itu memang semata-mata
ditundjukkan untuk mempermudah perkawinannja, djadi bukan oleh sebab
kejakinan, maka sebaiknja pegawai pentjatat nikah minta keterangan
sebagai termuat dalam pasal 7 ajat (3)
,,Aturan perkawinan tjampuran”. Ini hanja mendjaga agar
supaja tidak ada kesalahan, sebab perkawinan sematjam itu pada
hakekatnja, adalah perkawinan tjampuran. (Memeluknja agama Islam itu
semata-mata ditudjukan agar supaja
perkawinan itu dapat dipermudah, mendjadi tidak oleh
sebab kejakinan).
Apabila
bakal mempelai isteri du memeluk agama Nasrani serta telah pernah
kawin, maka harus dimintakan surat tjerainja (surat tjerai ini ialah
keputusan dari Pengadilan Negeri)
Hal-hal lain jang perlu diselidiki.
Selain
dari pada itu perlu diselidiki apakah
bakal mempelai isteri dan mempelai laki-laki mahram atau
tidak, apakah pernikahan jang akan dilangsungkan itu dikehendaki oleh
si-isteri serta tidak ada paksaan dari orang lain. Apabila bakal
si-isteri itu akan dimadu, maka harus
diselidiki apakah antara isteri jang akan dimadu itu
masih ada tali kefamilian, sehingga tidak dapat dimadu (lihat keterangan
lehih landjut dibawah ini). Kemudian apabila pegawai pentjatat nikah
masih ragu-ragu bahwa bakal
si-isteri itu memeluk agama Islam, maka sebaiknja
disuruhnja membatja sjahadat.
Pemeriksaan ini harus ditjatat dalam buku pemeriksaan nikah (lihat kolom 4 buku pendaftaran tersebut).
(3) Sjarat-sjarat untuk lelaki jang harus diselidiki ialah:
1.
Orang Islam jang sungguh-sungguh ke Islamannja, bukan Islam hanja akan
kawin dimuka walinja sadja. Pada masa sekarang ini
banjak warga-negara baru jang mengubah agama serta memeluk agama Islam.
2. Disunatkan orang jang hadjat nikah sadja jang dinikahkannja. Tak diperbolehkan orang tua
memaksa anaknja lelaki akan nikah sekehendak orang tuanja sadja.
3.
Makruh hukumnja orang jang tidak hadjat nikah, atau tidak mampu
membajar maskawin, kiswah serta nafakah tiap-tiap hari, akan tetapi
menikah,
menurut hadith Nabi s.a.w.:
,,Hai
anak-anak muda barangsiapa jang mampu untuk beristeri baiklah menikah,
sebab sesungguhnja berkawin itu usaha jang terbaik untuk mentjegah hawa
nafsu; dan mereka jang tidak mampu
berpuasalah, sebab puasa dapat mentjegah sjahwat”.
Sjarat-sjarat untuk si-isteri djika masih perawan jang patut diperhatikan:
1. Sunnah diminta idzinnja si-gadis dan sunnah pa si-gadis menontoni.
2. Makruh hukumnja apabila si-gadis itu dipaksa apabila dipaksa maka harus ditetapi sjarat-sjaratnja jakni:
a. antara sigadis dan wali mudjbirnja tidak ada permusuhan jang njata.
b. antara si-gadis dan bakal suaminja tidak ada permusuhan sekalipun permusuhan bathin.
c. bakal suaminja itu mampu membajar maskawin;
d. bakal suaminja itu sebanding, setimbang (se-kupuk) dengan ia.
Apabila si-isteri itu djanda, maka perlu disini diperingatkan bahwa:
a. walinja jang mampu djuga tidak berhak memaksanja.
b. si-djanda memilik sendiri bakal suaminja;
c. djika walinja enggan untuk mengawinkan, maka ia dapat seminta supaja ia dikawinkan dengan wali Hakim.
Selandjutnja
disini diperingatkan pada golongan-golongan perempuan jang tidak dapat
dikawin sebagai tempat dalam surat An-Nisa ajat 22, 23, surat Al-Baqoroh
ajat 229 - 230. 235 jakni:
a. bekas isteri bapak sendiri;
b. ibu sendiri;
c. anak;
d. saudara;
e. bibi (saudara bapak);
f. untju (saudara ibu).
g. perempuan jang menjusukan;
h. saudara susuan;
i. ibu isteri (mertua);
j. anak tiri (bila lelaki telah rukun dengan ibunja);
k. bekas isteri anak (menantu);
l. menghimpunkan antara dua perempuan jang bersaudara atau menghimpunkan isteri dengan bibi atau untjunja;
m. djanda isteri sebelum habis iddah;
n. isteri jang ditalak tiga kali, ketjuali setelah ia
bersuami dengan laki-laki jang lain dan telah rukun dengannja kemudian bertjerai sudah habis iddah.
(5)
Daftar ini harus diadakan chusus untuk pemeriksaan. Dalam praktek djuga
sudah didjalankan, sedang bukunja biasanja disebut ,,buku kotoran”.
Bentuknja buku pemeriksaan itu hampir sama dengan buku pendaftaran
nikah. Adapun
jang perlu menanda-tangani atau tjap djempol buku
pemeriksaan itu ialah, wali, bakal isteri. kaum dan/atau saksi-saksi
lainnja dan pegawai nikah jang memeriksa.
Pasal 3.
(1)
Dalam praktek hanja si-isteri diperiksanja, sehingga tjuma si-isteri
sadja jang dapat diberi keterangan-keterangan tentang hukum-hukum nikah
menurut agama Islam, apabila
kurang mengetahui tentang hukum-hukum itu, akan tetapi
si-suami dapat diberi keterangan pada waktu nikah diakadkan (lihat
keterangan pasal 1 ajat (2) dan pasal 5).
Kewadjiban si-isteri terhadap si-laki ialah taslim (ta‘at serta memasrahkan badannja kepada si-laki).
Antara suami-isteri di Djawa dan Madura diadakan perdjandjian-perdjandjian lazim disebut ,,ta‘lik talak”.
Si-suami menggantungkan talaknja, serta talak itu djatuh apabila si-suami melanggar djandjinja sendiri.
Lain
dari pada ta‘lik talak itu dapat pa diadakan perdjandjian antara
suami-isteri, asal sadja tidak
melanggar hukum-hukum agama Islam umpamanja: ,,Djika
saja memadu isteri saja nama si-Fan dengan tidak idzinnja, maka isteri
saja tidak terima serta mengadukan hal itu pada Pengadilan Agama jang
bersangkutan, maka djika pengaduan
dianggap sakit oleh pengadilan tersebut djatuh talak
saja 1 atas isteri saja tersebut diatas”.
Hal-hal serupa itu oleh pegawai pentjatat nikah hendaknja diterangkannja.
Pasal 4.
(2)
Maksud penempelan itu ialah supaja umum terutama keluarga dari bakal
mempelai mengetahuinja. Sering kedjadian wali jang lebih berhak tidak
didjadikan wali, berhubung
ia tidak mengetahui tentang kehendak nikah itu. Dengan
djalan pengumumuan ini, walaupun tidak sempurna akan tetapi memberi
kesempatan supaja jang lebih berhak mendjadi wali, dapat menegor pegawai
pentjatat nikah sehingga kesalahan
itu dapat diperbaiki sebelum pernikahan dilangsunkan.
Untuk
melaksanakan maksud ini, maka dikantor pantjatat nikah hendaknja
disediakan papan tis (bord) jang dapat ditempeli surat keterangan itu.
Adapun surat keterangan itu dapat dibuat sebagai berikut:
pada tanggal .......... 1947. Si-Fan, anaknja .......... dengan Simin, anaknja .......... wali Karijo (bapak, kakek dan sebagainja) Hakim.
tanggal 1947.
Apabila kantor djauh dari pada mesdjid, maka lebih utama, apabila papan tis itu dipasang dimesdjid, sebab dimesdjid dikundjungi oleh orang banjak terutama pada hari Djum‘ah, maka dengan djalan ini dapat tertjapai, sekalipun tidak sempurna apa jang dimaksudkan.
Pasal 5.
(4)
Maksud pernikahan menurut agama Islam antara lain-lain ialah memperoleh
keturunan,
menambah ketenteraman hidup dan menambahkan damai,
bersatu tjinta-mentjintai sebagai tersebut dalam ajat Alqur‘an Surat Rum
ajat 21 jang mafhumnja:
,,Dan
diantara keterangan-Nja, ialah bahwa Tuhan mendjadikan isteri-isteri
bagimu jang sebangsa (manusia) dengan kamu, agar kamu berdiam dengan
tenteram bersama-sama dia, dan Tuhan
mengadakan tjinta-mentjintai dan kasih-sajang satu sama
lain diantara kamu sekalian. Sesungguhnja dalam hal jang sedemikian itu
adalah mendjadi ajat bagi kaum jang suka berpikir”.
Adapun
kewadjiban-kewadjiban si-suami terhadap isterinja, ketjuali memberi
maskawin, nafkah, kiswah, tempat-tinggal dan sebagainja, djuga mempergai
dengan baik-baik sebagai termaktub
dalam An-Nisa ajat 19:
,,Bergalah
dengan isterimu dengan baik-baik, maka djika kamu bentji kepadanja
(djanganlah tergesa-gesa
mendjatuhkan talak). Kadang-kadang kamu membentji
sesuatu barang, sedang Tuhan mendjadikan dalam barang itu beberapa
kebaikan”.
Baik
pa diperingatkan pada Hadith Nahi s.a.w. jang maksudnja,
bahwa mereka jang memjakan kaum ibu itu menundjukkan budi jang luhur,
sedang jang menghina mereka, ternjata rendah budinja.
Pada mereka jang bermadu patut diperingatkan pada ajat Alqur‘an. surat An-Nisa ajat 3:
,,Apabila
kamu takut, tidak akan dapat
memperlakukan isteri-isterimu dengan adil, maka kawinlah
hanja dengan seorang perempuan sadja”. Dan Hadith Nabi s.a.w. jang
maksudnja supaja memperlakukan isteri-isterinja dengan adil.
,,Barangsiapa
jang memelihara dua orang perempuan, akan tetapi tidak adil
memperlakukan mereka itu, maka pada hari Qiamat pada saat dibangunkan
kembali dari kuburnja akan riak (sengkleh)
separonja badan".
Selandjutnja
harus diselidiki pa apakah antara isteri-isteri jang dimadu itu masih
ada tali kefamilian sehingga tidak dapat dimadu (lihat keterangan pasal 3
ajat 3).
Sebelum
nikah diakadkan, maka jang hendak mengakadkan nikah itu
mengutjapkan chutbah jang maksudnja memperingatkan pada bakal si-suami
supaja memelihara isterinja dengan baik-baik serta apabila terpaksa
bertjeraipun dengan baik pa.
Adapun chutbah itu biasanja sebagai tersebut dibawah
ini, mafhumnja dengan ringkasnja ialah:
,,Atas
nama Allah Jang Maha Murah dan Maha
Asih. Segala pudji-pudjian itu bagi Allah rachmat dan
salam semoga tetap pada penuntun kita Nabi besar Muhammad s.a.w. serta
pada keluarga dan sahabat-sahabatnja”.
Sjahdan,
maka wahai hamba Allah sekalian, termasuk
pa kami sendiri, kami pesankan kepada kamu sekalian
hendaklah kamu sekalian takut pada Allah (memenuhi perintah dan
mendjauhi larangannja). Saudara mempelai laki-laki kami akan mengawinkan
saudara menurut apa jang diperintahkan
oleh Tuhan (ialah): sesudah pernikahan ini terdjadi
peliharalah tali perkawinan itu dengan sebaik-baiknja, atau apabila
terpaksa bertjerai maka tjerailah dengan baik-baik.
(Nama mempelai isteri) .
(Nama mempelai laki-laki dan nama bapak mempelai si-isteri) .
Saudara
(nama mempelai laki-laki) kami menikahkan kamu dengan (nama mempelai
isteri) anaknja perempuan (nama bapak mempelai si-isteri) jang telah
mewakilkan pada kami, dengan maskawin sebesar dua perakreal contant
(hutang) .
Adapun kabnja mempelai si-laki-laki sebagai berikut:
,,Kami menerima nikahnja dengan kami dengan maskawin tersebut”. ,
Sesudah
itu kemudian diutjapkan do‘a jang maksudnja, mendo‘akan pada mempelai
laki-isteri, supaja dapat hidup bersama-sama dengan rukun serta
berbahagia.
Artinja:
,,Semoga
Allah memberi berkah kepada kamu berdua dalam hidupmu sebagai laki dan
isteri dan
moga-moga dikumpkannja kami berdua dalam kebahagian.
Rahmat dan salam moga-moga tetap berada pada djundjungan kita Nabi
Muhammad s.a.w. beserta segala kaum keluarga dan para sahabatnja”.
Kemudian mempelai lelaki diminta mengutjapkan ta‘lik sebagai termaktub dalam surat nikah itu.
Hal talak.
Pasal 6.
Ajat
1. Sering terdjadi seorang suami menalak isterinja dengan memberitahu
tentang penalakan itu dengan surat pada pegawai pentjatat nikah dimana
si-isteri
pada waktu itu bertempat-tinggal. Apabila kedjadian
demikian maka pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran itu, harus
berhubungan dengan pegawai pentjatat nikah dimana si-suami
bertempat-tinggal dengan permintaan supaja
si-suami diperiksanja.
Djelasnja
demikian, si-suami tinggal di A, sedang isterinja tinggal di B. Suami
mengirim surat pada pegawai pentjatat nikah di B, bahwa ia menalak
isterinja. Pegawai pentjatat nikah di A,
supaja si-suami diperiksanja menurut aturan tersebut
dalam pasal 6 itu.
Djika
tidak demikian, maka ada kemungkinan, si-suami memungkiri mendjatuhkan
talak, sebab surat itu dapat dipandang sebagai kinajah, dan dapat
dibatalkan oleh Hakim.
Ajat
2. Kaum ialah instansi jang pertama kepada siapa orang harus melapurkan
kehendaknja sebelum bersama-sama
pergi ke Balai Pernikahan. Kaum jang mengetahui tentang
hal-ihwal penduduk diwilajahnja sendiri-sendiri diwadjibkan menjelidiki
lebih dahu tentang kebenaran pelapuran-pelapuran jang nanti akan
disampaikan pada pegawai pentjatat
nikah. Pelapuran-pelapuran itu ditis dalam sebuah buku,
jang dikuatkan oleh Kepala Kampung (Lurah Desa).
Ajat
3. Pada masa sekarang
orang banjak mengungsi kelain daerah, sedang ada kalanja
tidak mungkin lagi apabila hendak menerangkan pada pegawai pentjatat
nikah jang mengeluarkan surat nikah itu, sebab daerahnja diduduki oleh
Belanda. Apabila demikian halnja,
maka djika pegawai pentjatat nikah kurang jakin tentang
kebenaran keterangan jang diberikan padanja, maka keterangan itu dapat
diterima asal dikuatkan dengan sumpah beristimbat pada nass dari Kitab
Muhadzab djuz 2 katja 303
tersebut diatas.
Djika
ternjata bahwa orang jang hendak menalak itu sebelum memeluk agama
Islam, du memeluk agama Nasrani dan kawin dengan isterinja itu setjara
agama Islam, maka pegawai pentjatat nikah tidak
berhak menerima pertjeraian itu. Djika demikian, maka
pertjeraian harus dilangsungkan oleh Pengadilan Negeri (lihat pasal 74
Huwelijksordonnantie Christen Indonesia. Undang-undang tentang
perkawinan antara bangsa Indonesia jang
memeluk agama Nasrani)
Ajat
4. Sebaiknja isteri perlu didengar, agar supaja dapat diketahui dengan
terang apa jang sebetnja, jang mendjadi sebab tentang pertjeraian itu.
Apabila pegawai pentjatat nikah dapat
mengetahui bagaimana duduknja perkara, maka kemungkinan
besar usahanja untuk mentjegah maksud si-laki dapat berhasil. Mungkin pa
si-isteri dapat memberi keterangan-keterangan jang berguna, pun
si-isteri dapat mengemukakan
keberatan-keberatannja dan pegawai pentjatat nikah dapat
memberi petundjuk-petundjuk seperlunja. Selandjutnja hendaknja
ditanjakan tentang nama, umur, pekerdjaan dan tempat-tinggal si-isteri,
turut siapa ia pada waktu ditalak,
apakah telah rukun (bakda duch), apakah maskawinnja
telah dibajar, apa belum; djika belum apakah akan diminta atau akan
digunakannja sebagai pengiwal (iwadh).
Apabila ada perselisihan antara laki-isteri tentang
sudah atau belum rukun, maka perkara ini harus diserahkan pada Pengadilan Agama.
Ajat 5. Maksud ajat ini bukannja menghapuskan atau mengurangi hak menalak orang lelaki, akan tetapi untuk memperbaiki, mendjaga
djangan sampai hak menalak itu dipergunakannja dengan sewenang-wenang, hanja terburu oleh hawa nafsu sadja.
Hadith Nabi s.a.w. jang bersangkut-paut dengan pertjeraian ialah antara lain:
Artinja:
,,Barang jang halal akan tetapi paling terkutuk ialah talak” (riwajat Abudawud).
Pasal 7.
Ajat 2. Sjarat-sjarat jang harus dipenuhi oleh si-suami ialah: dewasa, sehat pikirannja serta tidak dipaksa.
Terhadap matjam-matjam talak serta jang beberapa pegawai pentjatat nikah wadjib memperhatikan
sebaik-baiknja dengan mengingat akan akibat-akibatnja.
Djika
ada seorang suami menalak isterinja dengan tiga talak sekaligus, maka
harus diperingatkan pada akibatnja, jakni bahwa si-isteri tidak dapat
dirudjuk
kembali malah tidak dapat dikawin kembali, ketjuali
djika telah dikawin oleh orang lain du, serta telah rukun, telah
ditjerai dan sudah habis iddah. Hal serupa itu sebaiknja harus ditjegah.
Pernah
terdjadi, ada
seorang suami menalak isterinja dengan talak tiga
sekaligus ketika diselidiki lebih landjut, maka ternjata bahwa si-suami
itu dipaksa mendjatuhkan talak tiga itu, agar supaja si-suami terpaksa
tidak dapat merudjuk kembali serta
dapat dikawin dengan jang memaksa.
Talak
ch‘i hanja dapat didjatuhkan dengan persetudjuan si-isteri serta
memakai iwadh (pengiwal). Talak ch‘i berakibat tidak dapat dirudjuk
kembali serta djika si-suami
meninggal dunia, dalam waktu iddahnja si-isteri, maka
si-isteri tidak dapat bagian warisan dari peninggalannja si-suami.
Banjak terdjadi, bahwa oleh karena desakan pada ahli-waris si-suami jang
merasa tidak hidup lama lagi menalak
isterinja dengan talak ch‘i supaja warisannja kesemuanja
djatuh ketangan ahli-waris, sedang isterinja jang baru sadja ditalak
tidak dapat apa-apa.
Terhadap akal-akalan serupa ini pegawai nikah wadjib awas, perlu
pa diselidiki apakah si-suami du pernah menalak isterinja dan talak jang keberapakah jang du didjatuhkan itu.
Ajat 3. Aturan jang dimaksud ini antara lain jang termuat dalam Al-Qur‘an (Surah Al-Baqarah ajat 229).
Artinja:
,,Talak itu hanja dua kali, kemudian itu tahan
(isteri-isterimu) dengan setjara patut atau tjeraikan mereka dengan
baik”.
(Surah Al-Baqarah ajat 231):
Artinja:
,,Apakah
kamu mentjeraikan perempuanmu, lalu hampir habis iddahnja maka tahanlah
ia setjara patut atau tjeraikan ia setjara patut.
Djanganlah ia kamu tahan dengan membuat kemelaratannja‘ sebagai kamu
hendak menganiajanja. Barangsiapa memperbuat demikian sesungguhnja telah
menganiaja akan dirinja sendiri”.
Adapun
kewadjiban-kewadjiban suami terhadap isterinja pada waktu tjerai,
membajar maskawinnja pada waktu tjerai, membajar maskawin (mahar)
djika belum dibajar, dan selama iddah memberi nafakah,
kiswah rida, (tempat-tinggal, pakaian, alat-alat memasak, memasak
mut‘ah).
(Surah Al-Baqarah ajat 241):
Artinja:
,,Perempuan
jang ditjeraikan itu berhak kesukaan (pemberian) dari suaminja, dengan
setjara jang patut sebenarnja atas orang-orang jang takut”.
Selandjutnja harus diselidiki apakah laki-isteri itu telah berkump dengan baik (bakda duch) untuk menentukan maskawinnja:
Artinja:
,,Dan
djika kamu sekalian mentjeraikan isteri-isteri kamu sekalian sebelum
kamu sekalian bertjampur (duch) dengan
isteri-isteri itu, sedang kamu sudah memberi mahar
kepada mereka, maka bagimu setengah dari pada mahar itu, melainkan djika
kamu atau orang jang menguasai aqad nikah itu memaafkan mengambil
setengah dari mahar itu. Djika kamu
memaafkannja, maka dengan demikian adalah lebih dekat
ketaqwa. Dan djanganlah kamu melupakan kelebihan diantara kamu sekalian.
Sesungguhnja Tuhan mengetahui dengan apa jang kamu kerdjakan”.
Ajat 4. Eqror mentjerai isterinja dapat didjalankan sebagai berikut:
Pada
hari .......... tanggal .........(Hidjrah) atau tanggal ..........
(Masehi) saja, (nama si-laki) mendjatuhkan talak ke
(...........) pada isteri saja nama .......... disaksikan oleh
(nama-nama saksi pegawai pentjatat nikah di Kenaiban ...........).
Ajat
5 dan 6. Guna menghilangkan
segala keragu-raguan maka pegawai pentjatat nikah jang
menerima pelapuran penalakan, diwadjibkan memberitahukan hal itu pada
si-isteri, sebab si-suami kadang-kadang dengan sengadja atau dengan
tidak sengadja tidak memberitahukan
tentang pertjeraian itu pada isterinja.
Seandainja
pernikahan terdjadi di A, si-isteri bertempat-tinggal di B, sedang
penalakan terdjadi di C, maka pegawai pentjatat nikah di C, harus
memberitahukan tentang
pertjeraian itu pada si-isteri dengan perantaraan
pegawai pentjatat nikah di B, sedang pegawai pentjatat nikah di A, harus
pa diberitahukannja.
Ajat 7. Ajat ini menghendaki supaja pegawai pentjatat nikah berusaha
merukunkan kembali laki-isteri jang telah bertjerai sesuai dengan andjuran Al-Qur‘an Surah Al-Thalaq ajat 2:
Artinja:
,,Apabila hampir sampai iddahnja hendaklah kamu rudjuk isterimu kembali dengan tjara jang patut”.
Hal rudjuk.
Pasal 8.
(1)
Apabila ada seorang suami jang merudjuk isterinja dengan memberitahu
tentang rudjuk itu dengan surat pada pegawai pentjatat nikah
dimana isteri bertempat-tinggal, maka harus dikerdjakan
sebagai apa jang tersebut pada pendjelasan ajat 1 pasal 6 tentang talak.
Kaum
perlu dibawa, sebab kaum jang dianggap sebagai orang jang mengetahui
hal-ihwal
penduduk didesa atau kampungnja, dapat memberi
keterangan-keterangan jang dibutuhkan oleh pegawai pentjatat nikah.
Djika menurut ada-istiadat disalah satu daerah tiada ada kaum umpamanja di Djakarta Kota, maka
keterangan-keterangan kaum dapat diganti dengan keterangan Lurah (petinggi).
(3)
Dalam hal ini patut diselidiki apakah si-laki mentjukupi sjarat-sjarat
merudjuk sebagai telah akil baligh, sehat pikirannja serta
tidak dipaksa oleh orang lain dan sebagainja.
Selandjutnja apakah talak jang didjatuhkan itu talak radji, rudjuk
didjalankan dalam iddah, telah rukun (bakda duch) ketika perkawinannja
masih baik sebelumnja ditalak.
(4) Peraturan agama jang bersangkut-paut dengan rudjuk antara lain Surah Al-Thalaq ajat 2 jang berbunji dan maksudnja:
,,Apabila
hampir sampai iddahnja, hendaklah kamu rudjuk dia kembali dengan
setjara jang patut, djanganlah sampai merudjuk seorang isteri
semata-mata untuk
menghalang-halangi supaja isteri itu djangan sampai
kawin lagi dengan orang lain, sedang dia sendiri tidak mau memelihara
dengan baik-baik”.
Al-Qur‘an
memerintahkan pada kita supaja merudjuk dengan tjara jang patut,
dari itu pegawai pentjatat nikah hendaknja
memperingatkan pada jang merudjuk apakah si-isteri telah diberitahu
tentang maksud merudjuk kembali itu; selandjutnja diperingatkan, bahwa
lebih maslachach memperbaharui dengan
persetudjuan kedua belah pihak, serta apa-apa jang du
menjebabkan pertjeraian itu dilenjapkan, agar pernikahan dapat
kebahagian sebagai sediakala.
(5) Eqror rudjuk dapat didjalankan sebagai berikut:
Saja
(nama si-laki) minta disaksikan pada (nama-nama pegawai pentjatat
nikah) bahwa pada hari .......... tanggal ......... (Hidjrah), atau
tanggal .......... (Masehi), bekas isteri saja, nama
(nama si-isteri), jang saja talak pada tanggal .......... di Kenaiban
.......... telah saja rudjuk kembali.
(10)
A. Rudjuk, talak dan nikah, dapat dilakukan pada
satu tempat, satu Balai Pernikahan. Djika demikian maka
pentjatat tidak begitu sukar. Dalam kolom keterangan dari buku
pendaftaran nikah dan talak ditjatat seperlunja.
Nomor pendaftaran nikah ditjari setelah terdapat maka kolom keterangan ditjatat:
,,Telah dirudjuk kembali pada tanggal ..........surat rudjuk Kenaiban .......... No .......... paraf, tanggal.
Begitu
pa tjatatan dalam kolom keterangan buku pendaftaran
talak. Dalam buku pendaftaran rudjuk kolom keterangan ditjatat pa:
,,Surat nikah Kenaiban ......... No. ......... dan surat talak Kenaiban .......... No .......... paraf, tanggal.
Rudjuk di A. nikah dan talak di B.
B
Rudjuk talak, nikah dilakukan pada dua tempat; pentjatat mendjadi
sedikit sukar, umpamanja rudjuk dilakukan di Kenaiban
A; sedang nikah dan talak di Kenaiban B. Pegawai
pentjatat nikah A, jang menerima pelapuran rudjuk memberitahu tentang
rudjuk itu pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B. Pengawai
pentjatat nikah di Kenaiban B, ini mentjatat
dalam keterangan dibuku pendaftaran nikah dan talak
sebagai tjatatan tersebut diatas, dengan ditambah:
,,Menurut lapuran pegawai pentjatat nikah Kenaiban A tanggal ......... No ..........
Rudjuk dan talak di A, nikah di B.
Rudjuk
dan talak dilakukan di Kenaiban A, sedang
nikah di Kenaiban B. Ketika talak didjatuhkan di
Kenaiban A. sudah barang tentu pegawai pentjatat nikah di A telah
memberitahu tentang talak itu pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B
telah mentjatat seperlunja hal talak itu
dikolom keterangan buku pendaftaran nikah.
Pegawai
pentjatat nikah di A memberitahu tentang pelapuran rudjuk jang
diterimanja kepada pegawai pentjatat nikah di B, jang kemudian mentjatat
hal rudjuk itu dalam kolom
keterangan buku pendaftaran nikah sebagai tersebut
diatas dengan ditambah keterangan, menurut surat pelapuran pegawai
pentjatat nikah di Kenaiban A tanggal .......... No .........
Rudjuk dan nikah di A, talak di B.
Djika
rudjuk dan nikah dilakukan di Kenaiban A sedang talak didjatuhkan di
Kenaiban B. Ketika talak didjatuhkan di Kenaiban B.
tentu sadja pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B memberitahu tentang
talak ini pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban A (lihat aturan
talak). Sekarang pegawai pentjatat nikah
di Kenaiban A memberitahu pada pegawai pentjatat nikah
di Kenaiban B tentang rudjuk tersebut, sedang pegawai pentjatat nikah di
Kenaiban B ini mentjatat dalam kolom keterangan dari buku pendaftaran
talak, bahwa si-isteri telah
dirudjuk kembali, sebagai tersebut diatas dengan
ditambahi keterangan:
,,Menurut surat pelapuran pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B, tanggal ......... No .......... paraf, tanggal.
C. Nikah, talak rudjuk dilakukan dilain-lain tempat.
Umpamanja
nikah di Kenaiban A, talak di
Kenaiban B, sedangkan rudjuk di Kenaiban B, maka pegawai
pentjatat nikah di B, memberitahu tentang talak itu pada pegawai
pentjatat nikah di Kenaiban A dengan permintaan supaja talak itu
ditjatat dalam buku pendaftaran nikah (lihat
aturan talak):
Oleh pegawai pentjatat nikah di Kenaiban A tentu telah dikerdjakan seperlunja.
Oleh pegawai pentjatat nikah di Kenaiban C, ketika ia menerima pelapuran rudjuk itu diberitahukannja pada
pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B dan pada pegawai pentjatat nikah di Kenaiban A.
Pegawai pentjatat nikah di Kenaiban B, mentjatat rudjuk itu dalam buku pendaftaran talak, sedang pegawai pentjatat nikah di
Kenaiban A, mentjatat rudjuk itu dalam buku pendaftaran nikah.
Maksud
peraturan-peraturan tersebut diatas ialah supaja si-isteri tahu tentang
rudjuk itu tidak sadja dari pihak suami jang merudjuk, akan tetapi
djuga
dari pihak pegawai pentjatat nikah. Dalam Undang-undang
No. 22 tahun 1946 tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk tidak
diharuskan pegawai pentjatat nikah memberitahu tentang talak jang
didjatuhkan atau rudjuk jang dilakukan
pada si-isteri, pada hal akibat dari pada tidak
memberitahukan pada isteri itu besar sekali, dari itu kekurangan dalam
Undang-undang No. 22 tahun 1946 tentang pentjatatan nikah, talak dan
rudjuk tersebut diatas wadjib dilengkapi.
Sering terdjadi seorang isteri jang telah ditalak oleh
suamiuja kemudian dirudjuk kembali, akan tetapi oleh karena tidak
diberitahu tentang rudjuk itu oleh suaminja atau pegawai pentjatat
nikah, maka setelah waktu iddah sudah
habis, akan nikah lagi dengan orang lain, tiba-tiba
datang suaminja jang lama, mengemukakan, bahwa isterinja itu telah
dirudjuk kembali, achirnja pernikahan itu tidak djadi dilangsungkan;
atau telah nikah dengan orang lain kemudian
datang suami jang lama, sehingga pernikahan jang baru
itu dibubarkan.
Lebih menjedihkan lagi djika pernikahan jang baru itu sudah begitu rukun sehingga telah mempunjai anak.
Lain-lain kewadjiban.
Pasal 9.
(1) Jang dimaksud dengan ajat ini ialah hal sebagai tersebut dibawah ini:
Ada
seorang meninggal dunia, meninggalkan harta-benda. Ahli-warisnja tidak
suka djika isterinja mendapat bagian dari warisan itu.
Kemudian melapurkan pada pegawai pentjatat nikah, bahwa
jang meninggal dunia itu telah menalak isterinja dengan talak ch‘i.
Dengan tidak menjelidiki lebih du pegawai pentjatat nikah mentjatat
pelapuran talak itu. Keadaan jang
sebenarnja, si-suami tidak menalak isterinja. Kemudian
warisan dibagi-bagi. Si-isteri dengan kedjadian sedemikian itu mendapat
rugi. Djika pegawai pentjatat nikah itu teliti serta sebelum mentjatat
pelapuran itu menjelidiki keadaan
jang sebenarnja, maka si-isteri tentu akan dapat bagian
dari warisan.
Kedjadian
sebaliknja mungkin pa. Seorang isteri telah ditalak oleh suaminja.
Sebelum suami meninggal dunia, masih dalam 'iddahnja si-isteri
melapurkan bahwa ia telah dirudjuk kembali oleh
suaminja. Pelapuran itu dengan tidak diselidiki lebih djauh ditjatat,
kemudian si-isteri diberi surat rudjuk, jang sebetnja tidak dirudjuk.
Dengan
djalan demikian
si-isteri sesudah si-suami meninggal dunia sesudah habis
iddah, maka si-isteri dapat bagian warisan, sedang ahli-waris mendapat
kerugian.
Agar
supaja para pegawai pentjatat nikah bekerdja dengan teliti, maka
diadakan peraturan. bahwa mereka jang berkepentingan,
djika oleh karena keteledoran pegawai pentjatat nikah mendapat kerugian,
maka mereka itu dapat menuntut kerugian tersebut dari pegawai pentjatat
nikah jang bertanggung-djawab.
(3)
Menurut pasal 416 Buku Hukum Pidana, maka pegawai pentjatat nikah dapat
dihukum pendjara selama-lamanja empat tahun, apabila ia memalsu atau
membuat pemalsuan dalam buku pendaftaran nikah, talak atau rudjuk.
Menurut
pasal 417 Buku Hukum Pidana tersebut pegawai pentjatat nikah dapat
dihukum pendjara selama-lamanja lima tahun dan 6 ban, apabila ia
sengadja menghilangkan, merusakkan pendaftaran nikah, talak dan rudjuk
atau membuat buku-buku itu sedemikian rupa sehingga
tidak dapat dipergunakan lagi, tidak menghalang-halangi, bahwa buku
pendaftaran nikah, talak dan rudjuk itu dihilangkan, dirusak atau dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak dapat
dipergunakan lagi, atau turut menolong menghilangkan,
merusak atau membuat buku-buku itu sedemikian rupa sehingga tidak dapat
dipergunakan lagi.
Menurut
pasal 416 Buku Pidana pegawai pentjatat nikah dapat dihukum
pendjara selama-lamanja 6 ban atau didenda
sebanjak-banjaknja Rp. 300.-apabila ja menerima pemberian atau djandji,
sedang ia tahu, atau dapat mengira-ngira bahwa pemberian atau djandji
itu ditudjukan untuk mempengaruhi kekuasaan
atau hak-hak jang bergandengan dengan djabatan Pentjatat
nikah atau jang disangka oleh jang memberi itu bergandengan dengan
djabatan pentjatat nikah.
Lain-lain pasal sudah terang dan tidak perlu diberi pendjelasan.
Menteri Agama,
K. H. FATHOERRAHMAN.
Quelle: Ichtisar Parlamen Nr. 127+128, Oktober 1954 Tahun Ke-V
No comments:
Post a Comment