Selamat Datang Pada BLOG SYAFA'AT semoga bermanfaat
Home » » Sholat Jum’at di Masjidil Haram

Sholat Jum’at di Masjidil Haram

Sholat Jum’at di Masjidil Haram

S
aya dari Misfalah, menjenguk jamaah Haji yang dulu juga ikut dalam kloterku, namun harus tertunda keberangkatannya karena diabetes akut, sehingga harus tertunda keberangkatannya hingga diikutkan kloter gelombang dua,. Meskipun sekarang bukan lagi anggotaku, namun ikatan emosional itu masih ada, terlebih kopor miliknya juga ikut terbawa kloterku dari Madinah Hingga Makkah. Meskipun jamaah ini dan isterinya ikut gelombang dua, dimana langsung menuju Makkah yang pada ahirnya memilih pulang cepat tanpa harus melakukan Arbain ( Sholat Jamaah 40 kali waktu Sholat ) di Masjid Nabawi, namun Kopor Mereka mencatat sejarah  saya bawa selama 8 hari di Madinah. Jamaah inipun terkesan hanya menggugurkan kewajibannya saja dalam melaksanakan Ibadah Haji, karena sesampainya di Makkah langsung di rawat di RSAS untuk menjalani perawatan dan terpaksa diamputasi ketiga jari kakinya karena diabetes. Sementara sang Istri harus menemaninya selama perawatan sehingga juga harus pulang cepat mengikuti suaminya.
Kesempatan diwilayah Misfalah juga saya manfaatkan adik saya yang kebetulan berangkat Haji melalui Negara Jepang. Terlebih jamaah yang menjadi tanggunganku tidak ada permasalahan yang perlu penanganan secara khusus Adik perempuan imut dan belum menikah yang sedang menempuh study strata dua melalui beasiswa ini mendaftarkan haji dari sisa uang beasiswanya. Tidak seperti di Indonesia, di Jepang umat Muslim dapat mendaftarkan Haji dan bertangkat langsung tanpa menunggu antrian. Itupun dalam satu kloter campuran dengan negara Korea dan Taiwan.
Dari Misfalah yang berada di Barat Masjidil haram untuk sampai kembali ke wilayah Roudloh yang berada di timur Masjidil haram, harus naik Bus dan berhenti di terminal Masjidil haram. Meskipun belum begitu siang, namun sudah banyak jamaah yang menuju Masjid, karena hari jumat seluruh kendaraan akan berhenti pada Pukul 10 pagi, sehingga jamaah memanfaatkan pagi itu untuk bergegas menuju Masjid agar dapat tempat dalam Masjid, atau sekurang kurangnya ditempat yang teduh. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya jika harus sholat Jumat dihalaman luar Masjid tanpa atap ataupun di terminah, dengan suhu udara diatas 40 derajat, terlebih biasanya bus bus yang parkir tidak dimatikan mesinnya karena menghidupkan AC dalam Bus.
Saya lupa kalau ini adalah hari jum’at. Saya tidak membawa Headseet yang saya dapatkan dalam pembagian gratis di Masjid Madinah. Saya hanya membawa smarttphone dan Powerbank, alat komunikasi tersebut wajib selalu on bagi petugas, dan dilengkapi dengan beberapa aplikasi wajib. Sehingga dengan mudah memperoleh informasi. Saya selalu menandai lokasi dalam google maps pada tempat tempat penting dan membagikannya kepada jamaah melalui group WA, hal ini untuk memudahkan jamaah dalam mencari lokasi, kecuali tidak ada sinyal atau paketan habis, maka penandaan lokasi tersebut tak berarti. Terlebih beberapa jamaah tidak memahami pemakaian smartphone dalam penyelenggaraan perjalanan haji selain untuk menghubungi sanak saudara dan selfie selfie. Bahkan ketika mendapat pembagian headseet secara percuma jiuga tidak mengerti fungsi dan kegunaannya selain mendengarkan musik dari piranti canggih sarana komunikasi tersebut. Bahkan ketika ada jamaah yang tersesat saya minta lokasinya dalam google maps yang dapat dikirim melalaui Whataap pun mereka tidak dapat melakukannya.
Saya berbegas mengambil wudlu dengan buang air kecil sebelumnya, meskipun belum begitu terasa buang air kecil, namun saya berusaha untuk buang air kecil, karena jika sudah sampai kedalam masjid dalam waktu yang relatif lama, akan terasa sulit jika harus keluar ke kamar kecil untuk selanjutnya kembali kedalam masjid. Bagi Jamaah Haji Indonesia, sorban dan kacamata hitam seakan menjadi sebuah kewajiban untuk dipakai saat menuju Masjid, hal ini tidak dapat diterapkan ditanah air. Dimana kita akan terlihat aneh ketika memakai sorban dan berkacamata hitam saat ke Masjid. Berbeda dengan di Saudi Arabia dengan cuara yang begitu panas sangat perlu untuk mengurangi dampak p-anas tersebut dengan memakai kacamata hitam. Sorban sorban tersebut kadang berfungsi sebagai sajadah, kadangpula berfungsi sebagai penutup wajah jika lupa membawa masker saat udara panas menerpa. Beberapa jamaah perempuan memakai cadar dengan alasan terlihat lebih baguis daripada memakai masker.
Saya mendapat tempat dilantai dua di Masjidil Haram sehingga saya dapat dengan jelas memandang ka’bah. Kebetulan sholat Jumat belum dimulai, sehingga relatif masih longgar. Beberapa jamaah masih melakukan Thawaf sambil menunggu adzan pertanda dimulainya Sholat jum’at. Sementara dibelakang tempat sai juga masih banyak yang melalukan sai yang akan berhenti ketika adzan dikumandangkan. Kebetulan disamping saya jamaah asal Indnesia, sehingga ketika khutbah jumat dimulai jamaah tersebut memberikan satu headseet miliknya sehingga saya juga bisa mendengarkan terjemahan khutbah  di Masjidil haram melalui smartphonenya. Kami  dapat mendengarkan secara langsung khutbah jumat sekaligus terjemahannya, bahkan doa pada khutbah keduapun juga diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
Saya juga pernah melaksanakan Sholat ditengah tengah pelaksanaan Thawaf, kebetulan saat ini saya kebagian Thawaf dilantai empat yang sekali putaran sekitar 1.000 meter, maka wajar ketika belum usai melaksanakan Thawaf tersebut waktunya sholat, dimana saya haris berhenti sejenak untuk ikut sholat berjamaah. Sehingga saat adzan dikumendangkan kita juga harus siap siap menata tempat untuk sholat dimana kita sedang melaksanakan Thawaf. Bagi jamaah perempuan yang sedang thawaf juiga harus mencari tempat dibagian belakang ketika hendak sholat jamaah ditengah kegiatan thawaf, dan akan melanjutkan thawaf setelah sholat usai. Ada cerita unik dari jamaah saya yang sedang thawaf disaat adzan dan sholat, dimana karena ketidak mengertiannya tentang pelaksanaan thawat bersamaan dengan waktu shalat, maka jamaah tersebut tidak megikuti sholat jamaah dan hanay berdiri saja menunggu sholat jamaah usai, karena mereka takut jika ikut sholat jamaah maka thawafnya batal.
Pulang kehotel selesai jumatan adalah saat paling rawan dalam kendaraan, hal ini dikarenakan hampir seluruh jamaah secara bersama sama keluar dari masjid yang mengakibatkan menumpuknya ribuah jamaah diterminal. Saya selalu menghimbau kepada jamaah saya agar saat pulang jumatan menunggu satu sampai dua jam agar tidak terlalu lama berada di terrminal. Dan seperti yang saya lakukan, banyak jamaah yang membawa buah buahan yang disiapkan PPIH bagian konsumsi saat dihotel untuk dibawa ke Masjid, sehingga meskipun agak lambat ketika keluar dari Masjid, maka perut tidak sampai kosong.  



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

No comments:

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2013. Blog Syafa'at - Semua Hak Dilindungi
Template Modify by Blogger Tutorial
Proudly powered by Blogger