BUPATI BANYUWANGI
PERATURAN DAERAH
KABUPATEN BANYUWANGI
NOMOR 6 TAHUN 2010
TENTANG
PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN
MEKANISME PENYUSUNAN
PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA
DAN
KEPUTUSAN KEPALA DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
BUPATI BANYUWANGI,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan di desa, diperlukan adanya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa;
b.
bahwa peraturan perundang-undangan pada tingkat desa harus disusun
dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dan teknik penyusunan peraturan
perundang- undangan, sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan
bagi masyarakat;
c.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 62 Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dengan menuangkan dalam
Peraturan Daerah.
Mengingat : 1.
Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun
1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2753);
2. Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
2
3.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4844);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4587);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan
Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan
Peraturan Perundang-undangan;
8.
Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 3 Tahun 2009
tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Banyuwangi
(Lembaran Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010 Nomor 1/E).
Dengan persetujuan
bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BANYUWANGI
dan
BUPATI BANYUWANGI
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME
PENYUSUNAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA
3
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.
Kabupaten
adalah Kabupaten Banyuwangi.
2.
Pemerintah
Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
3.
Bupati
adalah Bupati Banyuwangi.
4.
Pemerintahan
Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
5.
Kecamatan
adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten
6.
Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7.
Pemerintahan
Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8.
Pemerintah
Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan desa.
9.
Badan
Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang
merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai
unsur penyelengaraan Pemerintahan Desa.
10.
Lembaga
Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat.
11.
Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Desa yang selanjutnya disingkat LPMD adalah wadah yang
dibentuk atas prakarsa masyarakat sebagai mitra Pemerintah Desa dalam menampung
dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat di bidang pembangunan;
12.
Tokoh
masyarakat adalah tokoh adat, tokoh agama, tokoh wanita, tokoh pemuda dan
pemuka-pemuka masyarakat lainnya;
13.
Peraturan
Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala
Desa.
14.
Peraturan
Kepala Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa
yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi.
4
15.
Keputusan
Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat
menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala
Desa.
16.
Penyebarluasan
adalah kegiatan untuk menginformasikan materi Peraturan Desa kepada masyarakat
melalui sosialisasi, papan pengumuman, pamflet, leaflet, dan lain-lain.
BAB II
ASAS PEMBENTUKAN
Pasal 2
1.
Dalam membentuk Peraturan Desa harus berdasarkan pada asas
pembentukan Peraturan perundang-undangan yang baik meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ
pembentuk yang tepat;
c.
kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan
kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
2. Materi muatan peraturan perundang-undangan pada tingkat desa mengandung
asas:
- pengayoman;
- kemanusiaan;
- kebangsaan;
- kekeluargaan;
- kenusantaraan;
- bhineka tunggal ika;
- keadilan;
- kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
- ketertiban dan kepastian hukum; dan
- keseimbangan, keserasian dan keselarasan.
Pasal 3
Jenis peraturan perundang-undangan pada tingkat desa meliputi :
a.
Peraturan Desa; dan
b.
Peraturan Kepala Desa;
c.
Keputusan Kepala Desa;
5
Bab III
Materi Muatan
Pasal 4
1.
Materi muatan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada pasal 3
huruf a adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih
lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
2.
Materi muatan Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada pasal
3 huruf b adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa yang bersifat
pengaturan.
3.
Materi muatan Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada pasal
3 huruf c adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala
Desa yang bersifat penetapan.
Pasal 5
Materi muatan Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
BAB IV
PERENCANAAN PENYUSUNAN
Pasal 6
1. Rancangan Peraturan Desa disusun oleh Kepala Desa atau atas inisiatif BPD.
2. Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Desa, Kepala Desa dibantu oleh
Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya dengan memperhatikan kepentingan dan
aspirasi masyarakat desa setempat.
3. Sebelum Rancangan Peraturan Desa disusun, Kepala Desa mengadakan Rapat Desa
dengan tokoh masyarakat dan Pengurus Lembaga Kemasyarakatan dalam rangka
menampung aspirasi dan kepentingan masyarakat desa setempat.
4. Rancangan Peraturan Desa yang menyangkut Pembangunan desa, disusun oleh
Kepala Desa bersama dengan LPMD.
Pasal 7
Rancangan
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa disusun oleh Sekretaris Desa
bersama dengan Perangkat Desa lainnya.
6
BAB V
PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN
Bagian Kesatu
Pembahasan
Paragraf 1
Peraturan Desa
Pasal 8
1. Rancangan Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada BPD dalam
suatu forum Rapat Pleno BPD untuk mendapatkan persetujuan.
2. Dalam hal rancangan Peraturan Desa yang disampaikan oleh Kepala Desa
memiliki kesamaan materi dengan Rancangan Peraturan Desa yang disampaikan oleh BPD,
maka yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Desa yang disampaikan oleh BPD,
sedangkan rancangan Peraturan Desa yang disampaikan oleh Kepala Desa sebagai
bahan untuk dipersandingkan.
3. BPD menyelenggarakan rapat-rapat dalam rangka membahas Rancangan Peraturan
Desa yang dihadiri oleh:
- sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota BPD;
- Kepala Desa dan perangkat desa;
- Pengurus Lembaga Kemasyarakatan dan tokoh masyarakat sebagai peninjau yang jumlah dan kehadirannya bersifat tidak mengikat.
4. Dalam hal jumlah anggota BPD yang hadir kurang dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, Pimpinan BPD
menunda pelaksanaan rapat.
5. Penundaan pelaksanaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga)
hari.
6. Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) teryata Belum
terpenuhi, maka rapat tetap dapat dilaksanakan dan keputusan yang diambil
dinyatakan sah.
Pasal 9
1. Pengambilan keputusan dalam rapat pembahasan Rancangan Peraturan Desa,
dilaksanakan secara musyawarah untuk mufakat.
2. Apabila musyawarah tidak mencapai mufakat sebagaimana ketentuan ayat (1),
pengambilan keputusan dilaksanakan melalui pemungutan suara.
3. Keputusan dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit 50 %
(limapuluh perseratus) ditambah 1 dari anggota BPD yang hadir.
4. Hasil keputusan rapat dituangkan dalam Berita Acara Rapat sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Desa, yang memuat:
- materi Peraturan Desa yang dibahas;
- unsur dan jumlah peserta rapat;
7
- pokok-pokok pembicaraan anggota BPD;
- kesimpulan hasil rapat.
Pasal 10
1. Rancangan Peraturan Desa yang merupakan inisiatif BPD disampaikan oleh
Ketua BPD kepada Pemerintah Desa dalam suatu forum Rapat Pleno dilakukan
pembahasan BPD untuk mendapatkan persetujuan.
2. Tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4) serta Pasal 9.
3. Untuk keperluan pembahasan Rancangan Peraturan Desa yang merupakan
inisiatif BPD, Pemerintah Desa dapat menyelenggarakan Musyawarah Desa dalam
rangka menampung aspirasi dan mendengarkan pendapat masyarakat.
Pasal 11
1. Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Pemerintah Desa, dapat ditarik
kembali sebelum dibahas bersama BPD.
2. Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari BPD, dapat ditarik kembali
sebelum dibahas bersama Kepala Desa.
Paragraf 2
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa
Pasal 12
1. Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dibahas oleh Kepala Desa
dengan Perangkat Desa.
2. Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa sebelum ditetapkan harus dikonsultasikan kepada Pimpinan BPD dan
Camat.
Bagian Kedua
Pengesahan dan Pengundangan
Pasal 13
1. Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama oleh Kepala Desa dan
BPD disampaikan oleh Pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Desa.
2. Penyampaian Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan bersama.
3. Kecuali Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa, Pungutan Desa dan Penataan Ruang, dalam jangka waktu paling lama 30
(tigapuluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut, wajib
ditetapkan oleh Kepala Desa.
8
Pasal 14
1. Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
Pungutan Desa dan Penataan Ruang yang telah disetujui bersama BPD, sebelum
ditetapkan oleh Kepala Desa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak
diterimanya Rancangan Peraturan Desa dimaksud, disampaikan oleh Kepala Desa
kepada Camat untuk dievaluasi.
2. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan Camat kepada
Kepala Desa paling lama 20 (duapuluh) hari sejak Rancangan Peraturan Desa
tersebut diterima.
3. Apabila Camat belum memberikan hasil evaluasi dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan
Peraturan Desa tersebut menjadi Peraturan Desa.
Pasal 15
1. Peraturan Desa wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaannya.
2. Peraturan Desa sejak ditetapkan dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Desa
tersebut.
3. Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh berlaku
surut.
Pasal 16
1. Peraturan Desa dimuat dalam Berita Daerah.
2. Pemuatan Peraturan Desa dalam Berita Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Sekretaris Daerah.
Pasal 17
Peraturan
Desa wajib disampaikan kepada Bupati melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan
pengawasan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditetapkan.
BAB VI
TEKNIK PENYUSUNAN
Pasal 18
Teknik
Penyusunan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Daerah ini tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
9
BAB VII
PENYEBARLUASAN
Pasal 19
Peraturan
Desa dan Peraturan Kepala Desa wajib disebarluaskan kepada masyarakat oleh
Pemerintah Desa.
BAB VIII
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 20
1. Masyarakat berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa.
2. Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis
kepada Kepala Desa dan/atau Ketua BPD sesuai dengan tahapan pembahasannya.
3. Kepala Desa dan/atau Ketua BPD dapat menerima atau menolak masukan dari
masyarakat berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
1. Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa menjadi dasar dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa.
2. Peraturan Desa dilaksanakan oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa.
3. Peraturan Desa yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah
Desa bersama dengan LPMD.
Pasal 22
1. Pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Desa dilakukan oleh BPD.
2. Bupati membatalkan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang muatan materinya
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 23
Seluruh kegiatan terhadap penyusunan produk hukum
desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa.
10
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Pada
saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten
Banyuwangi Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Peraturan Desa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 25
Semua
Keputusan Kepala Desa yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Peraturan
Daerah ini berlaku, dianggap masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Daerah ini.
Pasal 26
Peraturan
Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banyuwangi.
Ditetapkan
di Banyuwangi
Pada
tanggal 10 Nopember 2010
BUPATI BANYUWANGI,
H. ABDULLAH AZWAR ANAS
Diundangkan
di Banyuwangi
Pada
tanggal 14 April 2011
Sekretaris
Daerah Kabupaten Banyuwangi
Drs. Ec. H. SUKANDI, M.M.
Pembina
Utama Madya
NIP.
19560225 198212 1 002
LEMBARAN
DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2011 NOMOR 2/E
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
NOMOR 6 TAHUN 2010
T E N T A N G
PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN
MEKANISME PENYUSUNAN
PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA
DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA
I. PENJELASAN UMUM
Sebagai
pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Pemerintan Nomor 72 Tahun 2005, tentang
Desa, bahwa Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 66
dipandang perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah .
Sebagai tindak
lanjut ketentuan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa maka perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan
Desa.
Peraturan Daerah
ini disusun dalam rangka menciptakan tertib pembentukan peraturan perundang-undangan
dan memberikan pedoman bagi pemerintah desa dalam menyusun dan menetapkan
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa
Untuk membentuk
peraturan perundang-undangan yang baik, diperlukan berbagai persyaratan yang
berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan maupun
pemberlakuannya. Dalam pembuatan Peraturan Desa harus mencerminkan kepada
kepentingan masyarakat desa dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum, serta Peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud
dengan "kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
huruf b
Yang dimaksud
dengan asas "kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat" adalah
bahwa setiap jenis Peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan perundang-undangan yang berwenang.
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
huruf c
Yang dimaksud
dengan asas "kesesuaian antara jenis dan materi muatan" adalah bahwa
dalam Pembentukan Peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan perundang-undangannya.
2
huruf d
Yang dimaksud
dengan asas "dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan
tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
huruf e
Yang dimaksud
dengan asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap
Peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
huruf f
Yang dimaksud
dengan asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan,
sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
huruf g
Yang dimaksud
dengan asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan
pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
masya-rakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan
dalam proses pembuatan Peraturan perundang-undangan.
ayat (2)
huruf a
Yang dimaksud
dengan "asas pengayoman" adalah bahwa setiap Materi Muatan PeraturanPerundang-undangan
harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat.
huruf b
Yang dimaksud
dengan "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak
asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
huruf c
Yang dimaksud
dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan PeraturanPerundang-undangan
harus men-cerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik
(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
huruf d
Yang dimaksud
dengan "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
huruf e
Yang dimaksud
dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di
daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
3
huruf f
Yang dimaksud
dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama,
suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut
masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
huruf g
Yang dimaksud
dengan "asas keadilan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa
kecuali.
huruf h
Yang dimaksud
dengan "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan" adalah
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi
hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,
agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
huruf i
Yang dimaksud
dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
huruf j
Yang dimaksud
dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan
masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Pasal 3 s/d Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1) s/d (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Apabila
pelaksanaan rapat berikutnya tetap tidak memenuhi quorum, maka rapat
dilaksanakan dengan meminta persetujuan yang hadir.
Ayat (7)
Cukup Jelas
Pasal 9 s/d 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Hak masyarakat
dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan tata tertib Badan
Permusyawaratan Desa (BPD).
Ayat (2) dan (3)
Cukup Jelas
Pasal 21 s/d 26
Cukup Jelas
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
NOMOR : 6 Tahun 2010
TANGGAL : 10 Nopember 2010
TEKNIK
PENYUSUNAN PERATURAN DESA,
PERATURAN KEPALA DESA, DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA
PERATURAN KEPALA DESA, DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA
UMUM
Sesuai dengan prinsip
desentralisasi dan otonomi daerah, Desa atau sebutan lain diberi kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal
usul dan adat istiadat setempat yang diakui. Dalam rangka pengaturan
kepentingan masyarakat, Badan Permusyawaratan Desa bersama Pemerintah Desa
menyusun Peraturan Desa dan Kepala Desa menyusun peraturan pelaksanaannya,
yaitu Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa
dan Keputusan Kepala Desa harus disusun secara benar sesuai dengan
kaidah-kaidah hukum dan teknik penyusunannya. Untuk itu perlu adanya pedoman
penyusunan dan standarisasi bentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa.
TEKNIK PENYUSUNAN
Kerangka struktur Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa terdiri dari :
A.
Penamaan/Judul;
B.
Pembukaan;
C.
Batang
Tubuh;
D.
Penutup;
dan
E.
Lampiran
(bila diperlukan).
Uraian dari masing-masing substansi
kerangka Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa,
sebagai berikut :
A.
Penamaan / Judul
1. Setiap Peraturan Desa, Peraturan
Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa mempunyai penamaan/judul.
2. Penamaan/judul Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa memuat keterangan mengenai
jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau keputusan yang diatur.
3. Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala
Desa dan Keputusan Kepala Desa dibuat singkat dan mencerminkan isi Peraturan
Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.
4. Judul ditulis dengan huruf kapital
tanpa diakhiri tanda baca.
Contoh Penulisan Penamaan/Judul:
a.
Jenis
Peraturan Desa
2
PERATURAN DESA LEMAHBANGDEWO
NOMOR 13 TAHUN 2006
NOMOR 13 TAHUN 2006
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
b.
Jenis
Peraturan Kepala Desa
PERATURAN KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO
NOMOR …. TAHUN ………
NOMOR …. TAHUN ………
TENTANG
IURAN
PEMBANGUNAN JEMBATAN DESA
c.
Jenis
Keputusan Kepala Desa
KEPUTUSAN KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO
NOMOR 44 TAHUN 2006
NOMOR 44 TAHUN 2006
TENTANG
PEMBENTUKAN PANITIA HARI ULANG TAHUN
RI KE 61
B. Pembukaan
1. Pembukaan
pada Peraturan Desa terdiri dari :
a. Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang
Maha Esa";
b. Jabatan pembentuk Peraturan Desa.
c. Konsideran;
d. Dasar Hukum;
e. Frasa "Dengan persetujuan
bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa";
f. Memutuskan; dan
g. Menetapkan.
2. Pembukaan
pada Peraturan Kepala Desa terdiri dari:
a. Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang
Maha Esa";
b. Jabatan pembentuk Peraturan Kepala
Desa.
c. Konsideran;
d. Dasar Hukum;
e. Memutuskan; dan
f. Menetapkan.
3. Pembukaan pada Keputusan Kepala
Desa terdiri dari:
a. Frasa "Dengan Rahmat Tuhan Yang
Maha Esa";
b. Jabatan pembentuk Keputusan Kepala
Desa;
c. Konsideran;
d. Dasar Hukum; dan
e.
Memutuskan;
3
PENJELASAN
a.
Frasa
"Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";
Kata frasa yang berbunyi "Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa" merupakan kata yang harus ditulis dalam
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, cara penulisan
seluruhnya huruf kapital dan tidak diakhiri tanda baca.
Contoh:
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
b.
Jabatan
Jabatan pembentuk Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, ditulis dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda baca koma (,).
Contoh:
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO,
c.
Konsideran
Konsideran harus diawali dengan kata
"Menimbang" yang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran
yang menjadi latar belakang, alasan-alasan serta landasan yuridis, filosofis,
sosiologis, dan politis dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa.
Jika konsideran terdiri dari lebih
satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan pengertian, dari
tiap-tiap pokek pikiran diawali dengan huruf a, b, c, dst. dan diakhiri dengan
tanda titik koma (;).
Contoh :
Menimbang : a. ……………………………………………………………..;
b. ……………………………………………………………...;
c. ………………………………………………………………;
d.
Dasar
Hukum
1) Dasar
Hukum diawali dengan kata "Mengingat" yang harus memuat dasar hukum
bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula jika ada
peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa atau yang mempunyai kaitan
langsung dengan materi yang akan diatur.
2) Dasar
Hukum dapat dibagi 2, yaitu :
a) Landasan yuridis kewenangan membuat
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa; dan
b) Landasan yuridis materi yang diatur.
3)
Yang
dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan perundang-undangan
yang tingkat derajatnya lebih tinggi atau sama dengan produk hukum yang dibuat.
Catatan : Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi
dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum karena tidak termasuk
jenis peraturan perundang-undangan.
4
4) Dasar hukum dirumuskan secara
kronologis sesuai dengan hierarkhi peraturan perundang-undangan, atau apabila
peraturan perundangundangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan
berdasarkan urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundangundangan
tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan nomor
urutan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.
5) Penulisan dasar hukum harus lengkap
dengan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia, Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah (kalau ada).
6) Jika dasar hukum lebih dari satu
peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum diawali dengan angka arab
1, 2, 3, dst dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;)
Contoh penulisan Dasar Hukum:
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa (Lembaran Negani Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158.
Tamtahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4546);
3. Peraturan Menteri ... Nomor... Tahun
... tentang
4. Peraturan Daerah ... Nomor ... Tahun
... tentang ... (Lembaran Daerah Tahun ... Nomor ... , Tambahan Lembaran Daerah
Nomor ...)
e. Frasa
"Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala
Desa" Kata frasa yang berbunyi "Dengan persetujuan bersama Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa", merupakan kalimat yang harus
dicantumkan dalam Peraturan Desa dan cara penulisannya dilakukan sebagai
berikut :
1) Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN;
2) Kata "Dengan Persetujuan
Bersama", hanya huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital;
3) Kata "antara" Berta
"dan", semua ditulis dengan huruf kecil; dan
4) Kata "Badan Permusyawaratan Desa
dan Kepala Desa" seluruhnya ditulis dengan huruf kapital.
Contoh:
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN
PERMUSYAWARATAN DESA LEMAHBANGDEWO
dan
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO
dan
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO
f. Memutuskan
Kata "Memutuskan" ditulis
dengan huruf Kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ). Peletakan
kata MEMUTUSKAN adalah ditengah margin.
5
g. Menetapkan
Kata "menetapkan:"
dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan kata
"Menimbang" dan "Mengingat". Huruf awal kata
"Menetapkan" ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda
baca titik dua (:).
Contoh
:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: …………………. dst.
Penulisan kembali nama Peraturan
Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang bersangkutan
dilakukan sesudah kata "menetapkan" dan Cara penulisannya adalah :
·
Menuliskan
kembali nama yang tercantum dalam judul;
·
Nama
tersebut di atas, didahului dengan jenis peraturan yang bersangkutan;
·
Nama
dan jenis peraturan tersebut, ditulis dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda baca titik (.).
Pada Peraturan Desa sebelum kata
"MEMUTUSKAN" dicantumkan frasa:
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN
PERMUSYAWARATAN DESA LEMAHBANGDEWO
dan
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO
dan
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO
Contoh :
a) Jenis
Peraturan Desa
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN
DESA LEMAHBANGDEWO TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI PEMERINTAH
DESA LEMAHBANGDEWO
b) Jenis Peraturan Kepala Desa
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO TENTANG TATA CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH
c) Jenis
Keputusan Kepala Desa
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO TENTANG PENUNJUKAN PETUGAS JAGA SISKAMLING.
6
Catatan
:
Contoh pembukaan Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa secara keseluruhan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a.
Peraturan
Desa
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO,
Menimbang : a. ……………………………………………;
b.. ……………………………………………;
c.. ………………………………………..dst;
Mengingat : 1. ……………………………………………;
2.. ……………………………………………;
3.. ………………………………………..dst;
Dengan persetujuan bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LEMAHBANGDEWO
dan
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO
dan
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
DESA LEMAHBANGDEWO TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI PEMERINTAH
DESA LEMAHBANGDEWO.
b.
Peraturan
Kepala Desa ditulis seperti Peraturan Desa sebagaimana tercantum pada huruf a, namun
frasa “Dengan Persetujuan Bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa”
dihapus (tidak dipakai).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO TENTANG TATA CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH.
c.
Keputusan
Kepala desa
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO,
Menimbang : a .……………………………………………;
b.. ……………………………………………;
c.. ………………………………………..dst;
Mengingat
: 1. ……………………………………………;
2.. ……………………………………………;
3.. ………………………………………..dst;
7
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN
KEPALA DESA LEMAHBANGDEWO TENTANG PENETAPAN PETUGAS SISKAMLING.
KESATU
: ……………………………………………………………...
KEDUA
: ………………………………………………………………
KETIGA . : ……………………………………………………..dst
C.
Batang Tubuh
Batang Tubuh memuat semua materi yang
dirumuskan dalam pasalpasal atau diktum-diktum. Batang tubuh yang dirumuskan
dalam pasal-pasal adalah jenis Peraturan Desa dan Peraturar. Kepala Desa yang
bersifat mengatur (Regelling), sedangkan jenis Keputusan Kepala Desa yang
bersifat penetapan (Besehikking), batang tubuhnya dirumuskan dalam
diktum-diktum.
Uraian
masing-masing batang tubuh, sebagai berikut :
1. Batang
Tubuh Peraturan Desa
a. Batang
Tubuh Peraturan Desa
1)
Ketentuan
Umum;
2)
Materi
yang diatur;
3)
Ketentuan
Peralihan (kalau ada); dan
4)
Ketentuan
Penutup.
b. Pengelompokan
materi dalam Bab, Bagian dan Paragraf tidak merupakan keharusan.
Jika Peraturan Desa mempunyai materi
yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, maka pasal-pasal
tersebut dapat dikelompokkan menjadi Bab, Bagian dan Paragraf. Pengelompokan
materi-materi dalam Bab, Bagiar dan Paragraf dilakukan atas dasar kesamaan
kategori atau kesatuan lingkup isi materi yang diatur.
Urutan
penggunaan kelompok adalah :
1)
Bab
dengan pasal-pasal, tanpa bagian dan paragraf;
2)
Bab
dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf;
3) Bab dengan bagian dan paragraf yang
terdiri dari pasal-pasal.
c. Tata
cara penulisan Bab, Bagian; Paragraf, Pasal dan ayat ditulis sebagai
berikut :
1)
Bab
diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul Bab semua ditulis dengan huruf
kapital.
Contoh :
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
2) Bagian diberi nomor unit dengan
bilangan yang ditulis dengan huruf kapital dan diberi judul. Huruf awal kata
Bagian, urutan bilangan, dan judul Bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali
huruf awal dari kata partikel yang tidak tax letak pada awal frasa.
8
Contoh :
BAB II
( ……… JUDUL BAB ……... )
( ……… JUDUL BAB ……... )
Bagian Kedua
..............................................................
..............................................................
3)
Paragraf
diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul. Huruf awal dalam judul
paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, sedangkan
huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan huruf kecil.
Contoh :
Bagian Kedua
( ……… Judul Bagian ………)
Paragraf Kesatu
(Judul Paragraf)
4) Pasal adalah satuan aturan yang
memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat. Materi Peraturan Desa
lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari pada dalam
beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa ayat, kecuali jika materi yang
menjadi isi pasal itu merupakan satu serangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Pasal diberi nomor unit dengan angka arab, dan huruf awal kata pasal ditulis
dengan huruf kapital.
Contoh :
Pasal 5
5)
Ayat
adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor unit dengan
angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat
hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat.
Contoh
:
Pasal 21
(1)
(2)
(3)
Jika satu pasal atau ayat memuat
rincian unsur, maka di samping dirumuskan dalam bentuk kalimat yang biasa,
dapat pula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi.
9
Contoh
:
Pasal ....
Kartu tanda iuran pedagang
sekurang-kurangnya harus memuat nama pedagang, jenis dagangan, besarnya iuran,
alamat pedagang.
lsi pasal ini dapat lebih mudah
dipahami dan jika dirumuskan sebagai berikut :
Kartu
tanda iuran sekurang-kurangnya harus memuat :
a. nama pedagang;
b. jenis dagangan;
c. besarnya iuran; dan
d. alamat pedagang.
Dalam membuat rumusan pasal atau ayat
dengan tabulasi, hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Setiap
rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan kalimat
berikut :
b.
Setiap
rincian diawali dengan huruf abjad kecil;
c.
Setiap
rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma (;);
d.
Jika
suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil, maka unsur
yang lebih kecil dituliskan agak ke dalam.
e.
Kalimat
yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca titik dua (:);
f.
Pembagian
rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat. Jika rincian lebih dari empat
tingkat, maka perlu dipertimbangkan pemecahan pasal yang bersangkutan ke dalam
beberapa pasal.
Jika unsur atau rincian dalam
tabulasi dimaksudkan sebagai rincian yang kumulatif, maka perlu ditambahkan
kata "dan" di belakang rincian kedua dari belakang.
Contoh
:
a. Tiap-tiap
rincian ditandai dengan huruf a dan seterusnya.
(3) ………………………………………
a ……………………..;
dan
b …………………………..
b. Jika
suatu rincian memerlukan perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai
dengan angka 1, 2, dan seterusnya.
(4) ………………………………………
a. …………………………………;
b. …………………………………;
dan
c. …………………………………;
1. ………………………………….;
2. ………………………………….; dan
3. ………………………………….;
a) …………………………………..;
b) …………………………………..; dan
10
c) …………………………………..;
1)
…………………………………….;
2)
…………………………………….;
dan
3)
…………………………………….;
Gambaran penulisan kelompok Batang
Tubuh secara keseluruhan adalah :
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(Isi Pasal 1)
(Isi Pasal 1)
BAB II
(Judul Bab)
(Judul Bab)
Pasal ...
(Isi Pasal)
BAB III
(Judul Bab)
(Judul Bab)
Bagian Kesatu
(Judul Bagian)
Paragraf Kesatu
(Judul paragraf)
Pasal ….
(1)(Isi ayat);
(2)(Isi ayat);
Perincian ayat :
a. ……………… :
dan
b. ……………… :
1. Isi sub ayat;
2. …………………;
3. ………………….
a) (perincian sub ayat);
b)
……………………;
c)
……………………
1)
(perincian
mendetail dari sub ayat);
2)
…………….
Penjelasan
masing-masing kelompok batang tubuh adalah :
11
a. Ketentuan
Umum
Ketentuan umum diletakkan dalam Bab
Kesatu atau dalam pasal pertama, jika tidak ada pengelompokan dalam bab.
Ketentuan umum berisi :
1)
Batasan
dari pengertian;
2)
Singkatan
atau akronim yang digunakan dalam Peraturan Desa; dan
3)
Hal-hal
lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya.
Jika ketentuan umum berisi lebih dari
satu hal, maka setiap batasan dari pengertian dan singkatan atau akronim
diawali dengan angka arab dan diakhiri dengan tanda baca titik (.).
Contoh
:
Pasal 1
Dalam Peraturan Desa ini yang
dimaksud dengan :
1.
Pemerintah
Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi.
2.
…………………………………………………………….
3.
…………………………………………………………….
Urutan pengertian atau istilah dalam
Bab Ketentuan Umum hendaknya mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1.
Pengertian
atau istilah yang ditemukan lebih dahulu dalam materi yang diatur ditempatkan
teratas.
2.
Jika
pengertian atau istilah mempunyai hubungan atau kaitan dengan pengertian atau
istilah terdahulu, maka pengertian atau istilah yang ada hubungannya itu
diletakkan dalam saw kelompok berdekatan.
b. Ketentuan
Materi yang akan diatur.
Materi yang diatur adalah, semua
obyek yang diatur secara sistematik sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan
yang dipergunakan. Materi yang diatur harus memperhatikan dasardasar dan
kaidah-kaidah yang ada seperti :
1)
Landasan
hukum materi yang diatur artinya dalam menyusun materi Peraturan Desa harus
memperhatikan dasar hukumnya.
2)
Landasan filosofis, artinya alasan yang mendasari
diterbitkannya Peraturan Desa.
3)
Landasan
sosiologis, maksudnya agar Peraturan Desa 3 ang diterbitkan jangan sampai
bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat,
misalnya adat istiadat, agama.
4)
Landasan
politis, maksudnya agar Peraturan Desa yang diterbitkan dapat berjalan sesuai
dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.
5)
Tata
cara penulisan materi yang diatur adalah :
a)
Materi
yang diatur ditempatkan langsung setelah Bab Ketentuan Umum atau pasal-pasal
ketentuan umum jika tidak ada pengelompokan dalam bab.
12
b)
Dihindari
adanya Bab tentang Ketentuan Lain-lain. Materi yang akan dijadikan materi
Ketentuan Lain-lain, hendaknya ditempatkan dalam kelompok materi yang diatur
dengan judul yang sesuai dengan materi tersebut.
Ketentuan Lain-lain hanya dicantumkan
untuk ketentuan yang lain dari materi yang diatur, namun mempunyai kaitan dan
perlu diatur. Penempatan bab Ketentuan Lain-lain dicantumkan pada bab atau
pasal te:akhir sebelum Bab Ketentuan Peralihan.
c. Ketentuan
Peralihan
Ketentuan Peralihan timbul sebagai
cara mempertemukan antara azas mengenai akibat kehadiran peraturan baru dengan
keadaan sebelum peraturan baru itu berlaku. Pada azasnya pada saat peraturan
baru berlaku, maka semua peraturan lama beserta akibat-akibatnya menjadi tidak
berlaku. Kalau azas ini diterapkan tanpa memperhitungkan keadaan yang sudah
berlaku, maka dapat timbul kekacauan hokum, ketidakpastian hukum atau
kesewenang-wenangan hukum.
Untuk menampung akibat berlakunya
peraturan baru terhadap peraturan lama atau pelaksanaan peraturan lama,
diadakan ketentuan atau aturan peralihan. Dengan demikian Ketentuan Peralihan
berfungsi :
1) Menghidari kemungkinan terjadinya kekosongan
hukum (Rechtsvacuum).
2)
Menjamin,
kepastian hukum (Rechtszekerheid).
3)
Perlindungan
hukum (Rechtsbeseherming), bagi rakyat atau kelompok tertentu atau orang
tertentu.
Jadi pada dasarnya, Ketentuan
Peralihan merupakan "penyimpangan" terhadap peraturan baru itu
sendiri.
Suatu penyimpangan yang tidak dapat
dihindari (Necessery evil) dalam rangka mencapai atau mempertahankan tujuan
hukum secara keseluruhan (ketertiban, keamanan dan keadilan). Penyimpangan ini
bersifat sementara, karena itu dalam rumusan Ketentuan Peralihan harus dimuat
keadaan atau syarat-syarat yang akan mengakhiri masa peralihan tersebut.
Keadaan atau syarat tersebut dapat berupa pembuatan peraturan pelaksanaan baru
(dalam rangka melaksanakan peraturan baru) atau penentuan jangka waktu tertentu
atau mengakui secara penuh keadaan yang lama menjadi keadaan baru.
d. Ketentuan
Penutup
Ketentuan Penutup merupakan bagian
terakhir Batang Tubuh Peraturan Desa, yang biasanya berisi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
1) Penunjukan organ atau alat kelengkapan yang
diikutsertakan dalam melaksanakan Peraturan Desa, yaitu berupa :
a) Pelaksanaan sesuatu
yang bersifat menjalankan (eksekutif), yaitu menunjuk pejabat tertentu yang
diberi kewenangan untuk melaksanakan hal-hal tertentu.
b)
Pelaksanaan sesuatu yang bersifat mengatur (legislatif), yaitu pendelegasian
kewenangan untuk membuat peraturan pelaksanaan (Peraturan Kepala Desa).
13
2) Nama singkatan (Citeer Titel).
3) Ketentuan tentang saat mulai berlakunya
Peraturan Desa dapat melalui cara-cara sebagai berikut :
a)
Penetapan
mulai berlakunya Peraturan Desa pada suatu tanggal tertentu;
b) Saat mulai berlakunya Peraturan Desa
tidak harus sama untuk seluruhnya (untuk beberapa bagian dapat berbeda).
4) Ketentuan tentang pengaruh Peraturan Desa yang
baru terhadap Peraturan Desa yang lain.
2. Batang
Tubuh Peraturan Kepala Desa
a. Peraturan
Kepala Desa adalah bersifat Mengatar (Regelling).
1) Batang tubuh Peraturan Kepala Desa memuat semua
materi yang akan dirumuskan dalam paeal-pasal.
2) Pengelompokan dalam batang tubuh terdiri atas :
a)
Ketentuan
Umum;
b)
Materi
yang diatur;
c)
Ketentuan
Peralihan (kalau ada);
d)
Ketentuan
Penutup.
3) Materi muatan Peraturan Kepala Desa adalah merupakan
pelaksanaan dari Peraturan Desa.
4) Tata cara perumusan
dan penulisan materi muatan batang tubuh Peraturan Kepala Desa, sama halnya
dengan tata cara perumusan dan penulisan materi muatan Peraturan Desa.
b. Keputusan Kepala Desa adalah bersifat Penetapan
(Besehiking).
1) Batang Tubuh Keputusan Kepala Desa memuat
semua materi
muatan keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum.
muatan keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum.
2)
Pengelompokan
dalam batang tubuh terdiri atas materi yang akan diatur.
Contoh
:
KESATU .. :.................................................
KEDUA .... :.................................................
3)
Diktum
terakhir menyatakan Keputusan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Catatan
:
Ketentuan Umum dan Ketentuan
Peralihan tidak perlu ada dalam Batang Tubuh, karena Keputusan Kepala Desa yang
bersifat penetapan adalah konkrit, individual dan final.
14
D.
Penutup
Penutup suatu Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa, memuat hal-hal sebagai
berikut :
a.
Rumusan
tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan;
b.
Nama
jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda baca
koma;
c.
Nama
lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf kapital tanpa gelar
dan pangkat;
d.
Penetapan
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa ditandatangani
oleh Kepala Desa;
E.
Penjelasan
Adakalanya suatu Peraturan Desa atau
Peraturan Kepala Desa memerlukan penjelasan, baik penjelasan umum maupun
penjelasan pasal demi pasal.
Pada Bagian penjelasan umum biasanya
dimuat politik hukum yang melatarbelakangi penerbitan Peraturan Desa atau
Peraturan Kepala Desa yang bersangkutan. Pada bagian penjelasan pasal demi
pasal dijelaskan materi dari norma-norma yang terkandung dalam setiap pasal di
dalam batang tubuh.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penjelasan adalah :
1.
Pembuat
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa agar tidak
menyadarkan argumentasi pada penjelasan, tetapi harus berusaha membuat
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang dapat
meniadakan keraguraguan dalam interprestasi.
2.
Naskah
penjelasan disusun (dibuat) bersama-sama dengan Rancangan Peraturan Desa atau
Peraturan Kepala Desa yang bersangkutan.
3.
Penjelasan
berfungsi sebagai tafsiran atau materi tertentu.
4.
Penjelasan
tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lain.
5.
Judul
penjelasan lama dengan judul Peraturan Desa dan, Peraturan Kepala Desa atau
Keputusan Kepala Desa yang bersangkutan.
6.
Penjelasan
terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal yang pembagiannya dirinci
dengan angka romawi.
7.
Penjelasan
umum memuat uraian sistimatis mengenai latar belakang pemikiran, maksud dan
tujuan penyusunan serta pokok-pokok atau azas yang dibuat dalam Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa.
8.
Bagian-bagian
dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab jika hal itu lebih
memberikan kejelasan.
9.
Tidak
boleh ber.tentangan dengan apa yang diatur dalam materi Peraturan
Desa, atau Peraturan Kepala Desa.
10. Tidak boleh memperluas atau menambah
norma yang sudah ada dalam batang tubuh.
11. Tidak boleh sekedar pengulangan
semata-mata dari materi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan
Kepala Desa.
12. Tidak boleh memuat istilah atau
pengertian yang sudah dimuat dalam ketentuan umum.
13. Beberapa pasal yang tidak memerlukan
penjelasan, dipisahkan dan diberi keterangan cukup jelas.
15
III. PERUBAHAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA
DESA ATAU KEPUTUSAN KEPALA DESA
Perubahan
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dapat meliputi
:
1. Menambah atau menyisipkan ketentuan
baru, menyempurnakan atau menghapus ketentuan yang sudah ada, baik yang
berbentuk Bab, Bagian Paragraf, Pasal, ayat maupun perkataan angka, huruf,
tanda baca, lampiran, diktum dan lain-lainnya.
2. Mengganti suatu ketentuan dengan
ketentuan lain, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, ayat maupun
perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran, diktum dan lain-lainnya.
Dalam mengadakan perubahan terhadap
suatu Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, hal-hal
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
a.
Dilakukan
oleh pejabat yang berwenang membentuknya.
b.
Peraturan
Desa diubah dengan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dengan peraturan
kepala desa sedangkan Keputusan Kepala Desa diubah dengan Keputusan Kepala
Desa.
c.
Perubahan
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa dilakukan
tanpa mengubah sistematika yang diubah.
d.
Dalam
penamaan disebut Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, Keputusan Kepala Desa
mana yang diubah dan perubahan yang diadakan itu adalah perubahan yang keberapa
kali.
Contoh perubahan yang pertama kali :
PERATURAN DESA LEMAHBANGDEWO
NOMOR 33 TAHUN 2006
NOMOR 33 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN DESA LEMAHBANGDEWO NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
PERATURAN DESA LEMAHBANGDEWO NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
Contoh
perubahan selanjutnya :
PERATURAN DESA LEMAHBANGDEWO
NOMOR 44 TAHUN 2006
NOMOR 44 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
PERATURAN DESA LEMAHBANGDEWO NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
PERATURAN DESA LEMAHBANGDEWO NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
16
e. Dalam konsideran Menimbang Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang diubah, harus dikemukakan
alasan‑ alasan atau pertimbangan-pertimbangan mengapa peraturan yang lama perlu
diadakan perubahan.
f. Batang
tubuh Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa etau Keputusan Kepala Desa yang
diubah, hanya ditulis dengan angka Romawi, dimana pasal-pasal tersebut dimuat
ketentuan sebagai berikut :
1) Pasal I memuat segala sesuatu
perubahan dengan diawali penyebutan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau
Keputusan Desa yang diubah dan urutan perubahan-perubahan tersebut hendaknya
ditandai dengan huruf besar A, B, C dan seterusnya.
2)
Pasal
II memuat ketentuan mengenai mulai berlakunya Peraturan Desa, Peraturan Kepala
Desa, Keputusan Kepala Desa perubahan tersebut.
g. Apabila Peraturan Desa, Peraturan
Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa sudah mengalami perubahan berulang kali,
sebaiknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa
tersebut dicabut dan diganti Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau
Keputusan Kepala Desa yang baru.
h. Apabila pembuat Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan Kepala Desa berniat mengubah secara
besar-besaran demi kepentingan pemakai, lebih baik apabila dibentuk Peraturan
Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru.
i. Cara-cara merumuskan perubahan Peraturan
Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa (dalam Pasal I) sebagai
berikut :
1) Apabila
suatu Bab, Bagian, Pasal atau ayat akan dihapuskan, angka satu nomor pasal itu
hendaknya tetap dituliskar tetapi tanpa isi, hanya dituliskan
"dihapus".
Contoh
:
BAB V Pasal dihapus.
2) Apabila di antara dua pasal akan disisipkan
suatu pasal baru yang tidak merupakan suatu penggantian dari suatu pasal yang
telah dihapuskan itu, maka pasal baru itu tidak boleh ditempatkan pada tempat
pasal yang dihapuskan.
Dalam penulisannya pasal baru itu
ditempatkan di antara kedua pasal tersebut dan diberi nomor sesuai dengan pasal
yang terdahulu dan ditambahkan dengan huruf A (Kapital).
Contoh
:
Apabila di antara Pasal 14 dan Pasal
15 akan disisipkan pasal baru, maka pasal baru itu dituliskan dengan Pasal 14A.
3)
Apabila
diantara dua ayat akan disisipkan ayat baru, maka ayat baru itu tersebut
ditempatkan di antara kedua ayat yang ada dan diberi nomor sesuai dengan ayat
yang terdahulu dengan menambahkan huruf a.
17
Contoh
:
Apabila diantara ayat (1) dan ayat
(2) akan disisipkan ayat baru, maka diletakkan diantara ayat (1) dan ayat (2)
dan dituliskan ayat (la).
4)
Apabila
suatu perubahan mengenai peristilahan yang mempunyai kesatuan makna, maka
perubahannya diusahakan agar tidak menimbulkan suatu pengertian baru.
Contoh
:
Jika istilah "wilayah Dusun
Kempul" akan diubah menjadi "wilayah Dusun Mertaina", maka
janganlah hanya mengubah perkataan "Kempul" menjadi
"Mertaina", tetapi seyogyanya perubahan tersebut dilakukan sebagai
berikut : wilayah Dusun Kempul diganti dengan wilayah Dusun Mertaina.
IV. PENCABUTAN
PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA ATAU KEPUTUSAN KEPALA DESA
a. Pencabutan
dengan penggantian
Pencabutan dengan penggantian terjadi
apabila Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang
ada digantikan dengan Peraturan Desa, atau Keputusan Kepala Desa yang baru.
Bentuk luar (kenvorm) dari Peraturan Desa, atau Peraturan Kepala Desa atau
Keputusan Kepala Desa yang baru ini sama seperti lazimnya pada Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa lainnya.
Dalam pencabutan dengan penggantian
ini, ketentuan pencabutan tersebut dapat diletakkan di depan (dalam pembukaan).
Contoh
:
Menimbang : a. bahwa ...tidak sesuai dengan perkembangan
keadaan, sehingga perlu diganti;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a perlu menetapkan ...;
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan
: PERATURAN
DESA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA.
Akan tetapi apabila ketentuan
pencabutan tersebut diletakkan di belakang (dalam ketentuan penutup). Peraturan
Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang dicabut tersebut
akan tercabut, tetapi tidak beserta akar-akarnya, dalam arti Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut tercabut, tetapi
peraturan pelaksanaanya masih dapat dinyatakan berlaku.
18
Contoh
:
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Dengan berlakunya Peraturan Desa ini,
maka Peraturan Desa Lemahbangdewo Nomor 21 Tahun 2006 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa dinyatakan tidak berlaku.
b. Pencabutan
tanpa penggantian
1) Dalam pencabutan Peraturan Desa, Peraturan
Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang dilakukan tanpa penggantian, bentuk
luar (kenvorm) Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa
tersebut mempunyai kesamaan dengan perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala
Desa atau Keputusan Kepala Desa, yaitu bahwa batang tubuh Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa tersebut akan terdiri atas dua
pasal yang diberi angka arab di mana masing-masing pasal tersebut berisi :
- Pasal 1 :
berisi tentang ketentuan pencabutan
produk hukum daerah.
- Pasal 2 :
berisi tentang ketentuan mu!ai
berlakunya Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut.
2) Pencabutan
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa juga dilakukan
oleh Pejabat yang berwenang membentuknya dan dengan peraturan yang sejenis.
V. RAGAM BAHASA
Ragam Bahasa yang dipakai dalam menyusun
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa adalah :
Contoh:
PERATURAN DESA ...
TENTANG
PENCABUTAN PERATURAN DESA ...
NOMOR ... TENTANG ...
A. Bahasa Perundang-undangan
1.
Bahasa perundang-undangan termasuk Bahasa
Indonesia yang tunduk pada kaidah tata Bahasa Indonesia yang menyangkut
pembentukan kata, penyusunan kalimat maupun pengejaannya. Bahasa perundang-undangan
mempunyai corak dan gaya yang khas yang bercirikan kejernihan pengertian,
kelugasan, kebakuan dan keserasian.
2. Dalam
merumuskan materi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan Kepala
Desa, maka pilihlah kalimat yang lugas dalam arti tegas, jelas dan mudah
ditangkap pengertiannya, tidak berbelit-belit. Kalimat yang dirumuskan tidak
menimbulkan salah tafsir atau menimbulkan pengertian yang berbeda bagi setiap
pembaca. Hindari pemakaian istilah yang pengertiannya kabur dan kurang jelas.
Istilah yang dipakai sebaiknya sesuai dengan pengertian yang biasa dipakai
dalam bahasa sehari-hari.
19
3. Hindari
pemakaian :
a.
Beberapa
istilah yang berbeda untuk pengertian yang sama.
b.
Satu
istilah untuk beberapa pengertian yang berbeda.
4.
Untuk mendapatkan kepastian hukum,
istilah dan arti dalam peraturan pelaksanaan harus disesuaikan dengan istilah
dan arti yang dipakai dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
derajatnya.
5.
Apabila istilah tertentu dipakai
berulang-ulang, maka untuk menyederhanakan susunan Peraturan Desa, Peraturan
Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa dapat dibuat definisi yang ditempatkan
dalam Bab Ketentuan Umum.
6.
Jika istilah tertentu dipakai
berulang-ulang maka untuk menyederhanakan susunan suku kata dapat menggunakan
singkatan atau akronim.
7.
Singkatan nama atau badan atau lembaga
yang belum begitu dikenal umum dan bila tidak dimuat dalam Ketentuan Umum, maka
setelah tulisan lengkapnya, singkatannya dibuat di antara tanda kurung.
8.
Dianjurkan sedapat mungkin menggunakan
istilah pembentukan Bahasa Indonesia. Pemakaian (adopsi) istilah asing yang
banyak dipakai dan sudah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia
dapat dipertimbangkan dan dibenarkan, jika istilah asing itu memenuhi syarat :
a.
Mempunyai
konotasi yang cocok;
b.
Lebih
singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa Indonesia.
c.
Lebih
mudah tercapainya kesepakatan.
d.
Lebih
mudah dipahami dari pada terjemahan Bahasa Indonesia.
B. Pilihan
Kata atau istilah
1.
Pemakaian
kata "Kecuali"
Untuk menyatakan makna tidak termasuk
dalam golongan, digunakan kata "kecuali". Kata "kecuali"
ditempatkan di awal kalimat jika yang dikecualikan induk kalimat.
Contoh
:
Kecuali A dan B, setiap warga Desa wajib
melaksanakan Siskamling.
2.
Pemakaian
kata "Disamping". Untuk menyatakan makna termasuk, dapat digunakan
kata "disamping".
Contoh :
Disamping membayar iuran keamanan, warga yang
berstatus Pegawai Negeri Sipil juga dikenai kewajiban melaksanakan Siskamling.
20
3.
Pemakaian
kata "Jika" dan kata "Maka".
Untuk menyatakan makna pengandaian
atau kemungkinan, digunakan kata "jika" atau frasa "dalam
hal". Gunakan kata "jika" bagi kemungkinan atau keadaan yang
akan terjadi lebih dari sekali dan setelah anak kalimat diawali kata
"make".
Contoh :
Jika terdapat warga Desa yang tidak
melaksanakan Siskamling, maka ....................
4. Pemakaian
kata "Apabila".
Untuk menyatakan atau menunjukkan
uraian atau penegasan waktu terjadinya sesuatu, sebaiknya menggunakan kata
"apabila" atau "bila".
Contoh
:
Salah satu warga Desa dapat tidak
melaksanakan tugas Siskamling, apabila sakit.
5. Pemakaian
kata "dan", "atau", "dan atau".
a.
Untuk
menyatakan sifat yang kumulatif, digunakan kata "dan".
Contoh
:
A dan B wajib memberikan ....
b. Untuk menyatakan sifat alternatif
atau eksekutif digunakan kata "atau"
Contoh
:
A atau B wajib memberikan ....
c. Untuk menyatakan sifat alternatif ataupun
kumulatif, digunakan frasa "dan atau".
Contoh
:
A dan atau B wajib memberikan
6.
Untuk
menyatakan istilah hak, digunakan kata "berhak"
Contoh :
Setiap warga Desa Tribuana yang telah
berumur 17 (tujuh bolas) tahun berhak untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk
(KTP).
7.
Untuk
menyatakan kewenangan, digunakan kata "dapat" atau kata
"boleh".
Kata "dapat" merupakan
kewenangan yang melekat pada seseorang, sedangkan kata "boleh" tidak
melekat pada diri seseorang. Untuk menyatakan istilah kewajiban, digunakan kata
"wajib".
Contoh
:
-
Kepala
desa dapat memberikan dispensasi bagi warga yang sedang mengalami
musibah.
-
Setiap
warga Desa wajib membayar iuran keamanan.
21
8.
Untuk
menyatakan istilah sekedar kondisi atau persyaratan, digunakan kata
"harus".
Contoh
:
Untuk menduduki suatu jabatan Kepala
Urusan Keuangan, seorang calon Kepala Urusan Keuangan harus terlebih
dahulu mengikuti kursus Bendaharawan.
9.
Untuk
menyangkal suatu kewajiban atau kondisi yang diwajibkan, digunakan frasa
"tidak diwajibkan" atau "tidak wajib".
Contoh :
Warga Desa yang belum berumur 17
tahun dan belum kawin, tidak diwajibkan untuk mengikuti pemilihan Kepala Dusun.
C. Teknik
Pengacuan
1. Untuk mengacu pasal lain. Digunakan frasa
"sebagaimana dimaksud dalam". Sedangkan untuk mengacu ayat lain,
digunakan (rasa "sebagaimana dimaksud pada".
Contoh
:
........... sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 .....................
........... sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ........................
Jika mengacu ke peraturan lain,
pengacuan dengan urutan pasal, ayat dan judul Peraturan Desa atau Peraturan
Kepala Desa.
Contoh
:
…………. sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Peraturan
Desa Lemahbangdewo Nomor 21 Tahun 2006 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Desa Lemahbangdewo Nomor 21 Tahun 2006 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
2. Pengacuan dilakukan dengan
mencantumkan secara singkat materi pokok yang diacu. Pengacuan hanya boleh
dilakukan ke peraturan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
3. Pengacuan dilakukan dengan
menyebutkan secara tegas nomor dari pasal atau ayat yang diacu, dan hindarkan
penggunaan frasa "pasal yang terdahulu" atau "pasal tersebut di
atas" atau "Pasal ini".
Contoh
:
Panitia Pemilihan Kepala Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), bertugas ………
Jika ketentuan dari pengaturan yang
diacu memang dapat diberlakukan seluruhnya, maka istilah "tetap
berlaku" dapat digunakan.
22
VI. FORMAT
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PADA TINGKAT DESA
a.
CONTOH PERATURAN DESA.
PERATURAN DESA ............................
NOMOR ........ TAHUN ............
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA ................
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA ..........................,
Menimbang
: a. ...............................................................................;
b.
...............................................................................;
c.
...............................................................................;
Mengingat : 1.
...............................................................................;
2.
...............................................................................;
3. ...............................................................................;
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ..................
dan
KEPALA DESA ............................
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DESA ..................................... TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA.................
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) ..................................
(2) ..................................
(3) ................................
Pasal 2
(1) ..................................
(2) ..................................
(3) ................................
dan seterusnya
23
BAB .........
KETENTUAN PERALIHAN
BAB .........
KETENTUAN PENUTUP
dan seterusnya
Peraturan Desa ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita
Daerah Kabupaten …………………..
Ditetapkan di
............................
pada tanggal ....., Bulan.......... Tahun.....
KEPALA DESA ...................
.....................................................
Diundangkan di ..................
Pada
tanggal .............................
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ............................
Nama
Pangkat
NIP
BERITA DAERAH KABUPATEN ........................ TAHUN
......... NOMOR ………
b.
CONTOH PERATURAN KEPALA DESA.
PERATURAN KEPALA DESA
.......................................
NOMOR ……… TAHUN …………
TENTANG
IURAN PEMBANGUNAN JEMBATAN DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA .............................,
Menimbang : a. ...............................................................................;
b.
...............................................................................;
c.
...............................................................................;
24
Mengingat : 1.
...............................................................................;
2.
...............................................................................;
3.
...............................................................................;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA ……........................ TENTANG IURAN PEMBANGUNAN
JEMBATAN DESA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) ..................................
(2) ..................................
(3) ................................
Pasal 2
(1) ..................................
(2) ..................................
(3) ................................
dan seterusnya
BAB .........
KETENTUAN PERALIHAN
BAB .........
KETENTUAN PENUTUP
ditetapkan di
............................
pada tanggal ....., Bulan........Tahun.....
KEPALA DESA .............................
.....................................................
c.
CONTOH KEPUTUSAN KEPALA DESA.
KEPUTUSAN KEPALA DESA
.......................................
NOMOR ……… TAHUN …………
TENTANG
PEMBENTUKAN PANITIA HARI ULANG TAHUN RI KE 61
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA
.....................................,
25
Menimbang
: a.
...............................................................................;
b.
...............................................................................;
c.
...............................................................................;
Mengingat : 1.
...............................................................................;
2.
...............................................................................;
3.
...............................................................................;
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA ..................
TENTANG PEMBENTUKAN
PANITIA HARI ULANG TAHUN RI KE 61
KESATU :
......................................................................................
KEDUA : ......................................................................................
KETIGA : ......................................................................................
ditetapkan di
............................
pada tanggal ....., Bulan.......... Tahun ………
KEPALA DESA .............................
.....................................................
BUPATI BANYUWANGI,
H. ABDULLAH AZWAR ANAS
No comments:
Post a Comment