Saat
saya menjalankan Umroh pada kesempatan terahir karena beberapa hari lagi harus
kembali ke tanah air, saya melakukan dengan bertelanjang dada, mungkin
hanya saya yang sendirian melakukan
salah satu dari ritual pelaksanaan umroh tersebut. Mungkin jika saya video dan
saya unggah di jejaring sosial, akan banyak yang pro dan kontra terhadap apa
yang saya lakukan. Padahal dari ribuan jamaah yang melakukan sai tidak ada yang
menghiraukan dengan pakaian maupun bacaan yang dilakukan jamaah lainnya. Dan
bertelanjang data bagi jamaah laki laki masih dalam batas toleransi karena
batas aurat adalah darin pusat sampai lutut.
Saat
melakukan sai, banyak jamaah Indinesia yang secara rombongan membacakan
sholawat haji, maupun Talbiyah secara bersama sama, dilagukan secara khas
dengaan suara keras, ada juga yang membaca dzikir Subhanallah walhamdulillah wala
ilaha illallah hu Allah hu Akbar wala haula wala kuwwata illa billahih aliyin
adzim secara terus menerus, karena dzikir dengan dilagukan itulah yang
mudah dihafal daqn enak didengar selain Sholawat Haji Ra robbi sholli wasallim ala
nabi khoirul anam dzirnal makkah wa ika zamzam muhammad alaihi salam. Maupun
talbiyan. Mereka akan berhenti dan ganti membaca doa Robbigh fir warkham wakfu
watakarrom watajawwaz amma taklam innaka taklamumaa lla taklamu innaka
antallaha a”azzul akram.
Kadangkala mereka tetap membaca dzikir atau sholawat yang dilagukan tersebut
meski sudah berada dibawah lampu hijau. Maklumlah perjalanan sai dengan jarak
tempu Shofa dan Marwah 400 meter akan lebih asyik jika membaca dzikir atau
sholawat yang dilagukan. Terlebih sai dilakukan selepas Thawaf yang jika thawaf
di lantai atas maka dalam satu putaran sekitar 1000 meter, sehingga sekali
thawaf menempuh jarah 7 KM. Hal ini sangat berbeda dengan jamaah luar negeri
yang sebagian besar tidak melagukan dzikir yang mereka ucapkan walau mereka berjamaah dan ada pembimbing Ibadah, bahkan
sebagian besar terlihat diam sambil terus berjalan diantara shofa dan Marwa,
bahkan ada yang hanya berbincang bincang dengan pasangannya.
Saya
juga pernah mendengan orang sai dengan mengucapkan nama KBIH nya sesuai dengan
Imam dari pembimbingnya disela sela dzikir yang diucapkannya, sehingga saya
juga tidak merasa heran ketika ada rombongan jamaah yang melakukan perjalanan
sai dengan melantunkan syiir Ya laa waton karya KH Wahab Hasbullah sebelum Indonesia Merdeka dengan penuh semangat,
mungkin mereka ingin membunuh rasa capek dalam perjalanan sai tersebut., maklumlah bagi jamaah Indonesia bisa melakukan
ibadah haji maupun Umroh adalah sebuah impian yang tidak semua orang yang
memimpikan dapat merealisasikannya, sehingga pada musim haji kemarin ada yang
melakukan umroh sunnah hingga 24 kali. Syiir Ya Laa waton memang bisa memberi
semangat dan mungkin dapat mengurangi sedikit rasa lelah dalam ritual thawaf
dan sai. Bahkan yang membaca Pancasila dengan diikuti oleh jamaah saat berada
dibawah lampu hijau saat sai mungkin juga ingiu mengingatkan jamaahnya tentang
arti pentingnya Pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.walau ditempat yang kurang tepat. Bedanya syiir Ya Laa Waton dan bacaan Pancasila saat sai di video dan di upload di media
sosial, sedangkan dzikir dan sholawat lainnya yang dilagukan tidak di video.
Dalam
buku panduan doa doa selama melaksanakan Sai tidak ada bacaan khusus yang
dilakukan oleh jamaah selain doa saat lari lari kecil dibawah lampu hijau,
sehingga dzikir yang diucapkan jamaah saat sai sangat tergantung terhadap
pembimbing Ibadahnya. Doa diatas bukit Shofa juga tidak dapat dilakukan dengan
tepat karena bukit shofa yang beruga gundukan batu tersebut dipagar dengan
stenless, jamaah hanya bisa berdoa disampingnya yang kadang juga tidaak
dilakukan. Jamaah bisa berada tepat dibukit marwah jika sai dilantai dua,
karena dilantai dua tersebut bukit marwah terlihat diantara lantai cor bangunan
tersebut.
Ritual
sai adalah napak tiolas Siti Hajar yang saat itu sendirian harus merawat anak
semata wayangnya dari suaminya Nabi Ibrahim, dimana Nabi Ismail yang masih
sangat kecil tersebut butuh air untuk sekedar membasahi tenggorokannya. Siti
Hajar adalah sososk Ibu yang sangat tanggung dan pantang menyerah untuk
berjuang demi mempertahankan hidup anak dan dirinya ketika ditinggalkan oleh
suaminya. Perjalanannya dengan sedikit lari lari kecil dari bukit Shofa ke
Bukit marwah adalah hingga tujuh kali meski pada ahirnya zamzam itu didapatkan
anaknya tepat dibawah telapak kakinya, bukan berarti perjuangan Ibu tersebut
sia sia. Hal ini adalah sebiah gambaran bagi kita untuk tetap berjuang dan
berusaha meski kadang yang memperoleh hasil tidak langsung diberikan kepada
kita, mungkin bagi suami yang bekerja, rizki tersebut ada pada istrinya atau
mungkin pada anaknya dalam bentuk yang lain.
Setiap
orang mempunyai alasan tersendiri saat membacakan dzikir, sholawat maupun syiir
atau bahkan diam saja dengan membaca doa didalam hati ketika melakukan
perjalanan sai. Begitu juga dengan saya yang pernah melakukan perjalanan sai
dengan hanya sehelai kain ihrom yang menutupi bagian bawah tubuh yang merupakan
auirat bagi laki laki. Sebenarnya dari tanah air saya membawa tiga helai kain
imrom, sebagai persiapan jika kotor ada sebagai ganti, namun saya hanya membawa
pulang sehelai kain imrom hingga ketanah air, karena satu helai kain imrom
telah saya gunakan untuk menutupi jenazah jamaah yang wafat di mina, sehingga
pada hari hari berikutnya saya hanya mempunyai sepasang kain ihram untuk umroh.
Saya
ingin umroh terahir pada musim haji ini benar benar dapat saya manfaatkan
secara maksimal. Karena saya termasuk orang yang sangat beruntung, dimana
ribuan orang harus antri endaftar dan baru bisa berangkat tujuh hingga belasan
tahun, saya mendapat kepercayan berangkat haji tanpa harus antri, meski dengan
tanggung jawab yang tinggi. Ketika saya melakukan Thawaf, pada putaran ketujuh
saya mendekati dinding kabah dengan harapan dapat mencium hajar aswat selesasi
thawaf. Ssaya harus berdesakan dengan sesama jamaah baik lakilaki maupun
perempuann dari berbagai negara untuk mencapainya, kadangkala saya harus
melindungi jamaah perempuan yang terlihat putus ada diantara himpitan jamaah
tersebut. Saya tidak tahu bagaimana hukumnya berdesakan laki laki dan perempuan
dalam memperebutkan tempat untuk dapatnya mencium hajar aswad tersebut. Padahal
dalam desakan tersebut tidak ada sekat sama sekali, saya berhasil memegang
haraj aswat ketika ada seorang perempuan yang sepertinya harus keluar dari
rerumunan jamaah melalui atas, mirip penyanyi luar negeri yang sedang melakukan
atraksi panggung dan dibopong ramai ramai penontonnya diatas kepala. Perempuan itu
jatuh tepat didepanku hingga tanganku yang berhasil menyentuh hajar aswad
terlepas yang mengakibatkan saya harus mundur beberapa langkah dan tidak dapat
maju lagi. Saat itulah saya tidak tahu kemana kain ihram bagian atas saya
lepas. Saya mengurungkan niat mencium hajar aswad dan melanjutkasn sai meski
hanya dengan sehelai kainIhram karena saya takut kain ihram saya yang Cuma
tersisa sehelai ini juga akan lepas.
No comments:
Post a Comment