Saya benar benar mati gaya, meskipun tidak
sampai mati rasa. Beruntung saya mengisi pada sesi kedua, sehingga benar benar
dapat mempersiapkan mental ini sebaik baiknya. Sungguh perasaan ini tak ubahnya
seperti saya pertama kali bertemu dengan sang pujaan hati, dimana saya
merasakan bagaimana sulitnya merangkai kata bermakna untuk menyampaikan maksud
yang sebenarnya. Dihadapan seratus lebih guru RA saya seakan tak bernyali.
Padahal dihadapan Diklatpim III saya bisa bersenda dengan rasa percaya diri
yang prima.
Guru RA tersebut belum semuanya
mendapatkan Tunjangan Profesi Guru atau biasa disebut dengan sertifikasi,
dimana ada TPG tersebut sangat berarti bagi mereka, meskipun nominalnya
tidaklah seberapa. Bagi yang belum mendapatkan sertifikasi, dimana hanya mendapatkan
uang pengganti transport yang mungkin juga kurang, karena nominalnya juga
sangat minim, tidaklah masuk akal menurut hitungan matematika jika uang yang
mereka terima cukup untuk satu bulan. Seakan tidak berbanding dengan gellar
sarjana yang mereka sandang.
Saya
mengikuti penyampaian dari narasumber pertama, seorang Ibu muda Kepala
Raudlatul Athfal yang juga Pengurus IGRA Kabupaten. Penyampaiannya lugas dan
tidak membosankan, dan yang membuat saya nervous jok jok segar yang beda dari
yang biasa saya dapatkan. Mungkin karena saya belum pernah melakukan seru
seruan bersama mereka dalam kelas parenting, karenanya saya harus menyesuaikan
diri dengan keadaan ini, hal ini bukan karena diantara ada mantan diantara guru
RA tersebut, atau melihat wajah bening daripadanya. Mereka berharap ada
pengalaman baru dari perjalanan jauh diacara ini.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5LeUE1Sb8hXYcqgOV5egfL5GsW8z01xc_1tncv8eYglQRgjhhc30cJve2tki5CQvArdwHBhCys95Ye13g2ba5oNSsUjfcsDJPR7wWXveP0zRBwGZ7IBIreWNHO5QXqyje8BZTnsNMX4_y/s320/WhatsApp+Image+2018-11-29+at+11.34.40.jpeg)
Bagi saya sangat mudah mengajar pada kelas dewasa daripada kelas balita, dimana
di kelas RA Harus mengutamakan hati dan perasaan, meskipun berbanding terbalik
dengan honor yang mereka terima. Dan saya yakin ada berkah tersendiri dari
keikhlasan dan ketelatenan mereka dalam mempersiapkan anak anak tersebut
sehingga siap untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Karena rizki yang
didapatkan tidak harus melalui secara langsung dari apa yang kita kerjakan,
namun bisa juga dari keluarga.
Sepintas
dikelas Pendidikan Anak Usia Dini, baik Kelompok Bermain maupun Raudlatul
Athfal, mereka hanya bernyanyi dan bermain, namun dari permainan yang dilakukan
secara berkelompok rekan sebaya itulah mereka belajar bersosialisasi dengan
sesama, menggali potensi diri untuk membentuk pribadi mandiri. Permainan yang
nyaman dan aman yang mereka lakukan demi mengembangkan seluruh potensi diri
yang mereka miliki, meskipun hal ini tidak dapat dilakukan tanpa dukungan dari
lingkungan keluarga, namun beberapa jam di RA sangatlah bermakna untuk mewarnai
kepribadiannya.Saya tidak menyebut kegiatan ini sebagai sosialisasi,
bimtek atau sebutan lainnya yang biasa dilakukan oleh para guru, saya lebih
senang menyebutnya dengan kegiatan seru seruan dimana dalam setiap materi yang
diberikan juga mengandung permainan edukatif yang mudah diingat, dimana hal
inilah yang membuat saya seakan mati gaya didepan mereka.
No comments:
Post a Comment