Jakarta - RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan ( RUU HMPA) yang masuk dalam Prolegnas DPR RI tahun 2010-2014, memuat berbagai aturan soal pernikahan. Aturan itu antara lain pelarangan nikah siri dan poligami yang memuat ketentuan pidana bagi pelanggarnya. Belakangan ini mengemuka dan menuai kontroversi. Surahman Hidayat, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, sekaligus sebagai Ketua BKSAP DPR RI, Selasa 4 Juni 2013, di sela-sela sebagai Pembicara dalam Acara Seminar Nasional, yang bertema: Kontroversi Perancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama, yang disenggarakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memberikan pandangan, bahwa RUU HMPA ini masih perlu disinkronisasi baik secara vertikal untuk memastikan keselarasan dengan Pancasila dan UUD 1945, dan perlu sinkronisasi secara horizontal untuk memastikan keselarasan dengan UU yang lain. Surahman menjelaskan, harus dikritisi pula bahwa penempatan dalam kategori pidana kejahatan atau pelanggaran, misalnya membedakan posisi nikah siri dengan talak siri, yang pertama dikategorikan pelanggaran sedang, sedangkan yang kedua sebagai kejahatan. Tetapi anehnya sama-sama diancam dengan sanksi pidana yang sama persis, yaitu sebanyak-banyaknya denda Rp. 6.000.000 (enam juta rupiah) atau kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan. "Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah sikap RUU yang tidak proporsional terhadap pelaku perzinaan yang berakibat kehamilan dan pelakunya tidak mau menikahi, diancam hukuman penjara maksimum 3 (tiga) bulan, sedangkan pelaku nikah mut’ah diancam hukuman penjara maksimum 3 (tiga) tahun," katanya. Masih ada kevakuman sanksi bagi pelaku perzinaan yang tidak mengakibatkan kehamilan, apakah dengan perkosaan atau tanpa perkosaan. Apabila RUU HMPA merupakan positivisasi dari fiqih normative mengenai hukum-hukum perkawinan perkawinan terkait, maka tuntutan amanah ilmiah dan syar’iah adalah menurunkan semua hukum fiqih normative terkait ke dalam RUU sebagai draft hukum positif. Tidak ada yang di tinggalkan atau yang di positivasi berbeda dari normatifnya. Sanksi pidana pelanggaran dalam RUU yang merupakan positivisasi Ta’zir terlalu kaku dan baku, alternatifnya berupa denda dan kurungan, supaya tujuan sanksi Ta’zir terhampiri, perlu penambahan alternatif Ta’zir dengan merujuk kepada fiqih. Misalnya di tambah varian sanksi teguran tertulis yang dimediakan. "Hakim di pengadilan akan memilih alternatif mana yang dipertimbangkan lebih memberi efek jera kepada pelaku dan dampak sosial yang positif bagi masyarakat. Dalam konteks ini pula soal proposionalitas besaran denda dengan maksimum sanksi kurungan perlu ditimbang kembali," jelas Surahman(Tribun/5/6/13)
Home »
Warta Berita
» RUU Perkawinan Atur Nikah Siri dan Zina Bisa Dipidanakan
RUU Perkawinan Atur Nikah Siri dan Zina Bisa Dipidanakan
Jakarta - RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan ( RUU HMPA) yang masuk dalam Prolegnas DPR RI tahun 2010-2014, memuat berbagai aturan soal pernikahan. Aturan itu antara lain pelarangan nikah siri dan poligami yang memuat ketentuan pidana bagi pelanggarnya. Belakangan ini mengemuka dan menuai kontroversi. Surahman Hidayat, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, sekaligus sebagai Ketua BKSAP DPR RI, Selasa 4 Juni 2013, di sela-sela sebagai Pembicara dalam Acara Seminar Nasional, yang bertema: Kontroversi Perancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama, yang disenggarakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memberikan pandangan, bahwa RUU HMPA ini masih perlu disinkronisasi baik secara vertikal untuk memastikan keselarasan dengan Pancasila dan UUD 1945, dan perlu sinkronisasi secara horizontal untuk memastikan keselarasan dengan UU yang lain. Surahman menjelaskan, harus dikritisi pula bahwa penempatan dalam kategori pidana kejahatan atau pelanggaran, misalnya membedakan posisi nikah siri dengan talak siri, yang pertama dikategorikan pelanggaran sedang, sedangkan yang kedua sebagai kejahatan. Tetapi anehnya sama-sama diancam dengan sanksi pidana yang sama persis, yaitu sebanyak-banyaknya denda Rp. 6.000.000 (enam juta rupiah) atau kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan. "Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah sikap RUU yang tidak proporsional terhadap pelaku perzinaan yang berakibat kehamilan dan pelakunya tidak mau menikahi, diancam hukuman penjara maksimum 3 (tiga) bulan, sedangkan pelaku nikah mut’ah diancam hukuman penjara maksimum 3 (tiga) tahun," katanya. Masih ada kevakuman sanksi bagi pelaku perzinaan yang tidak mengakibatkan kehamilan, apakah dengan perkosaan atau tanpa perkosaan. Apabila RUU HMPA merupakan positivisasi dari fiqih normative mengenai hukum-hukum perkawinan perkawinan terkait, maka tuntutan amanah ilmiah dan syar’iah adalah menurunkan semua hukum fiqih normative terkait ke dalam RUU sebagai draft hukum positif. Tidak ada yang di tinggalkan atau yang di positivasi berbeda dari normatifnya. Sanksi pidana pelanggaran dalam RUU yang merupakan positivisasi Ta’zir terlalu kaku dan baku, alternatifnya berupa denda dan kurungan, supaya tujuan sanksi Ta’zir terhampiri, perlu penambahan alternatif Ta’zir dengan merujuk kepada fiqih. Misalnya di tambah varian sanksi teguran tertulis yang dimediakan. "Hakim di pengadilan akan memilih alternatif mana yang dipertimbangkan lebih memberi efek jera kepada pelaku dan dampak sosial yang positif bagi masyarakat. Dalam konteks ini pula soal proposionalitas besaran denda dengan maksimum sanksi kurungan perlu ditimbang kembali," jelas Surahman(Tribun/5/6/13)
Artikel terkait yang mungkin anda cari :
Festifal Hadrah Kuntulan Desa Sumberberas Tahun 2015Rangkaian acara dalam rangka peringatan hari Ulang Tahun ke 70 Desa Sumberberas tahun 2015 pada hari Minggu tanggal 23 Agustus 2015 diadakan lomba membaca Kitab Al Barjanji (MTB) bagi santri Taman Pe ... readmore
Diseminasi Bimbingan dan konselinbg Kemenag Kab. Banyuwangi Tahapan dalam Bimbingan dan konseling perlu dipahami para konselor, dalam hal ini adalah Guru Bimbingan dan konseling pada Madrasah. Hal ini disampaikan Evi Winingsih,S,Pd.M.Pd saat menya ... readmore
TNI AD Umumkan Kasus LP Sleman, Polda DIY Segera Berkoordinasi Jakarta - Teka-teki siapa pelaku penyerang LP Cebongan yang menewaskan 4 tahanan, kini sudah jelas. Tim Investigasi Mabes TNI menyatakan, oknum Kopassus adalah pelakunya. ... readmore
Sosialisasi BOP untuk RA Kabupaten Banyuwangi Bertempat di aula MI Nurul Ath-har Dusun Kebonsari Desa Benculuk Kecamatan Cluring, diadakan sosialisasi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) untuk Raudlatul Ath-fal, jumat (15 Pebruari 2019). Ha ... readmore
Sosialisasi Si-EKA Guru Pada MTsN di Banyuwangi Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Slamet membuka kegiatan Sosialisasi Sistim Informasi Elektonik Kinerja Kementerian Agama (Si-EKA) bagi Guru dan tenaga administrasi pada Madras ... readmore
Sosialisasi BOP untuk RA Kabupaten Banyuwangi Bertempat di aula MI Nurul Ath-har Dusun Kebonsari Desa Benculuk Kecamatan Cluring, diadakan sosialisasi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) untuk Raudlatul Ath-fal, jumat (15 Pebruari 2019). Hal i ... readmore
Anugerah Inspirator Penggerak Literasi untuk Kankemenag Kab. Banyuwangi.Banyuwangi (Warta Blambangan) Terselenggaranya launching 77 Penulis dengan 130 judul buku tidak lepas dari peran Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Dr Moh Amak Burhanudin, karenanya ... readmore
Monitoring Pemberian TTD Pada Madrasah Bersama dengan lembaga Swadaya Masyarakat Nutrition International, Fasilitator pendamping Kabupaten Banyuwangi untuk pencegahan anemia bagi remaja di se4kolah melaksanakan monitoring terhadap penggu ... readmore
Perangkat Desa Sumberberas Belajar Menyanyi Dalam rangka persiapan karaoke Tembang Kenangan dalam rangka memeriahkan Hari Ulang Tahun ke 70 Kecamatan Muncar. Panitia tingkat Kecamatan Muncar akan mengadakan Lomba Karaoke Tembang Kenangan ya ... readmore
BANYUWANGI TEMPOE DOELOE ... readmore
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website
No comments:
Post a Comment