Salah satu adegan yang saya ingat dari pagelaran BEC ( Banyuwangi Ethno Carnival ) adalah saat
seorang peserta yang memerankan Minak Jinggo ndengan senjata andalannya gada Wesi Kuning yang diberikan kepada Bupati
Banyuwangi. Konon Wesi Kuning merupakan senjata ampuh yang menjadi legenda
sejarah kerajaan Blambangan. Wesi kuning inilah yang menjadikan salah satu
pusaka Blambangan, yang Konon Prabu minak Jinggo yang saat itu sebagai penguasa
Blambangan dapat dikalahkan dalam pertarungan penuh tipu muslihat yang pada
akhirnya wesi kuning kebanggaaan kerajaan Blambangan dijadikan senjata untuk
menaklukkan Blambangan. Dan sekarang keberadaan wesi kuning tersebut penuh
misteri, konon ada di Alas Purwo, adalagi yang beranggapan di Sitihinggil
Muncar yang terkubur bersama jasad sang Raja, bahkan sekarang banyak yang
mencari disekitar Tumpang Pitu.
Terlepas dari
Pro dan kontra Pelaksaan BEC ( Banyuwangi
Ethno Carnival ) yang konon menghabiskan dan menghamburkan dana hingga
ratusan juta rupiah, dan dianggap bukan lagi asli Banyuwangi, namun hal
tersebut merupakan salah satu upaya untuk lebih memperkenalkan Banyuwangi
kedunia Internasional, meskipun hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Sebab
sebagian masyarakat mengganggap BEC bukan hal yang baru yang murni lahir dari
Bumi Blambangan, apalagi yang pelaksanaannya dibulan Oktober yang kebetulan
adalah Bulan dimana tepat satu tahun pemerintahan Bupati yang sedang
menjabat. Pertanyaan terus muncul dari
pelaksanaan BEC, yakni apakah acara ini sebuah metamorfosis dari kegiatan yang
sudah ada sebelumnya? ataukan muncul sendiri dari akibat meniru hajat tetangga?,
karena pakaian yang digunakan dan bentuk acaranya hampir mirip dengan yang
dilakukan Kabupaten tetangga.
Sebagai wilayah
yang sangat kaya akan kreasi seni dan budaya, sudah semestinyalah seni budaya
tersebut dapat mengangkat Banyuwangi kedunia Internasional, sebagai pintu
gerbang ke Pulau Bali yang sudah dulu dikenal di Manca Negara, sudah sepatutnya
Banyuwangi bukan sekedar tempat numpang lewat bagi Wisatawan Domestik yang akan
berkunjung ke Bali, bahkan sangat disangsikan bahwa para wisatawan yang akan
mengunjungi salah satu obyek wisata yang ada di Banyuwangi harus melalui jalur
laut dan tidak memberikan apa apa untuk Banyuwangi.
Begitu juga
dengan sebutan atau julukan dari wilayah ini yang terkesan tidak ada kata
sepakat tentang satu sebutan sebagai Brand.
Dulu Banyuwangi mendapat sebutan Kota Pisang, karena sebagai daerah terbesar
penghasil pisang yang dieksport hingga ke manca negara, kemudian beralih dengan
Kota Gandung, dan saat ini banyak
Gambar gambar penari Gandrung pada neon Box baik instansi pemerintah maupun
swasta, dan kini di populerkan Sunrise of
Java. Semestinyalah ada konsensus dari semua komponen yang berkompeten untun
hanya memakai satu Brand julukan untuk wilayah ini, sebab dengan dua julukan
atau lebih akan mebingungkan dan akan lebih sulit untuk lebih dikenal.
Ketika kita
menaiki angkutan umum dari Surabaya
menuju Banyuwangi, sering kita menikmati alunan musik baik itu diputar melalui
recorder, Radio disepanjang jalan atau bahkan dari pengamen yang menyanyikan
lagu lagu Banyuwangi. Meskipun mungkin
para pengamen menyanyi karena menganggap para penumpang akan menuju
Banyuwangi, namun sebagai orang Banyuwangi kita patut bangga bahwa musik
Banyuwangi mewarnai blantika musik Nasional.
Perlu diingat
kembali bahwa ada beberapa lagu Banyuwangi yang sudah Go Internasional, dan
uniknya lagu lagu dan kesenian banyuwangi tersebut diusung oleh orang diluar
Banyuwangi, seperti Lagu umbul umbul Blambangan,
Kembang Galengan atau yang baru saja
adalah lagu Luk luk Bumbu dan ugo ugo yang dibawakan PSM (paduan Suara
Mahasiswa) ITS yang meraih Golden Diploma pada kompetisi The Rimini
International Choral Competition di Italia. Hebatnya PSM ITS membawakan empat
lagu Nusantara, dan dua diantaranya adalah lagu Banyuwangi. Atau bisa kita
ingat di tahun enam puluhan ada lagu yang sebenarnya Lagu rakyat yang
diciptakan seniman Banyuwangi yang kemudian diubah oleh parkai komunis untuk
lagu penggugah semangat kebersamaan, Tak heran jika lagu genjer-genjer dikumandangkan penyanyi lilies Suryani (Penyanyi terkenal di tahun enam puluhan) dan Bing Slamet. Begitu juga dengan Sholawat Badar yang ditulis oleh K. Ali Mansur yang saat itu menjabat
sebagai Kepala Kementerian Agama
Kabupaten Banyuwangi yang juga pengurus NU banyuwangi. Dan sekarang
Sholawat Badar menjadi Mars Slolawat Warga Nahdlatul Ulama’.
Sebagai wilayah
dengan aneka seni dan Budaya dengan ciri yang khas, semestinyalah kita mampu
menyuguhkan sebuah acara yang dapat menarik perhatian wisatawan, baik domestik
maupun manca Negara. Banyuwangi sebagai wilayah yang berbatasan dengan Pulau
Bali, mempunyai ciri kesenian antara kesenian Jawa dan Bali, mempunyai ciri
khas yang tidak dimiliki oleh wilayah lain,
mempunyai wilayah yang dapat dikembangkan dari berbagai sudut pandang,
mempunyai penduduk dari berbagai macam suku.
Mengenalkan
Banyuwangi kewisatawan domistik akan lebih mudah daripada memperkenalkan ke
dunia Internasional, dan yang perlu pembenahan adalah jalan jalan ketempat
wisata dan fasilitas yang ada di tempat tempat wisata tersebutlah yang harus
ditata. Satu langkah yang mungkin patutu ditiru adalah yang dilakukan mantan
Bupati Samsul Hadi yang telah membuka jalan menuju wisata plengkung, namun hal
tersebut tidak dilanjutkan oleh penerusnya, padahal banyak wisatawan domistik
yang mengunjungi alan purwo baik untuk berwisata dengan melihat keindahan alam
maupun untuk tujuan lain.
Jika kita ingin
mengunjungi tempat tempat wisata yang sebenarnya sangat menarik untuk
dikunjungi, seperti Pantai Plengkung, Sukamade maupun Kawah Ijen, akan kita
dapati bahwa jalan menuju arah tempat wisata tersebut amatlah sulit karena
kerusakan jalan yang sangat parah, perlu perjuangan yang amat melelahkan untuk
dapatnya sampai ketempat tersebut. Sehingga hanya orang yang benar benar nekat dan kesehatan vit saja yang dapat
kesana. Sebab jalan yang harus dilewati lumayan sangatlah rusak dan ditengah
hutan belantara, sehingga jika ingin menuju ketempat wisata tersebut harus
dengan persiapan kendaraan yang benar benar vit. Belum lagi pengelolaan tempat
tempat wisata yang seakan akan apa adanya. Pantai hutan mangrove Bedul yang
cenderung dekat dengan permukiman penduduk dengan panorama yang menakjubkan
saja harus dinikmati dengan was was karena penyeberangannya dengan memakai
perahu tradisional, apalagi tempat tempat lain yang jauh dari permukiman
penduduk yang sebenarnya sangat berpotensi untuk dikembangkan.
Prasarana untuk
mengembangkan Banyuwangi sudahlah lengkap, ada pelabuhan yang dapat
dikembangkan untuk pelabuhan Eksport import, ada pelabuhan ikan terbesar di
Jawa Timur, potensi alam sebagai salah satu lumbung padi Jawa Timur dan bahkan
saat ini sudah ada Bandar udara yang akan lebih memudahkan dalam bertransportasi.
Banyuwangi
sebagai wilayah yang lengkap dari mulai pantai dengan ombak terbesar yang
merupakan tempat favorit peselancar manca negara hingga laut yang tenang
seperti aliran sungai yang tenang atau bahkan mirip danau dimilikinya, dari
wilayah pantai, perkebunan hingga pegunungan aktif juga ada. Namun kesemuanya
dulu seolah tidak bermakna apa apa bagi perkembangan wisata, hal ini diakibatkan kurangnya penataan infrastruktur jalan dan jembatan menuju tempat wisata tersebut. Jangankan wisatawan
manca Negara, wisatawan domestikpun engan untuk mengunjunginya.
Pembangunan Infrastruktur jalan menuju kawasan wisata dan ditunjang promosi dengan pelaksanaan event event tingkat Internasional, mungkin kalau dipandang dari kepentingan jangka pendek, belum dapat memuaskan, dan mungkin dana yang dikeluarkan tidak sebanding dengan keuntungan jangka pendek yang akan diperoleh. Namun keuntungan jangka panjang yang akan diperoleh dri evet dimaksud sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan wisata di daerah ini, sehingga Banyuwangi buka hanya sebagai jalan bagi wisatawan yang menuju provinsi lain, sehingga Banyuwangi "hanya" mendapatkan asap kendaraan yang kontribusi kendaraan wisata untuk ikut mempercepat kerusakan jalan, namun Banyuwangi akan menjadi tempat tujuan wisata, atau sekurang kurangnya tempat singgah para wisatawan, baik Domistik maupun mancanegara.
Begitu juga
dengan penataan tata kota dan tempat wisata yang ada didalam wilayah kota
Banyuwangi yang telah menghapus kesan amburadul dan tidak terawat, pedagang kali lima yang dulu amburadul, sekarang dapat ditata dengan apik yang dapat menjadikan daya tarik tersendiri
bagi wisata kuliner malam hari, apalagi tempat tempat wisata dalam kota telah dilengkapi dengan fasilitas Hotspot sebagai tanda bahwa kota ini adalah kota modern yang tidak kalah fasilitasnya dengan kota kota Metropolis yang ada di Indonesia, begitu
juga dengan Pantai Boom sebagai salah satu alternatif
tempat rekreasi warga kota yang mulai tertata dengan apik, sehingga tempat tersebut akan terhindar dari para muda mudi yang berwisata secara kebablasan.
No comments:
Post a Comment