Memburu
Semangat Hijrah
Oleh
: Syafaat
Hampir
tiap awal tahun hijriyah hingga dalam hitungan belasan kali saya dan beberapa
genk Remaja Masjid didesaku mengadakan kegiatan jalan santai dengan berbagai
macam hadiah yang kami dapatkan secara gratis dari toko toko yang ada diwilayah
kami. Meskipun pemilik toko tersebut tidak seagama dengan kami, namun mereka
yakin dan percaya bahwa dengan memberikan sedekah berupa TV, Sepeda dan
beberapa barang dagangan yang ada di tokonya pada awal tahun hijriyah atau suroan tersebut akan mendatangkan banyak
berkah dan penglaris pada tokonya. Meski saya dan kawan kawan tidak pernah
membawa proposal yang ndakik ndakik,
namun mereka percaya bahwa puluhan hadiah tersebut akan kami tasarufkan sesuai
keinginannya. Setiap tahun selalu bertambah hadiah yang kami berikan kepada
anak anak Taman Pendidikan Alquran yang disingkat dengan istilah TPQ atau TPA,
itulah uniknya sebuah singkatan dari Ormas yang berbeda, meskipun
kepanjangannya sama, namun caya menyingkatnya juga berbeda, sehingga kita akan
tahu dari organisasi mana TPQ/TPA tersebut bernaung. Pemberi
hadian tersebut yakin bahwa kami amanah, dan mereka yakin bahwa meskipun
memberikan hadiah kepada yang berbeda keyakinan namun dengan niat baik yang
mereka lakukan disamping menjaga kerukunan antar umat beragama juga akan
mendatangkan banyak berkah. Padahal kalau diruntut bahwa jika Yang dimaksud
dengan Tuhan adalah dzat yang menciptakan Dunia seisinya, mereka juga
beranggapan sama, meski penyebutan dan
cara ibadahnya berbeda.
Terahir
dua tahun yang lalu kami mengadakan kegiatan bersama rekan sekampung kami yang
hoby mberok mberok. Rekan yang dari dulu
aktif di Remaja Masjid yang populer dipanggil Arif Citenx ini mampu mengundang
ribuan orang untuk mendatangi tanah lapang yang biasa kami gunakan sebagai
pusat kegiatan. Penampilannya dengan Gus Makki Zaini yang saat ini dipercaya
sebagai ‘driver’ PC NU Banyuwangi tersebut mampu membawa penonton yang biasanya
menikmati musik dengan jingkrak jingkrak, mereka dengan khusuk mendengarkan tausiyah
sang kiai, meski saya kurang yakin bahwa mereka datang hanya untuk mendengarkan
pengajian, namun setidaknya ada nuansa berbeda dari semangat menyambut tahun
baru hijriyah tersebut. Setidaknya penonton tersebut mendengarkan sedikit
tausiyah sang kiai meski tujuan awalnya mendengarkan bengak bengoke Cah Edan yang menggratiskan dan menyumbangkan hasil
sumbangan sukarela dari penonton mirip pasukan sorban pas pengajian. Begitu juga dengan mualaaf bermata sipit pemilik sound
system yang pada saat biasa menyewakan dengan nilai belasan juta rupiah itu
juga dengan senyum bangganya dapat ikut berpartisipasi dalam memburu makna
hijrah, seperti dirinya yang telah hijrah dan menemukan kedamaian dalam Islam.
Bagi
orang kampung dan ndeso, Tahun baru Hijriyah
yang menurut kalender Jawa bertepatan dengan bulan Suro sangatlah istimewa,
dimana pada bulan tersebut di desa dan kampung diadakan bersih desa, ider bumi
dan istilah lain yang intinya nyaris sama, dimana ada ritual doa bersama meski
dengan cara berbeda beda untuk memulai hal yang baru dengan membuang jauh jauh
sifat sifat sambikolo dan simbol
sifat buruk yang ada didesanya, sedekah bumi, sedekah laut dan mungkin juga
sedekah langit banyak dilakukan pada bulan diawal tahun tersebut, dengan harapan desa dimana para
penduduk bermukim dan menggantungkan hidupnya pada kearifan alam dapat menikmati penghidupan yang lebih baik. Meski
dengan berbagai cara berbeda dilakukan, namun dari berbagai ritual di bulan
Suro atau Muharram tersebut masih juga menggunakan cara cara Islami untuk
berdoa, meski sebagian juga terkombinasi dengan adat yang telah mengakar yang
didapat dari leluhurnya, hal ini sebagai penanda bahwa agama bukan penggerus
sebuah budaya, namun agama hanya mewarnai budaya tersebut sehingga semakna
dengan agama yang dianutnya.
Dulu
di Madrasah nyaris tanpa tarian gandrung yang merupakan tarian khas dari
wilayah ujung timur pulau Jawa ini, namun sekarang hampir disetiap Madrasah ada
penari gandrung yang tidak kalah gemulainya dibandingkan penari diluar
Madrasah. Bedanya meski dengan aksesoris yang sama dengan gandrung yang pernah
ada, namun siswa dan siswi Madrasah menutup seluruh auratnya tanpa meninggalkan
identitas utama sebagai penari gandrung. tarian itu sesuai dengan irama keinginan
penarinya, seperti halnya Laptop ataupun android yang dapat kita isi dengan
kemaksiatan atau pengajian, begitu juga dengan seni dan budaya. Bahkan gandrung
bukan hanya dominasi putri, namun lemah gemulai para pria juga tak kalah
menariknya ketika menarikannya. Saya dan beberapa rekan sempat terkecoh dengan
lemah gemulai gandrung yang dibawakan salah satu team dari Madrasah yang lemah
gemulai. Saya tidak menyangka ketika pada ahir pertunjukan mereka mencopot ompyok dan menunjukkan jatidiri bahwa
mereka adalah laki laki.
Para
pemuka Islam zaman sahabat telah menetapkan hijrahnya nabi sebagai titik awal
dimulainya perhitungan penanggalan yang digunakan, hal ini dapat diartikan agar
umat Islam mempunyai semangat untuk hijrah menuju kebaikan, seperti halnya
kejayaan Islam yang berkembang dengan cepat setelah hijrahnya Nabi dan Para
Sahabat, meski dengaan perjuangan yang tidak ringan karena banyaknya halangan.
Bisa dibayangkan perjalanan mereka dari Makkah ke Madinah diatas permadani
gurun yang saat ini saja dengan kendaraan Bus dengan jalan yang mulus harus
ditempuh dalam waktu 4 jam. Itupun bagi orang Indonesia ketika menjalankan
Ibadah Haji ketika melakukan perjalanan dari makkah ke Madinah banyak yang
kegerahan meski dalam Bus disediakan AC yang semriwing. Para pendahulu rela
berpanas panas meninggalkan kemapanan duniawi untuk melakukan hijrah agar
menemukan tempat yang lebih baik. Para nenek moyang kita juga berlayang dari
tempat yang jauh untuk mengembangkan diri dan keturunan sehingga menjadi banyak
bangsa dan bersuku suku.
Sangat
jarang orang melakukan pesta pernikahan dibulan ini, meski di Pengadilan Agama
orang mendaftar untuk cerai masih harus tetap mengantri hingga Kabupaten paling
ujung timur ini menduduki peringkat terbanyak ketiga secara Nasional dari
jumlah perkara. Terop terop dikampung meski masih ada, namun bukan karena pesta
hajatan, pada umumnya adalah pengajian umum dan santunan bagi anak yatim dalam
rangka peringatan Tahun Baru Hijriyah, meski santunan kepada anak yatim
tersebut tidak dibatasi hanya dibulan Muharram, namun setidaknya diawal tahun
tersebut sebagai penanda bahwa mereka peduli dengan kehidupan anak yatim
tersebut yang harus dibelai rambut dan kepalanya yang bukan hanya bermakna
harfiah belaka, namun juga makna hakiki dari belaian kasih sayang terhadap para
yatim tersebut yang harus dicerdaskan atau diusap isi kepalanya sehingga ketika
dewasa mereka dapat mandiri dan mendapatkan kasih sayang yang tidak jauh bereda
dengan anak anak yang orang tuanya masih lengkap.
Semangat
hijrah bukan sekedar semangat bergantian tahun belaka, namun semangat untuk
menjadi lebih baik dari segala hal, terlebih ditahun politik ini dimana
beberapa bulan lagi adanya pileg dan pilpres secara bersamaan dimana masyarakat
benar benar harus berfikir cerdas untuk memilih calon pemimpin, baik legislatif
mupun eksekutif yang benar benar amanah, karena kebijakan yang mereka lakukan
sangat berdampak terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Istim kenegaraan yang dianut di Indonesia menganut azas demokrasi dimana
kebijakan strategis eksekutif harus dengan persetujuan legislatif. Semoga
semangat hijrah mewarnai peta demokrasi yag akan digelar di Indonesia untuk
memilih para pemimpin yag akan membawa bangsa Indonesai kearah yang lebih baik.
Jika hari ini sama dengan hari kemarin, maka kita termasuk orang yang merugi,
ketika hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, kita termasuk orang yang
celaka. Dan beruntunglah jika kita dapat mewujutkan hari ini menjadi lebih baik
dari hari kemarin.
Penulis
adalah Analis Data dan Informasi PTK Kemenag Kab. Banyuwangi
No comments:
Post a Comment