PERATURAN MENTERI
AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG WALI HAKIM
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa keabsahan suatu pernikahan menurut agama Islam ditentukan antara lain
oleh adanya wali nikah. Karena itu apabila wali nasab tidak ada, atau maqfud
(tidak diketahui dimana keberadaannya) atau berhalangan atau tidak memenuhi
syarat atau adhal (menolak), maka wali nikahnya adalah wali hakim;
b. bahwa berhubung Peraturan Menteri Agama
Nomor 2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim, dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dewasa ini, maka perlu dicabut;
c. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas
perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Wali Hakim;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk (Lembaran Negara Tahun 1946 Nomor 98,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 694);
2.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undangundang Republik
Indonesia tanggal 21 Nopember 1946 Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan
Nikah, Talak, Rujuk di seluruh Daerah Luar Jawa dan Madura (Lembaran Negara
Tahun 1954 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 694)
3.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);
4.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Tahun
1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400)
5.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
6.
Undang-Undang Nomor18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Tahun
2001 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4134);
7. Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 19745 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3205);
8. Keputusan
Presiden Nomor 11 Tahun 2002 tentang Mahkamah Syari’ah dan Mahkamah Syari’ah
Provinsi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam;
9. Keputusan
Presiden Nomor 49 Tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan,
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Departemen Agama yang telah diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 2002;
10. Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
11. Peraturan Presiden Nomor Nomor 10 Tahun
2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara sebagaimana
telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2005;
12. Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Luar Negeri Nomor 589 Tahun 1999 dan Nomor
182/OT/X/99/01 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perkawinan warga Negara
Indonesia di Luar Negeri.
13. Keputusan
Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.
14. Keputusan
Menteri Agama Nomor 517 Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan
Agama Kecamatan;
15. Keputusan
Menteri Agama Nomor 373 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor wilayah
Departemen Agama Provinsi dan Kntor Departemen Agama Kabupaten/Kota,
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 480 Tahun 2003;
16. Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/62/M/PAN/6/2005 tentang Jabatan
Fngsional Penghulu dan Angka Kreditnya;
17. Keputusan
Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 tentang Pencatatan Nikah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG WALI HAKIM BAB
I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Wali Nasab, adalah pria beragama Islam yang
mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai wanita dari pihak ayah menurut
hukum Islam.
2. Wali
Hakim, adalah Kepala Kantor Urusan Agama Kecaatan yang ditunjuk oleh Menteri
Agama untuk bertindak sebagai wali nikah bagi calon mempelai wanita yang tidak
mempunyai wali.
3. Penghulu,
adalah Pegawai Negeri Sipil sebagai Pegawai Pencatat Nikah yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Menteri Agama atau pejabat
yang ditunjuk sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan
pengawasan nikah/rujuk menurut agama Islam dan kegiatan kepenghuluan.
BAB II
PENETAPAN WALI HAKIM
Pasal 2
1. Bagi calon
mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeri/di
luar wilayah teritorial Indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau
wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adhal,
maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim.
2. Khusus
untuk menyatakan adhalnya wali sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini
ditetapkan dengan keputusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang mewilayahi
tempat tinggal calon mempelai wanita.
BAB III
PENUNJUKAN DAN
KEDUDUKAN
Pasal 3
1. Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan (KUA) dalam wilayah kecamatan yang bersangkutan
ditunjuk menjadi wali hakim untuk menikahkan mempelai wanita sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan ini.
2. Apabila
Kepala KUA Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan atau tidak
ada, maka Kepala Seksi yang membidangi tugas Urusan Agama Islam atas nama
Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota diberi kuasa untuk atas nama
Menteri Agama menunjuk salah satu Penghulu pada kecamatan tersebut atau
terdekat untuk sementara menjadi wali hakim dalam wilayahnya. 3. Bagi daerah
terpencil atau sulit dijangkau oleh transportasi, maka Kepala Seksi yang
membidangi tugas Urusan Agama Islam atas nama Kepala Departemen Agama menunjuk
pembantu penghulu pada kecamatan tersebut untuk sementara menjadi wali hakim
dalam wilayahnya.
Pasal 4 1.
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji diberi
wewenang untuk atas nama Menteri Agama menunjuk pegawai yang cakap dan ahli
serta memenuhi syarat menjadi wali kahim pada Perwakilan Republik Indonesia di
luar negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan ini. 2. Penunjukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilasanakan atas dasar usul Perwakilan
Republik Indonesia di negara tersebut.
BAB IV AKAD NIKAH
Pasal 5
1. Sebelum
akad nikah dilangsungkan wali hakim meminta kembali kepada wali nasabnya untuk
menikahkan calon mempelai wanita, sekalipun sudah ada penetapan Pengadilan
Agama tentang adhalnya wali.
2. Apabila
wali nasabnya tetap adhal, maka akad nikah dilangsungkan dengan wali hakim
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 6
1. Hal-hal
yang belum diatur dalam Peratuan ini akan diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.
2. Dengan
berlakunya Peraturan ini, maka ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengtur tentang wali hakim sejauh telah diatur dalam Peraturan ini dinyatakan
tidak berlaku.
3. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Desember 2005
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
MUHAMMAD M. BASYUNI
No comments:
Post a Comment