Tantangan
Guru di Era Millenial
Beberapa hari ini guru swasta pada Madrasah yang belum mendapatkan
Tunjangan Profesi Guru, sibuk dengan pemberkasan usulan Calon Penerima Subsidi Tunjangan Fungsional
Bagi Guru Bukan PNS (STF-GBPNS), meskipun insentif tersebut tidaklah seberapa,
setidaknya sebagai salah satu tabnda perhatian pemerintah terhadap
kesejahtaraan para guru yang belum sertifikasi tersebut. Saya tidak akan
menyampaikan masalah berapa insentif yang mereka terima, karena kadangkala
rizki yang berupa uang dari mengajar tersebut tidak berbanding lurus denngan
riski yang mereka terima secara keseluruhan. Setidaknya hal ini tergambar dari
beberapa cerita yang disampaikan para guru Madrasah tersebut ketika bersama
rehay di kantin, mereka yang belum sertifikasi banyak yang menerima honor dari
lembaganya antara seratus ribu hingga satu juta, sangat jarang yang menerima
honor lebih dari satu juta rupiah. Meskipun demikian, beberapa diantaranya juga
sudah mempunyai mobil. Handphone yang mereka miliki rata rata juga tidak lebih
jelek dibandingkan milik saya. Ketika merreka mengantarkan pemberkasan ke
Kantor Kabupaten, beberapa diantaranya juga memakai mobil dan disetir sendiri.
Hidup diera digital, bagi yang mengikuti perkembangannya, sangat
memudahkan dan terlihat keren, namun bagi mereka yang menganggap bahwa dunia
digital tersebut seperti dunia lain, mereka juga “wajib” mengikuti, setidaknya
dalam beberapa hal dimana mereka tidak dapat terlepas dari kewajiban
menggunakan perangkat digital dimaksud. Terlebih bagi seorang pendidik dimana
image dari masyarakat dianggap orang yang
lebih tahu dan mengerti tentang perkembangan tehnologi tersebut, karena
administrasi dalam pendidikan saat ini dilakukan dengasn cara digital, dimana
sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan media dengan menggunakan kertas.
Terlebih dengan hadirnya smartphone, dimana HP pintaer tersebut “mengambil”
beberapa fasilitas yang ada pada beberapa perangkat lain, baik fasilitas yang
berkaitan dengan komunikasi, pengolahan visual hingga pengolahan data.
Karenanya banyak yang memanfaatkan piranti canggih ini untuk beberapa
keperluan, tidak terkecuali dalam administrasi pendidikan.
Dalam pemberkasan STF-GBPNS saya dan team juga mnmenggunakan piranti
keren yang disediakan google, dimana calon penerima FTT-GBPNS mengisi sendiri
data yang diperlukan dalam Link yang kami berikan, sehingga team kami tidak
perlu input data lagi, karena data sudah mereka input sendiri. Bisa dibayangkan
jika kami tidak menggunakan fasilitas online ini, berapa lama kami harus
menginput data satu persatu dari calon penerima dana insentif tersebut yang
jumlahnya lebih dari seribu orang. Berapa jam lagi jatah waktu yang tersita
yang seharusnya untuk keluarga, terkikis untuk kerja. Belum lagi verifikasi
berkas dimana ketelitian juga sangat diperlukan pada pemberkasan yang
menyangkut masalah keuangan, dimana hak mereka yang harus menerima tersebuit
tidak akan terkendala.
Beberapa pendataan yang kami lakukan memang memanfaatkan beberapa vitur
dalam google. Hal ini disamping membpercepat dan mempermudah proses
adminiatrasi, juga sebuah pembiasaan untuk mengikuti perkembangan tehnologi
tersebut. Seorang siswa pada madrasah Ibtidaiyah yang baru saja mengikuti
Penilaian Ahir semester bercerita kepada temannya dari lembaga lain yang juga
mengikuti Penilaian Ahir Semester dengan media kertas. Mereka yang menggunakan
CBT merasa keren ketika melakukan kegiatan ujian dengan menggunakan piranti
canggih tersebut. Meskipun penggunaan Handphone di dunia pendidikan ini perlu
dibatasi dan diberikan aturan yang jelas, karena penggunaan tanpa batasan pada
siswa tersebut akan berdampak negatif terhadap perkembangan mentalnya.
Tantangan guru diera millenial bukan hanya bagaimana seorang guru
tersebut dapatt mentranver Ilmu sesuai dengan buku paket yang sudah disediakan,
sekolah dan para guru bukanlah satu satunya sumber bagi para siswa untuk
memperoleh informasi. Para siswa dapat berselanjar di dunia digital untuk
memperoleh berbagai informasi. Sebuah halyang agak lucu saat ini ketika seorang
pendidik tidak mengikuti perkembangan informasi dan perkembangan tehnologi yang
seakan berkembang secara liar tersebut.
Seperti pengisian data yang kami perlukan dalam STF-GBPNS dimana kami
menerim hasil input yang dilakukan oleh para calon penerima dana insentif tersebut
secara online, baik melalui Komputer maupun Handphone, beberapa guru yang tidak
terbiasa dengan penggunaan tehnologi tersebut tidak mengisi data sendiri,
beberapa diantaranya disikan oleh para operator dan guru lainnya. Meskipun
tidak banyak yang melakukan hak seperti ini, namun dapat dijadikan sebuah
gambaran bahwa belum semua guru mengikuti penguasaan dari perkembangan
tehnologi tersebut.
Dunia digital seakan lebih luas dari isi bumi itu sendiri, setidaknya
media olnile tersebut dapat mempermudah dan mempercepat sebuah proses. Siapapun
dapat mengakses informasi yang ada didalamnya, begitu juga sebaliknya bahwa
siapapun dapat menggunggah informasi kedalamnya, dimana informasi tersebut
dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dan informasi, termasuk di dunia
pendidikan, baik dalam bentuk dokumen maupun visual.
Beberapa lembaga pendidikan telah menggunggah video mengenai kegiatan
pembelajaran yang ada dilembaganya, meskipun hal ini seakan sepele, setidaknya
telah menyumbangkan video positif didunua digital dimana kadang ketika kita
berselancar di dunia maya tersebut akan masuk kedalam ruang dimana kita tidak
menginginkannya, atau masuk kedalam ruang dimana hal negatif dapat kita terima.
Dan hal ini sangat berpengaruh ketika informasi negatif dan informasi yang
kurang benar tersebut diterima oleh siswa.
Tantangan Guru di Era Millenial bukan sekedar bagaimana dia dapat
mengakses informasi dari dunia amaya, atau bagaimana menggunakan poerpoint
dalam melakukan pembelajaran. Namun bagaimana dapat memberikan informasi
tersebut secara digital, melakukan administrasi dan membuat perangkat pembelajaran
dengan memanfaatkan sarana tehnologi informatika, menginputi data digital yang
menjadi kewajibannya tanpa bangtuan operator sekolah.
No comments:
Post a Comment