BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.366, 2018
|
KEMENAG. Peraturan
Menteri
|
Agama
|
tentang
|
Penyelenggaraan Perjalanan
|
Ibadah
|
Umrah.
|
|
Pencabutan.
|
PERATURAN
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2018
TENTANG
PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH
UMRAH
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji serta Pasal 57 ayat (2) huruf f
dan Pasal 71 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah
Umrah;
Mengingat : 1. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3821);
2.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4845)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
www.peraturan.go.id
-2-
|
|
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5061);
3.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
4.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 79
Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5345);
6.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun
2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 8);
7.
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun
2015 tentang Kementerian Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 168);
8.
Peraturan Menteri Agama Nomor 42
Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1495);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH.
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang
dimaksud dengan:
1.
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah
Umrah adalah rangkaian kegiatan perjalanan Ibadah Umrah di luar musim haji yang
meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan Jemaah, yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan/atau penyelenggara perjalanan ibadah umrah.
2.
Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah yang selanjutnya disingkat PPIU adalah biro perjalanan wisata yang telah
mendapat izin dari Menteri untuk menyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah.
3.
Jemaah Umrah yang selanjutnya
disebut Jemaah adalah setiap orang yang beragama Islam dan telah mendaftarkan
diri untuk menunaikan Ibadah Umrah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
4.
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah
yang selanjutnya disingkat BPIU adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh
Jemaah untuk menunaikan perjalanan Ibadah Umrah.
5.
BPIU Referensi adalah biaya
rujukan Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah yang ditetapkan oleh Menteri.
6.
Asosiasi PPIU adalah perkumpulan
yang mengoordinasikan PPIU.
7.
Menteri adalah Menteri Agama
Republik Indonesia.
8.
Direktur Jenderal adalah Direktur
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
9.
Direktorat Jenderal adalah
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
10. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi.
11. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi.
www.peraturan.go.id
-4-
|
|
Pasal
2
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dilaksanakan
berdasarkan
prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, dan syariat.
Pasal
3
Penyelenggaraan
Perjalanan Ibadah Umrah bertujuan memberikan pembinaan, pelayanan, dan
perlindungan kepada Jemaah, sehingga Jemaah dapat menunaikan ibadahnya sesuai
dengan ketentuan syariat.
BAB
II
PENYELENGGARA
PERJALANAN IBADAH UMRAH
Pasal 4
(1) Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan
oleh pemerintah dan/atau PPIU.
(2) Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah oleh pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dilaksanakan oleh
biro perjalanan wisata yang memiliki izin operasional sebagai PPIU.
(2) Untuk memiliki izin operasional sebagai PPIU sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan:
a.
memiliki akta notaris pendirian
perseroan terbatas dan/atau perubahannya sebagai biro perjalanan wisata yang
memiliki salah satu kegiatan usahanya di bidang keagamaan/perjalanan ibadah
yang telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
b.
pemilik saham, komisaris, dan
direksi yang tercantum dalam akta notaris perseroan terbatas
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
merupakan
warga negara Indonesia yang beragama Islam;
c.
pemilik saham, komisaris, dan
direksi tidak pernah atau sedang dikenai sanksi atas pelanggaran
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah;
d.
memiliki kantor pelayanan yang
dibuktikan dengan surat keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah
dan melampirkan bukti kepemilikan atau sewa menyewa paling singkat 4 (empat)
tahun yang dibuktikan dengan pengesahan atau legalisasi dari Notaris;
e.
memiliki tanda daftar usaha
pariwisata;
f.
telah beroperasi paling singkat 2
(dua) tahun sebagai biro perjalanan wisata yang dibuktikan dengan laporan
kegiatan usaha;
g.
memiliki sertifikat usaha jasa
perjalanan wisata dengan kategori biro perjalanan wisata yang masih berlaku;
h.
memiliki kemampuan teknis untuk
menyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah yang meliputi kemampuan sumber daya
manusia, manajemen, serta sarana dan prasarana;
i.
memiliki laporan keuangan
perusahaan 2 (dua) tahun terakhir dan telah diaudit akuntan publik yang
terdaftar di Kementerian Keuangan dengan opini wajar tanpa pengecualian;
j.
melampirkan surat keterangan
fiskal dan fotokopi nomor pokok wajib pajak atas nama perusahaan dan pimpinan
perusahaan;
k.
memiliki surat rekomendasi asli
dari Kantor Wilayah dengan masa berlaku 3 (tiga) bulan; dan
l.
menyerahkan jaminan dalam bentuk
deposito/ bank garansi atas nama biro perjalanan wisata yang diterbitkan oleh
bank syariah dan/atau bank umum nasional yang memiliki layanan syariah dengan
masa berlaku 4 (empat) tahun.
(3)
Izin operasional
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1),
www.peraturan.go.id
-6-
|
|
ditetapkan
dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan dalam bentuk
deposito/bank garansi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.
Pasal 6
(1)
Rekomendasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat
(2) huruf k diberikan setelah dilaksanakan verifikasi terhadap
dokumen persyaratan perizinan dan peninjauan lapangan oleh Kantor Wilayah.
(2)
Peninjauan lapangan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dilakukan bersama-sama dengan kantor kementerian agama
kabupaten/kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan rekomendasi
oleh Kantor Wilayah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.
Pasal 7
(1) PPIU wajib melaporkan perubahan susunan pemilik saham,
direksi, dan komisaris dan/atau tempat/domisili perusahaan kepada Menteri
melalui Direktur Jenderal paling lama 3 (tiga) bulan setelah terjadi perubahan.
(2) Dalam hal terjadi perubahan terhadap direksi dan
tempat/domisili perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
menerbitkan perubahan keputusan izin operasional.
(3) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan kinerja perusahaan.
Pasal 8
(1) PPIU dapat membuka kantor cabang di luar domisili
perusahaan sebagaimana tercantum dalam keputusan tentang penetapan perizinan
PPIU.
(2) Pembukaan kantor cabang PPIU sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib memperoleh pengesahan dari Kepala Kantor Wilayah.
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
(3) Pimpinan PPIU wajib melaporkan pembukaan kantor cabang
PPIU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Direktur Jenderal.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan,
dan pelaporan pembukaan kantor cabang ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal.
BAB
III
BIAYA
PERJALANAN IBADAH UMRAH
Pasal 9
(1) PPIU menetapkan BPIU sesuai dengan fasilitas dan pelayanan
yang diberikan.
(2) BPIU meliputi seluruh komponen biaya yang diperlukan untuk
pelaksanaan Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
(3) PPIU dilarang memungut biaya lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
Pasal 10
(1) Menteri menetapkan BPIU Referensi secara berkala sebagai
pedoman penetapan BPIU.
(2) Dalam hal PPIU menetapkan BPIU di bawah BPIU Referensi,
PPIU wajib melaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal.
(3) Dalam hal PPIU tidak melaporkan secara tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal meminta penjelasan.
BAB
IV
PENDAFTARAN
DAN PEMBATALAN
Pasal 11
(1)
Pendaftaran Jemaah dilakukan
setiap hari.
(2) Pendaftaran Jemaah dilakukan oleh calon jemaah yang
bersangkutan pada PPIU sesuai dengan format
www.peraturan.go.id
-8-
|
|
pendaftaran
dan perjanjian yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3) Isi perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak.
(4) PPIU wajib menjelaskan isi perjanjian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kepada calon jemaah sebelum ditandatangani kedua belah pihak.
(5) PPIU wajib memberangkatkan Jemaah paling lambat 6 (enam)
bulan setelah pendaftaran.
(6) PPIU wajib memberikan informasi mengenai paket umrah
kepada calon jemaah.
(7) PPIU wajib melaporkan Jemaah yang telah terdaftar kepada
Direktorat Jenderal melalui sistem pelaporan elektronik.
(8) PPIU wajib memberikan dokumen perjanjian kepada Jemaah
segera setelah ditandatangani kedua belah pihak.
(9) PPIU hanya menerima pelunasan BPIU paling lama 3 (tiga)
bulan sebelum waktu/tanggal keberangkatan.
(10) Dalam hal Jemaah yang telah terdaftar membatalkan
keberangkatan, PPIU wajib mengembalikan BPIU setelah dikurangi biaya yang telah
dikeluarkan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran Jemaah
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.
Pasal
12
PPIU
dilarang memfasilitasi keberangkatan Jemaah menggunakan BPIU yang berasal dari
dana talangan.
BAB
V
PELAYANAN
Pasal
13
PPIU
wajib memberikan pelayanan:
a.
bimbingan ibadah umrah;
b.
transportasi Jemaah;
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
c.
akomodasi dan konsumsi;
d.
kesehatan Jemaah;
e.
perlindungan Jemaah dan petugas
umrah; dan
f.
administrasi dan dokumentasi
umrah.
Bagian
Kesatu
Bimbingan
Ibadah Umrah
Pasal 14
(1) Bimbingan Jemaah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf
a, diberikan oleh pembimbing ibadah sebelum keberangkatan, dalam perjalanan,
dan selama di Arab Saudi.
(2) Bimbingan Jemaah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi materi bimbingan manasik dan perjalanan umrah.
(3) Bimbingan Jemaah sebelum keberangkatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan paling sedikit 1 (satu) kali pertemuan.
(4) Bimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan
dalam bentuk teori dan praktik.
(5)
Pembimbing ibadah
sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1),
diangkat oleh pimpinan PPIU dan telah melaksanakan ibadah haji/umrah.
(6) PPIU wajib memberikan buku paket atau buku pedoman materi
bimbingan manasik dan perjalanan umrah.
(7) Materi bimbingan manasik dan perjalanan umrah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), berpedoman pada bimbingan manasik dan perjalanan haji
dan umrah yang diterbitkan oleh Kementerian Agama.
Bagian
Kedua
Transportasi
Jemaah
Pasal 15
(1) Pelayanan transportasi Jemaah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf b dilakukan oleh PPIU meliputi
www.peraturan.go.id
-10-
|
|
pelayanan
pemberangkatan ke dan dari Arab Saudi dan selama di Arab Saudi.
(2) Pemberangkatan ke dan dari Arab Saudi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh PPIU sesuai dengan jadwal yang tertera dalam
perjanjian yang telah disepakati dengan calon jemaah.
(3) Jadwal pemberangkatan ke dan dari Arab Saudi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan tiket pesawat ke dan dari Arab Saudi.
(4) Transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
transportasi udara dari Indonesia ke Arab Saudi dan dari Arab Saudi ke
Indonesia, serta transportasi darat atau udara selama di Arab Saudi.
(5) Transportasi udara dari Indonesia ke Arab Saudi dan dari
Arab Saudi ke Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling banyak 1
(satu) kali transit dengan menggunakan penerbangan langsung atau paling banyak
1 (satu) kali transit dengan paling banyak 2 (dua) maskapai penerbangan.
(6) PPIU wajib menyediakan tempat yang layak dan nyaman bagi
Jemaah selama berada di bandara.
(7) PPIU wajib memfasilitasi Jemaah yang mengalami
keterlambatan penerbangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Transportasi darat selama di Arab Saudi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) wajib menggunakan kendaraan yang layak dan nyaman.
(9) Transportasi darat selama di Arab Saudi sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) harus memenuhi standar kelayakan dan kenyamanan:
a.
usia bus paling lama 5 (lima)
tahun;
b.
kapasitas bus paling banyak 50
(lima puluh) seat/bus; dan
c.
memiliki air condition, sabuk pengaman, tombol manual darurat pembuka pintu,
alat pemecah kaca, alat pemadam kebakaran, bagasi yang terletak di bawah, ban
cadangan atau ban anti bocor, kotak
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
pertolongan
pertama pada kecelakaan lengkap dengan obat-obatan, pengeras suara, toilet, dan
kulkas seluruhnya dalam kondisi baik dan berfungsi.
(10) PPIU wajib menyediakan sarana transportasi bagi Jemaah
yang aman, layak, dan nyaman sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
Bagian
Ketiga
Akomodasi
dan Konsumsi
Pasal 16
(1) Pelayanan akomodasi dan konsumsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf c wajib dilakukan oleh PPIU selama Jemaah berada di Arab
Saudi.
(2) Dalam hal Jemaah harus menginap sebelum keberangkatan ke
Arab Saudi, PPIU wajib menyediakan akomodasi.
(3)
Pelayanan akomodasi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1),
wajib dilakukan oleh PPIU dengan menempatkan Jemaah paling jauh 1.000 (seribu)
meter dari Masjidil Haram di Makkah dan di dalam wilayah Markaziyah di Madinah
pada hotel paling rendah bintang 3 (tiga).
(4) Dalam hal Jemaah ditempatkan lebih dari 1.000 (seribu) meter
dari Masjidil Haram di Makkah, PPIU wajib menyediakan transportasi selama 24
(dua puluh empat) jam.
(5) Akomodasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam setiap
kamar diisi paling banyak 4 (empat) orang.
(6)
Pelayanan konsumsi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1),
diberikan oleh PPIU sebelum berangkat, dalam perjalanan, dan selama di Arab
Saudi.
(7) Konsumsi selama di Arab Saudi sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) wajib memenuhi persyaratan:
a.
pelayanan dengan sistem penyajian
secara prasmanan sebanyak 3 (tiga) kali sehari;
b.
beberapa pilihan menu, termasuk
menu Indonesia;
www.peraturan.go.id
-12-
|
|
dan
c.
segala bentuk konsumsi yang
disajikan harus memenuhi standar higienitas dan kesehatan.
(8) Konsumsi sebelum, dalam perjalanan, atau di bandara diberikan
dalam kemasan boks.
Bagian
Keempat
Kesehatan
Jemaah
Pasal 17
(1) PPIU wajib memberikan pembinaan, pelayanan, dan
perlindungan kesehatan bagi Jemaah sebelum pemberangkatan ke dan dari Arab
Saudi dan selama di Arab Saudi.
(2)
Pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit meliputi:
a.
penyediaan petugas kesehatan;
b.
penyediaan obat-obatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.
pemeriksaan kondisi kesehatan awal
Jemaah sebelum keberangkatan;
d.
pengurusan bagi Jemaah yang sakit
selama di perjalanan dan di Arab Saudi;
e.
pengurusan Jemaah yang meninggal
dunia; dan
f.
bimbingan kesehatan Jemaah
diberikan sebelum pemberangkatan ke dan dari Arab Saudi dan selama di Arab
Saudi.
(3) PPIU wajib memastikan Jemaah telah mendapatkan vaksinasi
meningitis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
18
PPIU
bertanggung jawab terhadap perawatan dan pemulangan jemaah yang dirawat inap di
Arab Saudi dan negara transit.
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
Pasal 19
(1)
Setiap Jemaah wajib melakukan
vaksinasi meningitis.
(2)
Vaksinasi meningitis sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), menjadi tanggung jawab Jemaah
secara individu.
Bagian
Kelima
Perlindungan
Jemaah dan Petugas Umrah
Pasal 20
(1) Pelayanan perlindungan Jemaah dan petugas umrah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e wajib dilakukan oleh PPIU,
meliputi:
a.
asuransi jiwa, kesehatan, dan
kecelakaan;
b.
pengurusan dokumen Jemaah yang
hilang selama perjalanan ibadah; dan
c.
pengurusan Jemaah yang terpisah dan/atau
hilang selama dalam perjalanan dan di Arab Saudi.
(2) Besaran pertanggungan asuransi/nilai manfaat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan ketentuan dalam asuransi
perjalanan.
Pasal 21
(1) PPIU wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu) petugas
untuk mendampingi jemaah.
(2) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dirangkap oleh Jemaah.
(3) Dalam hal jemaah berjumlah lebih dari 90 (sembilan puluh)
orang, PPIU wajib menyediakan 1 (satu) orang tenaga kesehatan.
Pasal 22
(1) PPIU wajib menyediakan kartu tanda pengenal yang memuat
paling sedikit nama Jemaah, nomor paspor, nama PPIU, penanggung jawab dan nomor
kontak di Arab Saudi, nama muassasah, nama dan alamat hotel.
(2)
PPIU wajib
mendaftarkan 1 (satu)
orang perwakilan
www.peraturan.go.id
-14-
|
|
resmi
PPIU di Arab Saudi kepada teknis urusan haji pada Konsulat Jenderal Republik
Indonesia di Jeddah.
Bagian
Keenam
Administrasi
dan Dokumentasi Umrah
Pasal
23
Pelayanan
administrasi dan dokumen umrah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf f
meliputi:
a.
pengurusan dokumen perjalanan
umrah dan visa bagi Jemaah;
b.
pengurusan dokumen jemaah sakit,
meninggal, dan ghaib/hilang; dan
c.
pengurusan dokumen lain yang
dianggap perlu.
Pasal 24
(1) Masa tinggal Jemaah di Arab Saudi sesuai dengan masa
berlaku visa.
(2) PPIU wajib memastikan masa tinggal Jemaah di Arab Saudi
sesuai dengan masa berlaku visa.
Pasal
25
PPIU
dilarang menelantarkan jemaah umrah yang mengakibatkan jemaah umrah:
a.
gagal berangkat ke Arab Saudi;
b.
melanggar masa berlaku visa; atau
c.
terancam keamanan dan
keselamatannya.
Pasal 26
(1) PPIU wajib melaporkan Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah
Umrah kepada Direktur Jenderal yang meliputi
rencana
perjalanan umrah, pemberangkatan, pemulangan, dan permasalahan khusus.
(2) Laporan Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem pelaporan
elektronik.
(3)
Laporan rencana
perjalanan umrah sebagaimana
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
dimaksud
pada ayat (1) dilakukan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam
sebelum Jemaah berangkat dari tanah air.
(4) Laporan pemberangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah Jemaah
berangkat dari bandara pemberangkatan International.
(5)
Laporan kepulangan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dilakukan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat)
jam setelah jemaah tiba di tanah air.
BAB
VI
PENYELENGGARA
PERJALANAN IBADAH UMRAH SEBAGAI
PROVIDER
VISA
Pasal 27
(1) PPIU dapat mengajukan permohonan pengesahan kontrak
sebagai syarat menjadi provider visa.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a.
keputusan izin operasional sebagai
PPIU;
b.
kontrak kerja sama dengan
perusahaan pelayanan umrah di Arab Saudi;
c.
sertifikat International Air Transport Association;
d.
bank garansi atas nama PPIU yang
diterbitkan oleh bank syariah dan/atau bank umum nasional yang memiliki layanan
syariah dengan masa berlaku selama 1 (satu) tahun;
e.
laporan keuangan yang telah
diaudit akuntan publik yang terdaftar di Kementerian Keuangan dengan opini
wajar tanpa pengecualian; dan
f.
pernyataan komitmen menaati
ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan surat
pernyataan/pakta integritas.
(3)
Provider visa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wajib:
a.
menaati ketentuan peraturan
perundang-undangan
www.peraturan.go.id
-16-
|
|
yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi;
b.
memastikan pelayanan administrasi
akomodasi, konsumsi, dan transportasi di Arab Saudi;
c.
memastikan pengurusan visa Jemaah
hanya kepada PPIU;
d.
memastikan pengurusan Jemaah yang
meninggal dan/atau mengalami sakit dan dirawat di Arab Saudi dan/atau di negara
transit, dan sampai kembali ke tanah air;
e.
memastikan tiket Jemaah ke dan
dari Arab Saudi; dan
f.
memastikan asuransi perjalanan
Jemaah; dan
g.
melaporkan pengurusan visa kepada
Direktur Jenderal paling lama 10 (sepuluh) hari sejak visa diterbitkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bank garansi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.
Pasal
28
Dalam
hal provider visa tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (3) huruf e yang berakibat Jemaah terlantar, provider visa wajib menanggung seluruh biaya yang timbul sebagai
akibat keterlantaran Jemaah.
BAB
VII
PENANGANAN
PENGADUAN JEMAAH
Pasal
29
Jemaah
dapat mengadukan pelaksanaan Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah kepada
perwakilan pemerintah Republik Indonesia di luar negeri, PPIU, dan/atau
Kementerian Agama.
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
Pasal
30
Untuk menerima
pengaduan sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 29, PPIU wajib:
a.
menyediakan sarana penyampaian
pengaduan Jemaah;
b.
memiliki mekanisme penanganan
pengaduan Jemaah; dan
c.
membuat berita acara penanganan
pengaduan Jemaah.
Pasal
31
Pengaduan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dapat disampaikan kepada Direktorat
Jenderal, Kantor Wilayah, Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
BAB
VIII
PENGAWASAN
DAN PENGENDALIAN
Pasal 32
(1)
Pengawasan dilakukan oleh Direktur
Jenderal.
(2) Dalam melaksanakan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Direktur Jenderal dibantu oleh Kepala Kantor Wilayah, kepala kantor
kementerian agama kabupaten/kota, dan staf teknis haji pada Konsulat Jenderal
Republik Indonesia di Jeddah.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
pengawasan terhadap:
a.
pendaftaran;
b.
pengelolaan keuangan;
c.
rencana perjalanan;
d.
kegiatan operasional pelayanan
Jemaah;
e.
pengurusan dan penggunaan visa;
f.
indikasi penyimpangan dan/atau
kasus tertentu; dan
g.
ketaatan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal Kepala Kantor Wilayah, kepala kantor kementerian
agama kabupaten/kota, dan staf teknis haji
www.peraturan.go.id
-18-
|
|
pada
Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah melakukan pengawasan sendiri,
hasil pengawasan dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
bekerja sama dengan instansi pemerintah/lembaga terkait.
Pasal 33
Pengawasan dilakukan secara:
a.
terprogram dan berkala;
b.
sewaktu-waktu sesuai dengan
kebutuhan; dan/atau
c.
terpadu dengan instansi
pemerintah/lembaga terkait.
Pasal 34
(1) Pengendalian dilakukan oleh Direktur Jenderal terhadap
operasional Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah di tanah air, negara
transit, dan Arab Saudi.
(2) Pengendalian dapat dilakukan dalam bentuk moratorium
perizinan dan/atau dalam bentuk lainnya.
(3) Moratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Pasal 35
(1) Pengawasan dan pengendalian dilakukan berdasarkan standar
pelayanan minimal Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan
pengendalian ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.
BAB
IX
PEMBINAAN
Pasal 36
(1) Pembinaan Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah
dilakukan oleh Direktur Jenderal.
(2)
Dalam melaksanakan pembinaan
sebagaimana dimaksud
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
pada
ayat (1) Direktur Jenderal dibantu oleh Kepala Kantor Wilayah, kepala kantor
kementerian agama kabupaten/kota.
(3) Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal dapat bekerja sama
dengan Asosiasi PPIU dalam melakukan pembinaan terhadap PPIU sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal.
BAB
X
AKREDITASI
Pasal 37
(1)
Setiap PPIU wajib diakreditasi.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh lembaga yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal.
(3)
Akreditasi PPIU dilakukan setiap 3
(tiga) tahun.
Pasal
38
Biro
Perjalanan Wisata yang telah ditetapkan sebagai PPIU dinyatakan memeroleh
akreditasi C.
Pasal 39
(1) Akreditasi dipergunakan sebagai bahan penilaian terhadap
kelayakan dan kualitas pelayanan yang diberikan oleh PPIU.
(2) Kualitas pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan peringkat A (Sangat Baik), B (Baik), C (Cukup), dan D
(Kurang).
(3) Dalam hal peringkat kualitas pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mendapatkan peringkat D (Kurang), izin operasional PPIU
dicabut.
Pasal
40
Ketentuan
lebih lanjut mengenai akreditasi ditetapkan dengan
www.peraturan.go.id
-20-
|
|
Keputusan Direktur Jenderal.
BAB XI
TATA CARA PENGENAAN SANKSI
ADMINISTRATIF
Pasal 41
(1) PPIU yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10 ayat (2), Pasal 11
ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan/atau ayat (9),
Pasal 12, Pasal 14 ayat (3), ayat (5) dan ayat (6), Pasal 15, Pasal 16, Pasal
17, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 26 dikenakan
sanksi peringatan tertulis.
(2) PPIU yang melakukan pengulangan pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi pembekuan izin penyelenggaraan paling
lama 2 (dua) tahun.
(3) PPIU yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 dan Pasal 25 dikenakan sanksi pencabutan izin penyelenggaraan.
(4) Dalam hal PPIU meminjamkan legalitas perizinan umrah
kepada pihak lain untuk menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah, dikenakan
sanksi pencabutan izin penyelenggaraan.
(5) Provider visa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dikenakan sanksi, tidak dapat diberikan
pengesahan kontrak sebagai syarat menjadi provider visa untuk paling lama 2
(dua) kali musim umrah.
(6) Apabila izin operasional sebagai biro perjalanan wisata
dicabut oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pariwisata,
Gubernur, Bupati/Wali Kota, izin penyelenggaraan umrah dicabut.
(7) Dalam hal dikenakan sanksi pembekuan atau pencabutan, PPIU
wajib mengembalikan BPIU kepada Jemaah.
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
Pasal 42
(1) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(1) sampai dengan ayat (6), dilakukan berdasarkan pengaduan masyarakat, hasil
akreditasi, dan/atau hasil pengawasan terhadap PPIU yang disampaikan kepada
Direktur Jenderal.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan
secara tertulis dengan melampirkan identitas diri pelapor dan bukti
pelanggaran.
Pasal 43
(1) Direktur Jenderal melakukan klarifikasi terhadap pelapor,
jemaah, pemilik izin PPIU dan/atau pihak terkait lainnya yang dilaporkan telah
melakukan pelanggaran terhadap Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal diperlukan Direktur Jenderal dapat menugaskan
Kepala Kantor Wilayah untuk melakukan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Hasil klarifikasi oleh Kepala Kantor Wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Direktur Jenderal sebagai dasar
pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang telah dilakukan oleh
PPIU.
Pasal 44
(1) Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal membentuk tim
untuk menelaah hasil klarifikasi.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melakukan
pemanggilan terhadap pelapor, jemaah, PPIU, dan/atau pihak terkait lainnya
untuk melengkapi penelaahan terhadap laporan terjadinya pelanggaran dalam
penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah.
(3) Hasil telaahan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disampaikan kepada Direktur Jenderal sebagai dasar pengenaan sanksi
administratif terhadap pelanggaran
www.peraturan.go.id
-22-
|
|
yang telah dilakukan oleh PPIU.
Pasal 45
(1) Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan sanksi
administrasi terhadap pemegang izin PPIU yang terbukti melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan pemegang
saham, komisaris, dan direksi yang pernah atau sedang mendapat sanksi atas
pelanggaran Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
Pasal
46
Penetapan
sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 disampaikan kepada
pimpinan PPIU dan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah.
Pasal
47
Direktur
Jenderal mengumumkan PPIU yang dikenakan sanksi administratif di media massa.
BAB
XII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 48
(1)
Pada saat Peraturan Menteri ini
mulai berlaku:
a.
PPIU yang telah memiliki izin
operasional sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap
berlaku sampai dilakukan akreditasi;
b.
pelaksanaan akreditasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan sebelum izin operasional berakhir; dan
c.
dalam hal PPIU telah memiliki
persyaratan minimal hasil akreditasi C, diterbitkan Keputusan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Menteri ini.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal belum menunjuk lembaga
akreditasi PPIU, akreditasi dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
(3)
Paling lama
2 (dua) tahun
sejak diundangkannya
www.peraturan.go.id
2018, No.366
|
|
Peraturan
Menteri ini, Direktur Jenderal menunjuk lembaga akreditasi PPIU.
(4) Paling lama 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan
Menteri ini, PPIU wajib memiliki sertifikat usaha jasa perjalanan wisata dengan
kategori biro perjalanan wisata.
(5) Dalam hal PPIU tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), izin operasional sebagai PPIU, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
BAB
XIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
49
Pada
saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Agama Nomor 18
Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 366), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
50
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
www.peraturan.go.id
-24-
|
|
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Maret 2018
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Maret 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
No comments:
Post a Comment