Perubahan Menuju Nikah Di Balai Nikah
Posting Ke Delapan Belas
Perubahan Menuju Nikah Di Balai Nikah
Menteri Agama Suryadharma Ali, mengakui kesulitan mencegah gratifikasi
dalam pengurusan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA). Lantaran terbentur
faktor ritual keagamaan, dan budaya, bahkan, ia sempat terpikir
memberlakukan aturan dan mekanisme pengurusan nikah terpusat di KUA, dan
memberlakukan sistem pelayanan cepat. Tetapi, konsep itu diyakini juga
menimbulkan masalah karena dipastikan banyak yang mendatangi KUA untuk
pengurusan nikah. Sementara sudah menjadi budaya, calon pengantin selalu
dikelilingi massa pendukung dari kedua sanak keluarga. Menurutnya,
selama ini setiap pengurusan nikah melalui KUA diberlakukan sejumlah
kebijaksanaan demi menghormati prosesi ritual keagamaan dan budaya.
Petugas pencatatan nikah di KUA mendatangi kediaman calon pengantin,
sehingga terkesan pelayanan publik yang berlebihan, tapi hal itu
dilakukan demi menghormati ritual keagamaan dan ritual budaya.
Peristiwa pernikahan bukan sekedar hubungan keperdataan dua orang yang
menyatu sebagai suami istri, atau sekedar diperbolehkannya hubungan yang
dilakukan yang sebelumnya sangat dilarang, namun Pernikahan juga
merupakan hubungan yang lebih luas, sebab dalam pernikahan ada aturan
aturan agama, ada hubungan cinta yang tidak cukup diatur dengan
perundang undangan. Begitu juga dengan layanan administrasi dalam
pernikahan tidak sama dengan layanan administrasi kependudukan lainnya,
dimana “dapat dilakuan kapan saja dimana saja”, namun untuk pernikahan
waktu pelaksanaan dihitung sedemikian rupa oleh “para Pakar” yang
dipercaya oleh kedua calon mempelai, tanpa peduli dengan hari libur,
sebab mereka percaya bahwa “hitungan pelaksanaan pernikahan” harus juga
memperhitungkan hari kelahiran yang juga tidak mengenal hari libur.
Perubahan yang ingin dilakukan pemerintah untuk melaksanakan pernikahan
di Balai nikah ( KUA ) di satu sisi merupakan langkah untuk
menanggulangi pungutan liar dari akibat pelaksanaan pernikahan yang
dilakukan diluar balai nikahsebagai “imbalan” jasa transportasi petugas
yang melaksanakan pernikahan diluar Balai Nikah, Namun sebagaiana
disampaikan oleh Menteri Agama bahwa dalam pernikahan bukan sekedar
dipentingkan pencatatan saja, tetapi juga adanya handai taulan yang
ingin mrnyaksikan pernikahan yang harus diperhitungkan. Dan apabila
pernikahan dipaksakan untuk dilaksanakan di Balai nikah, maka handai
taulan yang berkeinginan menyaksikan pernikahan”harus” jiga dating ke
KUA dengan kendaraan yang jika di kalkulasi maka akan lebih murah jika
mendatangkan penghulu kerumah mempelai.
Perubahan yang diinginkan
KPK/Irjen yang tidak sejalan dengan keinginan masyarakat, akan disambut
dengan reaktif yang tidak menutup kemungkinan terjadi keresahan yang
mendalam di masyarakat. Sebagai ungkapan bahwa Ketika akan melakukan
perubahan yang datang dari luar komunitas dan kemudian komunitas
tersebut bersikap reaktif dengannya, melawannya, bahkan antipati dengan
perubahan tersebut, maka dipastikan akan ada bagian orang-orang yang
kalah.
Memang, Perubahan tetap dan akan terus terjadi, dengan atau
tanpa persetujuan kita. Tidak ada yang tetap dari perubahan kecuali
perubahan itu sendiri. Kesiapan untuk menghadapi perubahan merupakan
pekerjaan besar yang harus dipersiapkan agar bisa bertahan dari akibat
perubahan. Perubahan itu terjadi di luar dari diri kita dan tidak akan
berkompromi dengan diri kita. Pante rei, menurut filsafat Yunani,
segalanya bergerak, segalanya mengalir, dan segalanya berubah karena
perubahan merupakan tanda kehidupan. Tidak ada kesuksesan tanpa melalui
perubahan, dengan adanya perkembangan Tehnologi yang begitu cepat,
menuntut kita juga beradaptasi dengan semakin cepat, meskipun nantinya
akan ditemuai sebuah kegagalan. Hanya orang yang berani gagal total yang
akan meraih keberhasilan total ( John F Kennedy )
Perubahan
mekanisme pelaksanaan pernikahan musti akan terjadi, sama halnya
perubahan administrasi pernikahan dari sistim analog menjadi sistim
digital dengan tehnologi informatika yang juga akan berakibat pada
“tersingkirnya” orang orang yang tidak mebgikuti perkembangan tehnologi,
namun bukan berarti orang orang tersebut benar benar akan terbuang.
Begitu juga dengan perubahan sistim pelayanan pernikahan yang sebanrnya
merupakan peristiwa biasa sebagaimana perubahan perubahan pada sistim
lainnya. Meskipun nantinya akan “ada korban” namun yang itu adalah
sebuah “kewajaran” pada sebuah pergantian sistim, begitu juga jika ada
yang “kebetulan” mendapatkan “berkah” dari perubahan dimaksud, sehingga
KITA HARUS SIAP DENGAN PERUBAHAN TERSEBUT.
Artikel terkait yang mungkin anda cari :
No comments:
Post a Comment