Soal
HOTS siswa Madrasah
Kadang
kebenaran bukan sebuah hasil dari rumus matematika, kebenaran kadang merupakan
hasil sebuah kesepakatan yang telah diakui bersama, dan kadangkala hal ini
menjadikan sebuah polemik bagi yang tidak memahami maksud dan tujuannya. Sebagaimana
perkalian 3 X 4 yang mungkin akan sama dengan 4 X 3, namun dalam hal tertentu
akan mengakibatkan hasil yang berbeda. Karena 3 X4 tidak selalu sama dengan 4 x
3. Masih ingat dalam benak kita beberapa waktu yang lalu ketika seorang netizen
yang memperkarakan permasalaha yang hampir sama dengan masaah dimaksud. Bahkan
perkalian yang meskipun hasilnya sesuai dengan kalkulator tersebut adalah sama,
dapat menimbulkan sebuah kematian jika perkalian dengan angka yang sama dengan
letak yang dipindahkan tersebut, semisal angka 3 X 1 dimana meskipun hasil
menurut kalkulator adalah sama, namun tetap tidak sama dengan perkalian 1 X 3,
sebagaimana contoh dalam resep dokter.
Pendidikan
bukan sekedar menghafal materi pelajaran, atau bagaimana seorang siswa dapat
mengumpulkan sederet nilai yang dituangkan dalam buku hasil pembelajaran, karena
apalah arti sebuah nilai yang tertuang dalam lembaran kertas jika tidak
didukung dengan kemampuan riil diri dari nama yang tertuis dalam lembaran
kertas tersebut, tujuan pendidikan sebagaimana undang undang Sisdiknas adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Tuntutan Kurikulum 2013 (K13) merupakan
keaktifan belajar berpusat pada siswa, dimana guru lebih banyak sebagai
inspirator (pemberi inspirasi), generator (penggerak nalar siswa) dan
membimbing siswa untuk menemukan konsepnya dalam pembelajaran. Dimana didalam
evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar, di adakan evaluasi pembelajaran. Soal yang
dikembangkan pada kurikulum 2013 ini harus soal yang dapat membuat siswa
berpikir kritis sehingga guru harus menyajikan soal yang Higher Order Thinking
Skills (HOTS).Alice Thomas dan Glenda Thorne
mendefinisikan istilah HOTS dalam artikel yang berjudul How to Increase Higher Order Thinking (2009) sebagai cara berpikir pada tingkat yang lebih
tinggi daripada menghafal, atau menceritakan kembali sesuatu yang diceritakan
orang lain. Mungkin lebih tepat sebagaimana urutan kognitif oleh Lorin
Anderson, David Krathohl dkk pada tahun 2001 dimana urutannya adalah mengingat
(remember), Memahami (Understand), Mengaplikasikan (apply), menganalisis
(analyze) dan mencipta (create).
Berfikir kritis bukan sekedar berfikir beda, namun berfikir
plus, dimana lebih banyak memberikan pengembaraan kepada alam fikiran dan
penalaran terhadap sebuah permasalahan dimana dapat ditelaah secara
konprehenship secara terukur sesuai dengan kaidah keilmuannya. Dimana
memberikan banyak ruang terhadap peserta didik untuk mengekploitasi sesuai
kemampuannya tanpa dibatasi dengan satu disiplin ilmu. Bukanlah sesuatu yang
konyol jika membandingkan perkalian 3 X 4 dalam matematika dengan ukuran foto
yang sudah disepakati kebenarannya. Namun itulah realita.
Beberapa saat yang lalu
saya mengantarkan peneliti dari Litbang Kementerian Agama di Semarang yang
meneliti Gerakan Literasi pada Madrasah Aliyah dilingkungan Pondok Pesantren,
dimana diperoleh gambaran bahwa disamping masih melakukan kajian terhadap kitab
kuning atau kitab gundul, pesantren juga melakukan literasi dengan menggunakan
media Internet meski penggunaannya dibatasi. Gerakan Literasi Madrasah adalah
kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui
berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau
berbicara, dimana gerakan ini merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara
menyeluruh untuk menjadikan Madrasah sebagai organisasi pembelajaran yang
warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik, baik melalui
hardbook maupun e-book. Terlenih dikalangan pondok pesantren dimana siswa/
santri tersebut dapaty dikontrol 24 jam, sehingga waktu yang digunakan benar
benar efektif untuk mengasah kemampuan anak, terlebih dengan pendidikan EkstraKulikuler
khas pesantren Yakni Khitobah atau kemampuan berorasi, dimanasetiap siswa
“wajib” dapat tampil didepan umum. Literasi lebih dari sekadar hanya membaca
dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber
pengetahuan secara konprehenship dalam bentuk cetak, visual, digital, dan
auditori. Dimana literasi ini dapat dijabarkan menjadi ; Literasi Dini (Early Literacy), Literasi
Dasar (Basic Literacy), Literasi Perpustakaan (Library Literacy), Literasi
Media (Media Literacy), Literasi Teknologi (Technology Literacy), Literasi
Visual (Visual Literacy).
4C (Communication,
Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and
Innovation). Inilah yang sesungguhnya ingin dituju dalam proses pembelajaran dan
bukan sekadar transfer materi dari guru kepada siswanya. Beberapa pakar
menjelaskan pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan,
khususnya di Abad 21, di mana dunia (terlebih dunia maya) berkembang dengan
sangat cepat dan dinamis. Madrasah dan lembaga pendidikian lainnya tidak akan
dapat melepaskan diri dari perkembangan tehnologi yang menuntut para pembimbing
siswa dan orang tua melek tehnologi dan selalu update informasi. Penguasaan
keterampilan abad 21 sangat penting, persaingan secara global melalui media
internet sulit dihindari dan penguasaan 4C adalah jenis softskill yang pada
implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekadar penguasaan
hardskill. Dan dari sinilah pentingnya penalaran dan pemahaman disamping
sekedar menghafal materi pelajaran.
Penggunaan media pembelajaran dengan IT mutlak dilakukan, dimana
anak anak dalam penggunaan Internet tersebut akan semakin terarah, meski hal
ini pada tingkatan dasar harus dengan pendampingan yang continue baik dari guru
maupun orang tua ketika anak anak berada dirumah. Hal ini sebagai konsekwensi
terhadap kemajuan dan perkembangan zaman yang menuntut untuk mengikuti
perkembangan yang semakin cepat tersebut. Penggunaan media pembelajaran dengan
penggunaan IT tersebut juga sebuah tantangan tersendiri bagi para pengajar
dimana ketika para pendidik ini menuntut ilmu dulu belum ada tehnologi dengan
perkembangan seperti sekarang.
Syafaat
Analis Data dan Informasi pendidik dan tenaga Kependidikan
Kemenag Kab. Banyuwangi
No comments:
Post a Comment