Sebagaimana
judul buku yang ditulis James Marcus Bach, ada beberapa anak (termasuk James Marcus
Bach) yang sudah tidak nyaman untuk mengembangkan pendidikannya, dengan
berbagai alasan mereka memilih untuk
keluar dari sekolah untuk mengikuti perkembangan pendidikan dan
pemikirannya diluar bangku sekolah, mereka sekolah
tanpa ijazah, kuliah tanpa gelar sarjana, dan tidak sedikit orang yang sukses
dengan memilih meninggalkan bangku sekolah/kuliah untuk mengembangkan diri,
baik dengan wirausaha atau bergabung dengan perusahaan lainnya, meskipun
misalnya mereka meneruskan untuk sekolah/kuliah, tidak terkendala dengan biaya.
Masalah
pentingnya pendidikan kembali mengemuka dengan diangkatnya seorang perempuan
yang hanya memiliki ijazah SMP, karena hal ini akan dianggap sebagai salah satu
motivasi bagi anak anak untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. “untuk apa sekolah tinggi tinggi, toh lulusan SMP bisa jadi
menteri”. Toh orang bertato juga bisa jadi pejabat. Bisa menjadi pimpinan bagi orang
orang yang pendidikanya tinggi.
Di beberapa sosial
media banyak yang membandingkan antara lulusan SMP dan tidak berjilbab dengan
lulusan perguruan tinggi yang mengenakan jilbab dalam memangku jabatan yang
seakan akan membandingkan bahwa akan lebih baik perempuan tanpa jilbab atau
mengumbar sedikit aurat tetapi mau berusaha dan belum pernah melakukan korupsi
daripada perempuan yang ber jilbab tetapi terbukti korupsi.
Keberhasilan
seseorang tidak akan terlepas dari pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya,
seseorang yang menekuni satu bidang ilmu dan atau usaha akan lebih ahli
dibidangnya daripada orang yang menguasai banyak ilmu dan atau usaha.
Pendidikan bukan hanya dapat dilakukan dibangku sekolah yang harus mengikuti
kurikulum yang sudah ditentukan yang pada tingkat dasar dan menengah umum, hampir
semua Ilmu Pengetahuna harus dikuasai oleh siswa, namun proses belajar dapat
dilakukan diluar lembaga pendidikan resmi, sehingga seseorang akan bebas untuk
memilih ilmu yang dipelajarinya tanpa harus terpaku pada kurikulum yang yang
telah ditetapkan lembaga penddikan tersebut.
Keahlian
seseorang bukan sekedar dilihat dari
ijazah yang dimilikinya, tetapi lebih pada kemampuan individu itu sendiri. Pendidikan
yang dilakukan diluar sekolah tidak dapat dinafikan sebagai salah satu
pengalaman seseorang dalam mengembangkan potensi diri yang tidak dapat
diabaikan karena yang bersangkutan tidak dapat menunjukkan selembar kertas
pengakuan dari Ilmu Pengetahuan yang dimilikinya.
Tidak semua
orang yang berpendidikan tinggi dan dapat mengumpulkan deretan angka angka
bagus dalam lembar pengakuan kemampuan akademik yang dapat eksis dan berhasil
dalam pekerjaan, dan tidak sedikit orang yang yang memilih jalan pendidikan
dengan berguru pada pengalaman diluar sekolah yang berhasil dalam pekerjaan.terlebih
di beberapa kasus, begitu mudahnya untuk mendapatkan ijazah dan sertifikat.
Bagi yang
mempunyai tekad dan kemampuan, tidak ada salahnya mengembangkan potensi diri
diluar lembaga pendidikan resmi untuk berselancar
mencari pengetahuan dan pengalaman tanpa harus dikekang dengan kurikurum dan
mendapatkan nilai standart dari semua materi yang diajarkan yang menurut James
Marcus Bach seperti bajak laut yang
bebas berlayar. Namun bagi yang tidak mempunyai tekad dimaksud, pendidikan dan
ijazah adalah sebuah keniscayaan.
Perempuan dengan
pendidikan tinggi, yang tiap hari meneganakan Jilbab yang kemudian terbukti
korupsi juga tidak dapat dijadikan barometer bahwa korupsi dilakukan oleh orang
orang yang mengenakan jilbab, sedangkan orang yang tidak mengenakan jilbab
tidak akan korupsi, karena tingkat pemahaman tata cara berpakaian tidak
berbanding dengan perilaku korupsi. Bahkan saat ini ada kecenderungan pemakaian
Jilbab bukan penutup aurat sebagaimana tuntunan agama, Kini di ruang publik
semakin kerap terlihat wanita mengenakan jilbab. Dengan beragamnya interpretasi
atas teks keagamaan ditambah dengan kondisi religiusitas yang juga
berbeda-beda, gaya busana dengan jilbab pun tidak seragam, yang oleh beberapa
orang, gaya pakaian jilbab yang tidak sesuai tuntunan Agama disebut dengan Jilboobs. Istilah `Jilboobs` terbentuk
dari kata `Jilbab` dan `Boobs` yang berarti `Payudara`. Istilah ini merujuk
pada gaya busana berjilbab yang pakaiannya mengekspos bagian sensitif
pemakainya.
Suksesnya
perempuan bertato yang berpakaian agak minim yang mendapat amanah jabatan bukan
berarti harus ditiru gaya penampilan dan pakaiannya, karena sangat penampilan
dan pakaian tersebut erat kaitannya dengan mental dan karakter masing masing
individu, sebab budaya kita masih menganggap bahwa pakaian minin dan bertato
sering diidentikkan dengan perempuan nakal, dan kalau hal ini dijadikan mode
oleh orang yang kurang tepat, tidak menutup kemungkinan ada anggapan yang salah
terhadap orang baik baik yang menggunakan tato.
Saya juga sempat
terbengong ketika bertemu dengan seorang perempuan yang bekerja di Bank, saya
bertanya dulu kuliah dimana. Saya piker dia lulusan akutansi atau jurusan
keuangan lainnya, dan ternyata dia adalah ulusa Kebidanan, dan saya melanjutkan
pertanyaan saya, karena sangat penasaran denga pendidikan dan pekerjaan yang
menurut saya tidak begitu nyambung. Mungkin pendidikan LTA nya berhubungan
dengan bidang keuangan, dan saya agak terkejut ketita perempuan ini menjawab
bahwa sebelum di Kebidanan, yang bersangkutan adalah lulusan SMK Tata Busana.
Keterpakuan
seseorang terhadap deretan nilai yang ada diijazah sering menjebak seseorang
untuk sekolah hanya mengejar nilai bagus dalam ijazahnya, yang kadangkala
menafikan kegiatan lain yang sebenarnya sangat menunjang dalam keberhasilan
seseorang dalam berkarier. Dan jebakan ini pernah menimpa seseorang yang telah
lulus Magister dengan nilai yang memuaskan dari perguruan tinggi ternama yang
mengajukan bunuh diri karena gagal dalam menjalani hidup sebagai tindakan yang
legal.
Berita tentang kecurangan Unas yang dilakukan
secara terkoordinir beberapa waktu yang lalu kembali menimpa dunia pendidikan
kita. Dan yang lebih mengenaskan lagi bahwa pernah ada pelaku yang mengungkap adanya
nyontek berjamaah yang dilakukan
tersebut malah dipersalahkan oleh masyarakat, diharuskan meminta maaf oleh
masyarakat dan dianggap mencemarkan nama baik sekolah, bahkan diusir dari
tempat tingalnya. Nampaknya masyarakat dan pihak sekolah lebih mementingkan
kelulusan siswa daripada kwalitas siswa itu sendiri, sehingga sering
menggunakan cara cara curang untuk sekedar meluluskan siswa. Sepertinya guru
adalah pihak yang paling disalahkan jika siswanya tidak lulus, dan tidak jarang
seorang guru mengunakan segala upaya meskipun curang untuk dapatnya siswanya
bisa lulus.
Meskipun siswa
yang tidak lulus dalam ujian dapat mengikuti ujian pada tahun berikutnya, atau
dapat mengikuti Ujian Kejar Paket, namun masyarakat tidak puas dengan upaya
tersebut, sebab siswa yang tidak lulus dalam ujian dianggap sebagai siswa yang
gagal, begitu juga dengan ujian Kejar paket, dimana ijazah kejar paket yang
semestinya setara dengan ijazah sekolah regular tersebut dianggap ijazah kelas
dua, hal ini tidak lepas dari penyelenggaraan kejar paket tersebut dimana
banyak penyelenggara kejar paket yang tidak menyelenggarakan pendidikan
sebagaimana mestinya, dan hanya melalukan ujian akhir yang pengawasannya sangat
longgar terhadap siswa.
Pandangan bahwa
sekolah yang baik adalah sekolah dimana siswanya dapat lulus seratus persen
dalam Ujian serta nilai ujiannya tinggi, sehingga sekolah yang pada tahun
tersebut siswanya mendapatkan nilai tinggi menjadi jujugan wali murid untuk mensekolahkan anaknya. Sekolah sekolah
dengan fasilitas pendidikan yang bagus akan kebanjiran siswa, sehingga dapat
menyaring siswa dengan input nilai yang tinggi, dan bagi anak dengan nilai
rendah terpaksa harus sekolah di sekolah
pinggiran, dengan fasilitas seadanya, atau dengan guru yang digaji rendah
yang pendidikannya tidak liniar dengan
materi yang diajarkannya.
No comments:
Post a Comment