Instruksi Menteri Agama No. 4/1947.
Pentjatat nikah.
Instruksi tentang kewadjiban-kewadjiban
pegawai pentjatat nikah.
MENTERI AGAMA.
Menimbang :
1)
bahwa tentang tata-tertib dan tjara mentjatatkan nikah, talak dan
rudjuk serta kewadjiban-kewadjiban pegawai/pembantu pegawai pentjatat
nikah hingga kini belum
ada aturan jang tersebut;
2) bahwa guna memenuhi kekurangan itu perlu diadakan peraturan.
Mengingat :
ajat (1) pasal 2 Undang-undang No. 22 tahun 1946 tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk.
M e m u t u s k a n :
Menetapkan:
Instruksi sebagai berikut: "Instruksi tentang kewadjiban-kewadjiban pegawai pentjatat nikah".
Hal nikah.
Pasal 1.
(1)
Oleh pegawai/pembantu pegawai pentjatat nikah, selandjutnja disebut
pegawai pentjatat nikah, diusahakan supaja orang jang hendak menikah itu
selambat-lambatnja
seminggu sebelum pernikahan itu dilangsungkan
melapurkan kehendak itu pada Balai Pernikahan, didalam wilajah mana
pernikahan itu akan diadakan.
(2)
Ketika melapurkan kehendak itu, maka jang hadjat nikah diantarkan
oleh wali bakal si-isteri dan kaum (Lebe, Kajim,
Modin, Amil), selandjutuja disebut kaum dari desa atau kampung, dimana
bakal si-isteri bertempat-tinggal. Keterangan-keterangan dari mereka
jang hendak menikah djangan diterima
du sebelumnja dikuatkan oleh kaum.
Pasal 2.
(1)
Pegawai pentjatat nikah mentjatat nama, umur, pekerdjaan dan
tempat-tinggal kedua mempelai; begitu pa nama, umur, pekerdjaan dan
tempat-tinggal si-wali serta
wali apa. Selandjutnja perlu pa ditjatat apakah
bakal si-suami itu djaka (budjang), masih terikat dengan tali perkawinan
dengan orang lain (somahan) atau djanda lelaki, sedang terhadap bakal
isteri ditjatat pa apakah ia
perawan atau djanda perempuan dan dengan berapakah
atau berupa apakah maskawinnja, akan dihutang atau akan dihajar kontan.
Selain dari itu ditjatat pa nama-nama dari saksi-saksi jang turut
mendengarkan keterangan mereka jang
diperiksa djika saksi-saksi itu bukan pegawai
pentjatat nikah, maka ditjatat pa umur, pekerdjaan serta tempat-tinggal
dari saksi-saksi tersebut.
(2)
Djika diantara mereka, atau kedua-duanja telah pernah kawin,
maka ditjatat djuga nama, umur, pekerdjaan serta
tempat-tinggal dari bekas isteri (suami); demikian pa tanggal, tahun dan
nomor dari surat talak, atau keterangan kematian.
(3) Surat talak atau surat keterangan
kematian oleh pegawai pentjatat nikah disimpan dalam archief Balai Pernikahan.
(4) Selandjutnja pegawai pentjatat nikah, memeriksa dengan teliti, apakah sjarat-sjarat jang dikehendaki oleh agama Islam telah
dipenuhi serta apakah tidak ada kemungkinan terhadap pelanggaran agama Islam.
(5)
Pemeriksaan ini ditjatat dalam daftar pemeriksaan nikah, jang
tjontohnja ditetapkan oleh Menteri Agama jang kemudian ditandatangani
atau tjap djempol oleh pegawai pentjatat nikah serta
mereka jang diperiksanja.
Pasal 3.
(1)
Oleh pegawai pentjatat nikah diterangkan kepada mereka jang kurang
pengetahuannja tentang hukum-hukum dan maksud nikah menurut agama Islam,
terutama tentang
kewadjibannja suami-isteri masing-masing dan
perdjandjian-perdjandjian antara suami-isteri jang boleh diadakannja,
jang tidak bertentangan dengan agama Islam.
(2) Perdjandjian antara suami-isteri itu ditjatat dalam daftar pemeriksaan nikah.
(3) Apabila nikah sungguh dilangsungkan, maka turunan perdjandjian jang ditandatangani oleh pegawai pentjatat nikah harus dimuat
atau dilampirkan pada surat nikah. Djuga dalam buku pendaftaran nikah, perdjandjian itu harus dimuatnja.
Pasal 4.
(1)
Setelah pemeriksaan selesai, dan sebelum pernikahan itu dilangsungkan,
maka oleh pegawai pentjatat nikah kehendak nikah itu diumumkan dengan
menempelkan surat
keterangan, jang dibubuhi tjap Balai Pernikahan,
ditempat Balai Pernikahan.
(2) Surat keterangan itu selama 8 hari sedjak ditempelkan tidak boleh diambil atau dirobek.
Tentang akad nikah,
Pasal 5.
(1)
Sebelum nikah diakadkan, maka oleh pegawai pentjatat nikah apabila
bakal si-suami tidak datang bersama-sama bakal si-isteri ketika bakal
si-isteri datang ke
Balai Pernikahan untuk melapurkan kehendak nikah
itu, dimintakannja keterangan-keterangan jang perlu-perlu guna
pentjatatan nikah serta ditjotjokkannja dengan keterangan-keterangan
jang telah diperolehnja dari pihak wali
si-isteri, bakal si-isteri, kaum ketika pemeriksaan
pertama; kemudian diterangkan kepada bakal si-suami jang kurang
mengetahui tentang maksud dan hukum nikah menurut agama Islam, terutama
tentang kewadjibannja suami-isteri.
(2)
Apabila pernikahan jang akan dilangsungkan itu mengenai pemaduan, maka
oleh pegawai pentjatat nikah diterangkan pa tentang
kewadjiban-kewadjibannja terhadap isteri-isterinja menurut hukum agama
Islam.
(3)
Apabila oleh wali si-isteri dimintakan perdjandjian menjimpang dari
pada talik talak biasa, maka oleh pegawai pentjatat nikah harus
diterangkan pada bakal si-suami maka menerima perdjandjian jang
dikehendaki
oleh wali si-isteri itu.
(4)
Djika kedua belah pihak sudah sepakat, maka nikah dapat diadakan, jang
dapat dilangsungkan oleh wali sendiri, atau oleh mereka jang diberi
kuasa olehnja maupun orang lain, ataupun
pegawai pentjatat nikah.
(5)
Apabila bakal suami berhalangan untuk menerima nikah serta mewakilkan
pada lain orang, maka pegawai pentjatat nikah harus menjelidiki apakah
halangannja serta kuasanja itu sah atau
tidak.
(6)
Setelah nikah diadakan, maka pernikahan itu ditjatat dalam buku
pendaftaran nikah, kemudian pada mempelai lelaki diberi surat nikah.
Hal talak.
Pasal 6.
(1)
Djika ada seorang suami jang hendak menalak isterinja, maka pegawai
pentjatat nikah harus berusaha supaja suami itu datang sendiri dengan
diantarkan kaum dari
desa atau kampung dimana si-suami bertempat-tinggal
pada Balai Pernikahan serta melapurkan kehendak itu kepadanja dengan
lisan dengan membawa surat nikahnja.
(2)
Apabila tidak diantarkan oleh kaum, maka harus
ditanjakan apa sebab-sebabnja maka kaum tidak
mengantarkannja. Pelapuran djangan terburu-buru diterima sebelumnja
dikuatkan oleh kaum jang bersangkutan.
(3)
Djika surat nikah telah hilang atau tidak ada lagi
padanja, maka pegawai pentjatat nikah berusaha
mendapat salinan surat nikah berhubungan dengan pegawai pentjatat nikah
jang mengeluarkan surat nikah tersebut.
(4)
Pegawai pentjatat nikah memeriksa apakah isteri
jang akan ditjerai itu bet isteri si-suami jang akan
mendjatuhkan talaknja dengan mentjotjokkan keterangan si-suami dengan
surat nikah itu. Djika dipandang perlu pegawai pentjatat nikah memanggil
isterinja untuk didengarnja
(5)
Setelah itu, maka wadjiblah atas pegawai pentjatat nikah berdaja-upaja
supaja si-suami tidak melandjutkan maksudnja dengan memberi nasehat
serta memperingatkan pada hadith Nabi (s.a.w.) jang bersangkut-paut
dengan pertjeraian.
Pasal 7.
(1)
Djika usaha pegawai pentjatat nikah tidak berhasil, maka olehnja
diperingatkan supaja si-suami sekali lagi memikirkan halnja serta
diperintahkannja supaja
si-suami seminggu lagi kembali pada Balai
Pernikahan.
(2)
Apabila seminggu kemudian si-suami masih tetap pada pendiriannja, maka
pegawai pentjatat nikah menjelidiki apakah si-suami telah mentjukupi
sjarat-sjarat
untuk mendjatuhkan talak, kemudian mentjatat tanggal
pelapuran talak itu serta nama, umur, pekerdjaan dan tempat-tinggal
jang menalak dan jang ditalak sebab-sebabnja pertjeraian, talak apa dan
talak jang keberapa; nomor dan
tanggal surat nikah; dimana pernikahan du
dilangsungkan; nama, umur, pekerdjaan dan tempat-tinggal saksi-saksi dan
nama, pangkat dari pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran
talak itu dan waktu iddahnja.
(3) Kemudian pegawai pentjatat nikah memperingatkan
si-suami akan aturan bertjerai menurut agama Islam terutama akan
kewadjibannja terhadap isterinja selama iddah.
(4) Selandjutnja jang hendak menalak isterinja itu
disuruh iqror mendjatuhkan talaknja disaksikan oleh dua orang pegawai pentjatat nikah.
(5)
Dalam selambat-lambatnja satu minggu surat talak harus disampaikan pada
si-isteri jang ditalak. Djika si-isteri tidak
dipanggil dan didengarnja maka pegawai pentjatat
nikah harus memberi surat talak kepada isteri jang ditalak itu dengan
perantaraan pegawai pentjatat nikah, diwilajah mana si-isteri
bertempat-tinggal.
(6)
Djuga
pegawai pentjatat nikah, jang mengawasi perkawinan
du, harus selekas mungkin diberitahukan pa tentang pertjeraian ini. Oleh
pegawai ini, didalam buku pendaftaran nikah dimana pernikahan itu
ditjatat, ditis (dalam kolom
keterangan) bahwa si-isteri telah ditjerai,
diterangkan pa tanggal serta menurut pelapuran dari pegawai pentjatat
nikah mana.
(7)
Selambat-lambatnja sepuh hari sebelum waktu iddah habis, maka pegawai
pentjatat
nikah, jang memerima lapuran tentang talak itu,
harus berusaha dengan perantaraan kaum supaja si-suami merudjuk kembali
isterinja.
Hal rudjuk.
Pasal 8.
(1)
Djika ada seorang suami hendak merudjuk isterinja, maka pegawai
pentjatat nikah harus berusaha supaja si-suami datang sendiri ke Balai
Pernikahan dengan
diantar oleh kaum jang bersangkutan dengan membawa
surat talaknja.
(2)
Apabila surat talak telah hilang, atau tidak ada lagi, maka pegawai
pentjatat nikah jang menerima lapuran harus berusaha mendapat salinan
dari
surat talak itu dari pegawai pentjatat nikah jang
mengeluarkan surat talak tersebut.
(3) Pegawai pentjatat nikah memeriksa surat talak serta mejatakan apakah rudjuk itu didjalankan masih dalam waktu iddah serta
menjelidiki apakah sjarat-sjaratnja dan rukunnja rudjuk telah dipenuhi.
(4)
Kemudian pegawai pentjatat nikah memperingatkan pada jang merudjuk pada
hukum agama Islam jang bersangkut-paut dengan rudjuk.
(5) Kemudian jang merudjuk disuruhnja iqror disaksikan oleh dua orang pegawai pentjatat nikah.
(6)
Setelah itu pelapuran ditjatat dalam buku pendaftaran rudjuk dengan
disebutkan pa nama, umur, pekerdjaan dan
tempat-tinggal jang merudjuk dan jang dirudjuk,
serta turut siapa si-isteri itu pada waktu dirudjuk, begitu pa nama,
umur, pekerdjaan dari saksi-saksi dan pegawai pentjatat nikah jang
menerima pelapuran. Pegawai pentjatat
nikah memperingatkan pada jang merudjuk supaja
si-isteri apabila pada waktu dirudjuk tidak hadir diberitahu tentang
rudjuk itu setjepat mungkin.
(7)
Selambat-lambatnja dalam satu minggu sesudah pelapuran itu
pegawai pentjatat nikah memberitahukan tentang
rudjuk itu pada isteri jang dirudjuk. Djika si-isteri jang dirudjuk,
bertempat-tinggal diwilajah pegawai pentjatat nikah jang menerima
pelapuran rudjuk, maka sebaiknja si-isteri
itu didatangkan di Balai Pernikahan diberitahu
tentang rudjuk itu serta akibat-akibat dari rudjuk itu, serta diserahkan
padanja surat rudjuk.
(8)
Apabila si-isteri itu bertempat-tinggal diluar wilajah pegawai
pentjatat nikah jang menerima pelapuran rudjuk, maka
pegawai pentjatat nikah itu harus berhubungan dengan pegawai pentjatat
nikah diwilajah mana si-isteri bertempat-tinggal dengan permintaan
supaja melaksanakan apa jang
tersebut pada ajat 7 pasal ini.
(9)
Djika rudjuk didjalankan pada Balai Pernikahan lain dari pada dimana
pelapuran talak atau nikah dilangsungkan, maka pegawai pentjatat nikah
jang menerima pelapuran rudjuk, harus
memberitahu pada pegawai pentjatat nikah jang
mengawasi nikah du serta pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran
talak, dengan permintaan supaja rudjuk itu ditjatat seperlunja dalam
buku pendaftaran masing-masing.
(10)
Pegawai pentjatat nikah jang menerima pelapuran rudjuk dari pegawai
pentjatat nikah lain menurut ajat (9) pasal ini mentjatat pelapuran
rudjuk dalam kolom keterangan dari buku pendaftaran nikah (talak)
seperlunja, kemudian membubuhi paraf dan tinggal
dibawah tjatatan ini.
Lain-lain kewadjiban.
Pasal 9.
(1)
Pegawai pentjatat nikah bertanggung-djawab terhadap tata-tertibnja
pengisian serta pemeliharaan buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk.
Pegawai pentjatat
nikah tidak boleh mentjoret, memalsu, mengubah atau
menambah tjatatan buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk dengan tidak
beralasan. Segala tjatatan dalam buku pendaftaran nikah, talak dan
rudjuk harus disandarkan atas
keterangan-keterangan dari jang berkepentingan serta
pelapuran-pelapuran dari pegawai pentjatat nikah dari lain daerah.
Tiap-tiap tjoretan, tiap-tiap pemalsuan tambahan, atau perubahan jang
tidak menurut peraturan ini serta
tiap-tiap pelanggaran terhadap peraturan ini, jang
dapat merugikan orang jang berkepentingan maka mereka ini dapat meminta
kerugian pada pegawai pentjatat nikah jang bertanggung-djawab.
(2)
Buku pendaftaran nikah,
talak dan rudjuk oleh pegawai pentjatat nikah pada
tiap-tiap tiga ban dikirimkan pada kepala pegawai pentjatat nikah jang
bersangkutan untuk diperiksa seperlunja.
Setelah
diperiksa, maka oleh kepala pegawai
pentjatat nikah dibuat proses-perbal tentang
pemeriksaan tersebut. Sehelai proses-perbal ini dikirimkan selekas
mungkin pada Kementerian Agama.
(3)
Djika dalam pemeriksaan itu ternjata terdapat pelanggaran atau
kedjahatan, maka kepala pegawai pentjatat nikah oleh
karena djabatannja wadjib melapurkan pelanggaran itu pada jang
berwadjib.
(4) Buku pendaftaran nikah, talak dan rudjuk harus dipelihara, disimpan serta didjaga
dengan baik-baik djangan rusak atau sedemikian rupa hingga tidak dapat dipergunakan lagi.
Hukuman djabatan.
Pasal 10.
(1)
Pegawai pentjatat nikah jang melalaikan kewadjibannja sebagai tersebut
pada pasal 8 ajat 1, 2 dan 4 atau melakukan perbuatan jang mentjemarkan
kehormatan
golongan pegawai pentjatat nikah atau menghilangkan
kepertjajaan, baik didalam maupun diluar djabatannja dapat diberi
hukuman djabatan.
(2) Hukuman djabatan itu ialah:
a. Hukuman petjat.
b. Hukuman turun pangkat atau tingkat.
c. Hukuman potong gadji.
d. Hukuman tidak dapat naik gadji pada waktu jang semestinja.
e. hukuman tidak dapat naik pangkat atau tingkat pada waktu jang seharusnja.
f. Hukman tegoran
(3) Djenis hukuman-hukuman itu didjatuhkan menurut besar-ketjilnja kesalahan.
Pasal 11.
(1)
Jang berhak memberi hukuman djabatan pada pegawai pentjatat nikah jang
berpangkat Penghu atau wakil Penghu ialah Menteri Agama atau pegawai
tinggi jang
ditundjuk olehnja, sedang jang berhak memberi
hukuman djabatan ialah Kepala Djawatan Agama Daerah atau wakilnja.
(2)
Hukuman djabatan, baru boleh didjatuhkan apabila telah ada us dari
Penghu atau Kepala
Djawatan Agama Daerah jang disertai dengan
alasan-alasan jang tepat setelah diadakan penjelidikan jang seksama jang
membenarkan tuduhan-tuduhan itu.
(3) Lamanja hukuman potong gadji ialah satu ban sampai setengah
tahun, dan djumlahnja ialah sebanjak-banjaknja seperempat dari gadji banan.
(4)
Sebelum mendjatuhkan hukuman djabatan, Kepala Djawatan Agama atau
wakilnja memberi lapuran jang lengkap pada Kementerian Agama.
Pasal 12.
(1)
Apabila pelanggaran terhadap peraturan ini sedemikian rupa, sehingga
jang melakukan pelanggaran itu dapat dituntut dimuka Pengadilan, maka
selama perkara jang
kena hukuman djabatan ini masih tergantung pada
Pengadilan, hukuman djabatan tidak didjalankan terhadap orang jang
melakukan perkara itu.
(2)
Djika orang jang kena hukuman djabatan dituntut dimuka Pengadilan
sebelum hukuman djabatannja diputuskan, maka
keputusan tentang hukuman djabatannja itu diundurkan sampai perkaranja
mendapat keputusan pengadilan.
Aturan tambahan.
Instruksi ini disebut "Instruksi tentang kewadjiban
pegawai pentjatat nikah" serta mai berlaku pada 17 Agustus 1947.
Jogjakarta, 24 Djuni 1947.
K. H. FATHOERRAHMAN.
No comments:
Post a Comment