PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG
WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAYANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keaga-maan
yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan
efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memaju-kan kesejahteraan umum;
b. bahwa wakaf merupakan perbuatan
hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang
pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu membentuk Undang-Undang
tentang Wakaf.
Mengingat : Pasal 5 ayat
(1), Pasal 20, Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG
WAKAF
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
2.
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda
miliknya.
3.
Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang
diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta
benda miliknya.
4.
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf
dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5.
Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki
daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi
menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif .
6.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya
disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk
membuat akta ikrar wakaf.
7.
Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen
untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.
8.
Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.
9.
Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di
bidang agama.
BAB II
DASAR-DASAR WAKAF
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut
syariah.
Pasal 3
Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf
Pasal 4
Wakaf bertujuan memanfaatkan
harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.
Pasal 5
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan
ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Bagian Ketiga
Unsur Wakaf
Pasal 6
Wakaf
dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
a. Wakif;
b. Nazhir;
c. Harta
Benda Wakaf;
d. Ikrar
Wakaf;
e. peruntukan
harta benda wakaf;
f.
jangka waktu wakaf.
Bagian Keempat
Wakif
Pasal 7
Wakif meliputi:
a. perseorangan;
b. organisasi;
c. badan
hukum.
Pasal 8
(1)
Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan:
a.
dewasa;
b.
berakal sehat;
c.
tidak terhalang melakukan perbuatan
hukum; dan
d.
pemilik sah harta benda wakaf.
(2)
Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf b hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk
mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar
organisasi yang bersangkutan.
(3)
Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf c hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan
hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Nazhir
Pasal 9
Nazhir
meliputi:
a.
perseorangan;
b.
organisasi; atau
c. badan hukum.
Pasal 10
(1)
Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
dewasa;
d.
amanah;
e.
mampu secara jasmani dan rohani; dan
f.
tidak terhalang melakukan perbuatan
hukum.
(2)
Organisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila
memenuhi persyaratan:
a. pengurus
organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. organisasi
yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan
Islam.
(3)
Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. pengurus badan hukum yang
bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1); dan
b. badan hukum Indonesia yang
dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. badan hukum yang bersangkutan bergerak di
bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Pasal 11
Nazhir
mempunyai tugas:
a. melakukan
pengadministrasian harta benda wakaf;
b. mengelola
dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan
peruntukannya;
c. mengawasi
dan melindungi harta benda wakaf;
d. melaporkan
pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih
atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi
10% (sepuluh persen).
Pasal 13
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh
pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 14
(1)
Dalam rangka pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13, Nazhir harus terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf
Indonesia.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan
Pasal 14 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keenam
Harta Benda Wakaf
Pasal 15
Harta benda
wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara
sah.
Pasal 16
(1)
Harta benda wakaf terdiri dari:
a.
benda tidak bergerak; dan
b.
benda bergerak.
(2)
Benda tidak bergerak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a.
hak atas tanah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar;
b.
bangunan atau bagian bangunan yang
berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.
tanaman dan benda lain yang berkaitan
dengan tanah;
d.
hak milik atas satuan rumah susun sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e.
benda tidak bergerak lain sesuai dengan
ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis
karena dikonsumsi, meliputi:
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual;
f.
hak sewa; dan
g. benda
bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf
Pasal 17
(1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada
Nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
(2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar
wakaf oleh PPAIW.
Pasal 18
Dalam
hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat
hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum,
Wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.
Pasal 19
Untuk dapat
melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau bukti
kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.
Pasal 20
Saksi dalam
ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan:
a.
dewasa;
b.
beragama Islam;
c.
berakal sehat;
d.
tidak terhalang melakukan perbuatan
hukum.
Pasal 21
(1) Ikrar
wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
(2) Akta
ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama dan identitas Wakif;
b. nama dan identitas Nazhir;
c. data
dan keterangan harta benda wakaf;
d.
peruntukan harta benda wakaf;
e. jangka waktu wakaf.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf
Pasal 22
Dalam rangka
mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan
bagi:
a.
sarana dan kegiatan ibadah;
b.
sarana dan kegiatan pendidikan serta
kesehatan;
c.
bantuan kepada fakir miskin, anak
terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d.
kemajuan dan peningkatan ekonomi umat;
dan/atau
e.
kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang
tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1)
Penetapan peruntukan harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.
(2)
Dalam hal Wakif tidak menetapkan
peruntukan harta benda wakaf, Nazhir dapat menetapkan peruntukan harta benda
wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
Bagian Kesembilan
Wakaf dengan Wasiat
Pasal 24
Wakaf dengan
wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan apabila
disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 25
Harta benda
wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari
jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan persetujuan seluruh ahli waris.
Pasal 26
(1)
Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh
penerima wasiat setelah pewasiat yang bersangkutan meninggal dunia.
(2)
Penerima wasiat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertindak sebagai kuasa wakif.
(3)
Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan tata cara perwakafan yang
diatur dalam undang-undang ini.
Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak
dilaksanakan oleh penerima wasiat, atas permintaan pihak yang berkepentingan,
pengadilan dapat memerintahkan penerima wasiat yang bersangkutan untuk
melaksanakan wasiat.
Bagian Kesepuluh
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif dapat
mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang
ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
(1) Wakaf
benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilaksanakan
oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan
secara tertulis.
(2)
Wakaf benda bergerak berupa uang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf
uang.
(3)
Sertifikat wakaf uang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga
keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda
wakaf.
Pasal 30
Lembaga
keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang
kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya
Sertifikat Wakaf Uang.
Pasal 31
Ketentuan lebih
lanjut mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA
BENDA WAKAF
Pasal 32
PPAIW
atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang
berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf
ditandatangani.
Pasal 33
Dalam pendaftaran harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan :
a. salinan
akta ikrar wakaf;
b. surat-surat
dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
Pasal 34
Instansi
yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 35
Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.
Pasal
36
Dalam hal harta
benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW
mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas
harta
benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal
37
Menteri dan Badan
Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal
38
Menteri dan Badan Wakaf
Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta benda wakaf yang telah terdaftar.
Pasal
39
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara
pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA
WAKAF
Pasal 40
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :
a.
dijadikan jaminan;
b.
disita;
c.
dihibahkan;
d.
dijual;
e.
diwariskan;
f.
ditukar; atau
g. dialihkan
dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Pasal 41
(1)
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah
diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata
ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan tidak bertentangan dengan syariah.
(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis
dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya
karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar
dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan
harta benda wakaf semula.
(4) Ketentuan mengenai perubahan status harta
benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan
peruntukannya.
Pasal 43
(1) Pengelolaan
dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
(2)
Pengelolaan dan pengembangan harta
benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif.
(3)
Dalam hal Pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin,
maka digunakan lembaga penjamin syariah.
Pasal 44
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali
atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.
(2)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat
dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.
Pasal 45
(1) Dalam
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain
apabila Nazhir yang bersangkutan :
a.
meninggal dunia bagi Nazhir
perseorangan;
b.
bubar atau dibubarkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi
atau Nazhir badan hukum;
c.
atas permintaan sendiri;
d.
tidak melaksanakan tugasnya sebagai
Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e.
dijatuhi hukuman pidana oleh
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia .
(3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir,
dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang
ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
Pasal 46
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
VI
BADAN
WAKAF INDONESIA
Bagian
Pertama
Kedudukan
dan Tugas
Pasal
47
(1)
Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan
nasional, dibentuk Badan Wakaf Indonesia.
(2)
Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen
dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal
48
Badan Wakaf
Indonesia berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat
membentuk perwakilan di provinsi dan/ atau kabupaten/kota sesuai dengan
kebutuhan.
Pasal 49
(1) Badan Wakaf
Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:
a.
melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola
dan mengembangkan harta benda wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional;
c. memberikan persetujuan dan/atau
izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;
d. memberhentikan dan mengganti
Nazhir;
e. memberikan
persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. memberikan saran dan
pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
(2)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Badan Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah
baik Pusat maupun daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan
internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu.
Pasal
50
Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf Indonesia memperhatikan
saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.
Bagian
Kedua
Organisasi
Pasal 51
(1)
Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana
dan Dewan Pertimbangan.
(2)
Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan unsur pelaksana tugas Badan Wakaf Indonesia.
(3)
Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia.
Pasal
52
(1)
Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, masing-masing dipimpin oleh 1
(satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh
para anggota.
(2)
Susunan keanggotaan masing-masing Badan Pelaksana
dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh para anggota.
Bagian Ketiga
Anggota
Pasal 53
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua
puluh) orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur
masyarakat.
Pasal 54
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Wakaf
Indonesia, setiap calon anggota harus memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
dewasa;
d.
amanah;
e.
mampu secara jasmani dan rohani;
f.
tidak terhalang melakukan perbuatan hukum;
g.
memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman
di bidang perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah; dan
h.
mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan
perwakafan nasional.
(2)
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ketentuan mengenai persyaratan lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf
Indonesia ditetapkan oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 55
(1)
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
(2)
Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di
daerah diangkat dan diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengangkatan dan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan peraturan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 56
Keanggotaan
Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 57
(1)
Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh Menteri.
(2)
Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf
Indonesia kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf
Indonesia.
(3)
Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon
keanggotaan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
oleh Badan Wakaf Indonesia, yang pelaksanaannya terbuka untuk umum.
Pasal
58
Keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan diatur oleh
Badan Wakaf Indonesia.
Bagian
Kelima
Pembiayaan
Pasal
59
Dalam rangka pelaksanaan
tugas Badan Wakaf Indonesia, Pemerintah wajib membantu biaya operasional.
Bagian
Keenam
Ketentuan
Pelaksanaan
Pasal
60
Ketentuan lebih
lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan tata cara
pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf
Indonesia diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian
Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal
61
(1)
Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf
Indonesia dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit
independen dan disampaikan kepada Menteri.
(2)
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diumumkan kepada masyarakat.
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 62
(1) Penyelesaian
sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil,
sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 63
(1) Menteri
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf untuk
mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf;
(2) Khusus
mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri mengikutsertakan
Badan Wakaf Indonesia;
(3) Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.
Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Menteri dan Badan Wakaf
Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan organisasi masyarakat, para ahli,
badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu.
Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat
menggunakan akuntan publik.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pembinaan dan
pengawasan oleh Menteri dan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI
ADMINISTRATIF
Bagian Pertama
Ketentuan Pidana
Pasal 67
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan,
menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak
lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah
peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(3)
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau
mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 68
(1) Menteri
dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya
harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
penghentian sementara atau
pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah;
c.
penghentian sementara dari jabatan
atau penghentian dari jabatan PPAIW.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
(1)
Dengan berlakunya undang-undang
ini, wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebelum diundangkannya undang-undang ini, dinyatakan sah sebagai
wakaf menurut undang-undang ini.
(2) Wakaf
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama
5 (lima) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
Pasal 70
Semua peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan undang-undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2004
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA ,
ttd.
DR. H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2004
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA ,
ttd.
PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2004 NOMOR 159
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
A T A S
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41
TAHUN 2004
TENTANG
WAKAF
I. UMUM
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk
mencapai tujuan tersebut, perlu menggali
dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki
manfaat ekonomis.
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan
kesejahteraan umum, perlu meningkatkan
peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan
berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang
berpotensi, antara lain, untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu
dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai
kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau
beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu,
tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang
peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi
demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan
wakaf.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi
kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk
Undang-Uundang tentang Wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan
berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam
undang-undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru
antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf
guna melindungi harta benda wakaf, Undang-undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan
dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang
pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan.
Undang-undang ini tidak memisahkan antara wakaf-ahli yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf
terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf-khairi yang dimaksudkan
untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara
umum cenderung terbatas pada
wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan,
menurut undang-undang ini Wakif dapat pula mewakafkan sebagian
kekayaannya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud
atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak
kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya.
Dalam hal benda bergerak berupa uang, Wakif dapat
mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah.
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah
badan hukum Indonesia
yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan
syariah.
Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang
melalui Lembaga Keuangan Syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk
mewakafkan uang miliknya.
3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk
kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan
kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta
benda wakaf. Hal itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki
wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai
dengan prinsip manajemen dan ekonomi Syariah.
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan
pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan
profesional Nazhir.
5. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang
dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut
merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang
melakukan pembinaan terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan
atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran
dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang
perwakafan.
II. PASAL DEMI
PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Yang
dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah
perseorangan warga negara Indonesia atau warga negara asing, organisasi
Indonesia atau organisasi asing dan/atau badan hukum Indonesia atau badan hukum
asing.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Yang
dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah
perseorangan warga negara Indonesia, organisasi Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Dalam
rangka pendaftaran Nazhir, Menteri harus proaktif untuk mendaftar para Nazhir yang
sudah ada dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
huruf a
Cukup jelas
huruf b
Cukup jelas
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Cukup jelas
huruf e
Cukup jelas
huruf f
Cukup jelas
huruf g
Yang dimaksud benda
bergerak lain sesuai dengan syariah dan peraturan yang berlaku, antara lain
mushaf, buku, dan kitab.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Penyerahan
surat-surat atau dokumen kepemilikan atas harta benda wakaf oleh Wakif atau
kuasanya kepada PPAIW dimaksudkan agar diperoleh kepastian keberadaan harta
benda wakaf dan kebenaran adanya hak Wakif atas harta benda wakaf dimaksud.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Yang dimaksud dengan
pengadilan adalah pengadilan agama.
Yang dimaksud dengan
pihak yang berkepentingan antara lain para ahli waris, saksi, dan pihak
penerima peruntukan wakaf.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan
Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang
keuangan syariah.
Pasal 29
Ayat (1)
Pernyataan
kehendak Wakif secara tertulis tersebut dilakukan kepada Lembaga Keuangan
Syariah dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Instansi yang
berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang
berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang
terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi yang
berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered
goods) adalah Badan Wakaf Indonesia .
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Instansi yang
berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang
berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang
terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi yang
berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered
goods) adalah Badan Wakaf Indonesia .
Yang dimaksud dengan
bukti pendaftaran harta benda wakaf adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh
instansi Pemerintah yang berwenang yang menyatakan harta benda wakaf telah
terdaftar dan tercatat pada negara dengan status sebagai harta benda wakaf.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Instansi yang
berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang
berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang
terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi yang
berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered
goods) adalah Badan Wakaf Indonesia .
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Yang dimaksud dengan mengumumkan
harta benda wakaf adalah dengan memasukan data tentang harta benda wakaf dalam
register umum. Dengan dimasukannya data tentang harta benda wakaf dalam register
umum, maka terpenuhi asas publisitas dari wakaf sehingga masyarakat dapat
mengakses data tersebut.
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengelolaan
dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif antara lain
dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan,
perdaga-ngan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi,
pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkan-toran,
sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak
bertentangan dengan syariah.
Yang dimaksud
dengan lembaga penjamin syariah adalah badan hukum yang menyelenggarakan
kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha yang dapat dilakukan antara lain
melalui skim asuransi syariah atau skim lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Pembentukan
perwakilan Badan Wakaf Indonesia
di daerah dilakukan setelah Badan Wakaf Indonesia berkonsultasi dengan
pemerintah daerah setempat.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh para pihak
yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka
sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan
arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut
dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syar’iyah.
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4459
No comments:
Post a Comment